Seorang remaja yang terbaring lemah di salah satu ranjang rumah sakit. Terlihat dia mulai membuka matanya. Perlahan dia mengedipkan matanya guna memperjelas penglihatannya.
Ardan melihat atap kamar yang berwarna putih. Bau menyengat obat langsung menerobos masuk ke indra penciumannya. Matanya melihat sekeliling, hanya dirinya sendiri di kamar ini.
Setelah merasakan tubuhnya yang seperti terhembus angin kencang, Ardan membuka matanya dan sadar dari komanya.
Ardan terdiam, melamun mengingat pertemuannya dengan sang kakak. Mungkin itu hanya alam bawah sadarnya. Tapi, dia sangat senang. Setidaknya ... Dia bisa bertemu walaupun hanya sesaat."Sekarang bagaimana?" ujarnya sangat lirih.
Ardan memikirkan apa yang akan dia lakukan sekarang. Tetap dengan pendiriannya, atau mengikuti apa permintaan sang kakak?
Dalam lubuk hatinya dia sangat ingin melakukan apa yang Kak Dina katakan. Namun, apa benar jika bundanya sedang menunggunya?
Kalau memang benar, kenapa di kamar ini sepi? Mengapa tidak ada seorang pun yang menemaninya di sini?
Ardan meringis pelan saat kepalanya kembali berdenyut sakit. Penyakit yang bersemayam dalam tubuhnya itu sangat membuatnya tersiksa. Ardan tidak bisa sebebas dulu. Setiap apa yang dia lakukan, tubuhnya menjadi lebih cepat lelah.
Pintu terbuka. Ardan mengalihkan pandanganya melihat siapa yang masuk. Ayu, juga Bara lah yang memasuki kamarnya.
Kedua pasutri itu terlihat terkejut lantaran melihat Ardan yang sudah sadarkan diri.
Mereka dengan cepat mendekat ke arah Ardan.Ayu tak bisa menahan diri. Dia berhambur memeluk Ardan dengan isak tangis yang mulai terdengar. Melihat sang putra yang telah baik-baik saja membuat hatinya sedikit tenang.
Ayu mengelus lembut surai Ardan. Dalam hatinya menyebutkan terima kasih karena telah membuat Ardan bertahan hingga saat ini."Kamu udah sadar, Nak? Gimana kondisi kamu? Ada yang sakit, gak?" Setelah melepas pelukannya, Ayu menanyai Ardan berbagai pertanyaan.
Ardan menggeleng lemah. Ayu memeluknya sangat erat hingga dia hampir tidak bisa bernapas.
"Ja-jangan kencang-kencang, Mah! Ardan sesak napas tau," omelnya dengan pelan.Ayu meringis dengan tersenyum. Melihat Ardan yang mengomelinya seperti itu, membuatnya sadar bahwa dia telah baik-baik saja.
Bara menarik tangan istrinya untuk mendekat. "Kamu, anak baru sadar mau kamu buat pingsan lagi! Gak kasian lihat wajah Ardan yang merah tuh," ucapnya sambil menunjuk ke arah Ardan yang menatap mereka.
Ayu cemberut mendengarnya. Dia hanya reflek karena terlalu senang tadi.
"Namanya juga kangen! Papa tuh yang gak tau apa-apa!"Ardan hanya menggelengkan kepalanya melihat kelakuan mereka berdua. Selalu aja ada hal random yang mereka lakukan.
"Kamu buat kami khawatir, Nak. Baru saja kami dibuat senang karena kamu sadar, eh tiba-tiba kamu mendadak kolaps." Bara mendekat. Dia mengelus lembut surai Ardan.
"Maaf, Mah, Pah!" ujar Ardan.
Ayu menggeleng tidak setuju. Dia ikut mendekat dan mengusir tempat sang suami.
Sebelum itu, tangannya dengan enteng memukul pelan lengan Bara."Jangan pikirkan omongan papa kamu itu! Dia memang agak aneh hari ini," ucapnya memperingati Ardan.
Bara mengendus kelas lantaran dia dijadikan bahan oleh istrinya. Memang, sikap ayu kadang-kadang tidak bisa tertebak.
"Oh iya, mama lupa ngabarin seseorang!" Ayu menepuk keningnya lalu mengambil handphonenya yang ada di atas meja.
Segera tangannya dengan cepat memainkan handphonenya, dan menghubungi seseorang.
Bara, dan Ardan hanya melihatnya. Mereka sama-sama tidak tau siapa yang akan dihubungi oleh Ayu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARDAN MAHENDRA
Teen FictionArdan Mahendra Menceritakan kisah seorang remaja penikmat luka yang selalu menemani harinya. Apakah Ardan bisa mendapatkan kebahagian atau sebaliknya? °Start : 10 September'22 °Finish : 10 Juli'23 #Cover by Pinterest! [ Isi masih acakadut + belum r...