Ayu menutup pintu perlahan. Dirinyalah yang pertama kali masuk untuk menemui Ardan.
Pandangan pertamanya tertuju pada sosok remaja yang terbaring tak berdaya di ranjangnya.
Wajah putranya itu terlihat sangat pucat. Selang oksigen yang menghiasi wajah tampan itu, dengan mata yang terpejam rapat.Ayu mendudukkan dirinya di kursi sebelah ranjang. Tangannya perlahan memegang, dan mengelus pelan tangan Ardan yang tidak terdapat jarum infus.
Dia sangat hati-hati memegang tangan Ardan, seolah-olah tangan itu akan lecet walau tersentuh sedikit."Ba-bangun, Sayang," ujarnya lirih. Matanya memanas. Ayu kembali mengeluarkan air matanya. Padahal dia sudah menetapkan hatinya untuk tidak menangis sebelum masuk. Tapi, tetap tidak bisa.
"Kamu harus bisa bertahan. Demi Mama, demi Papa, dan semuanya. Mama sedih lihat kamu seperti ini, jangan seperti ini, Nak. Kamu udah janji ingin bergi jalan-jalan bersama. Jangan ingkari janji kamu, Ardan. Ayo bangun!!"
Tidak ada balasan. Hanya suara mesin EKG yang terdengar. Tangisan ayu semakin menjadi mengingat permintaan - permintaan putranya kemarin. Harusnya nanti sore mereka akan pergi bersama sesuai yang Ardan inginkan. Tapi, dia justru memilih berbaring di rumah sakit ini.
"Baru kemarin mama melihat mau tertawa lepas. Tapi kenapa sekarang mama harus melihat kamu tak berdaya di sini? Kenapa? Jangan membuat mama khawatir, Nak!"
Sungguh melihat Ardan terbaring lemah seperti itu membuat tubuhnya seakan teriris.
Sangat sakit!
"Mama mohon bangun, Sayang. Kita berjuang sama-sama sampai kamu sembuh. Kamu anak kuat, kamu pasti bisa ngelewatin semua ini!"
Ayu mengusap air matanya. Dia bangkit, dan mencium sayang kening Ardan sebelum melangkah keluar.
Setelah Ayu keluar, kini giliran Annisa yang masuk. Bara, juga Bayu ddk sudah pergi karna urusan mendadak. Tersisa hanya Ayu, dan Annisa yang menemani Ardan.
Annisa perlahan memasuki ruangan. Jantungnya berdegup kencang, matanya sudah memanas siap menumpahkan butiran air mata.
Menguatkan hatinya sebelum semakin melangkah masuk.
Mata sayu nya menatap teduh Ardan.
Kekasihnya yang berbaring dengan tak berdaya sangat menyakiti hatinya.Perlahan tapi pasti Annisa mendudukkan pantatnya di mana Ayu duduk tadi.
Mengusap air matanya yang akan menetes, lalu mengelus lembut surai Ardan."Katanya mau sembuh, hm? Ta-tapi kenapa malah tidur di sini? Ayo bangun, Sayang!"
Tangannya masih setia mengelus surai lembut Ardan, meskipun air matanya sudah tidak terbendung lagi."Katanya orang, kalau ada di posisi seperti ini ... Kamu masih bisa mendengar semuanya, kan? Kalau iya dengerin yah!"
Annisa terdiam sejenak. Dadanya berdenyut sesak, dia sangat sedih jika melihat prianya seperti ini.
"Tadi aku nyamperin kamu di kantin tuh mau ngajak ke taman. Katanya kamu ingin udara segar? Makanya aku berinisiatif begitu." Matanya terpejam dengan buliran air mata yang semakin deras menetes.
"Kamu masih dengerin aku, kan? Dengerin terus ya... Kamu bilang kamu ingin memulai dari awal. Kita bikin banyak kenangan. Tapi kenapa seperti ini sekarang?" Annisa menelungkupkan kepalanya ke lengan Ardan. Dia menangis, mengeluarkan semua sesak yang menggerogoti relung hatinya.
"Ka-kamu janji bakal selalu bersama, bahkan kata kamu sampai kita nikah." Terkekeh pelan saat mengingat ucapan Ardan.
"Aku ... Aku mau kok kalau nikahnya sama kamu. Tapi, kamu harus bangun dulu. Harus sembuh! Banyak hal yang harus kamu lalui, Ardan. Banyak orang yang menunggumu. Masih ada orang yang sayang sama kamu. Jadi kamu harus kuat, janji sama aku!"
![](https://img.wattpad.com/cover/321283005-288-k127438.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
ARDAN MAHENDRA
Roman pour AdolescentsArdan Mahendra Menceritakan kisah seorang remaja penikmat luka yang selalu menemani harinya. Apakah Ardan bisa mendapatkan kebahagian atau sebaliknya? °Start : 10 September'22 °Finish : 10 Juli'23 #Cover by Pinterest! [ Isi masih acakadut + belum r...