Ch. 8

206 48 2
                                    

Suzy sudah merebahkan tubuh tuanya di atas raniang, menatap langit-langit kamar dengan tangan yang mulai membuka satu persatu kancing kemejanya.

Ya, Suzy sudah tidak tinggal dengan keluarganya lagi. Ia sudah tinggal sendiri dan rasanya benar-benar kosong sejujurnya. Tapi tak apa, Suzy masih nyaman.

Mengangkat kepalanya, Suzy mengerutkan alis saat mendengar suara pintu yang terketuk cepat diluar sana. Terdengar tidak sabaran sepertinya.

Ceklek.

"Tadaaa. Aku membawa makanan, ayo makan bersama. Hari pertamu pasti melelahkan bukan?" Jinyoung dengan senyum tipisnya langsung menyambut Suzy dengan ceria. Mengangkat kantong plastik belanjaan yang sudah ia bawa dengan tangan kirinya.

Membuka pintunya lebih lebar, Suzy tertawa kecil. Memang dapat diandalkan pria satu ini.

"Aku akan mengambil piring." Ujar Suzy. Berbelok menuju dapur dengan Jinyoung yang terus lurus hingga ruang tamu.

"Bagaimana hari pertamu?" Tanya Jinyoung. Menata makanan di atas meja. Pria yang berstatus menjadi kakak itu mulai menanyakan hal-hal pembukaan pada adiknya.

"Tidak terlalu buruk sejujurnya. Hanya sedikit kejadian memalukan yang aku sendiri tidak tahu bagaimana itu bisa terjadi." Suzy merasa sedikit depresi tentu saja, tapi tak apa. Masih dalam tahap aman terkendali.

Menatap wajah adiknya, Jinyoung mengeyitkan dahinya bingung. "Apa yang terjadi? Ingin bercerita?" Tawar Jinyoung. Meletakan beberapa potongan ayam di atas piring Suzy dan menuangkan segelas minuman bersoda ke dalam gelasnya.

"Aku dengan bodohnya menulis di catatanku tentang atasanku. Dan dengan kesadaran yang tidak seberapa, aku mengatakan itu tepat di hadapan dia. Aku malu." Suzy sudah terlihat akan menangis dengan kebodohan yang ia lakukan.

"Memang bukan hal yang buruk, hanya pandanganku mengenai dia yang terlalu sempurna. Dan dia mengejekku hingga jam pulang." Adu Suzy. Menatap Jinyoung dengan mata berkaca-kaca, Suzy ingin libur saja besok rasanya.

"Tak apa, besok akan lebih buruk lagi. Jangan semangat, menyerah saja." Mengepalkan tangannya ke udara, Jinyoung tersenyum penuh makna pada adiknya.

"Biadab!" Sinis Suzy. Bukannya menerima solusi, hanya ejekan lain yang ia terima. Tidak berguna!

Tertawa renyah, Jinyoung mengusak asal kepala Suzy. Menatap netra secerah madu itu, Jinyoung menopang dagunya dengan telapak tangan kiri yant ia tumpukan pada meja. "Jika ada sesuatu kau harus berbagi padaku, aku saudaramu. Aku tidak ingin ada hal-hal buruk yang terjadi padamu. Apa kau mengerti, Kecil?"

"Tidak!"

"Kau ini!"

**

"Daaad!"

Baru saja menginjakan kakinya di dalam rumah, Sehun sudah disambut oleh teriakan melengking milik si bungsu. Menghela nafas, Sehun bergacak pinggang. "Apa lagi sekarang?" Amuk Sehun.

"Mau pija!" Haowen berseru semangat. Duduk nyaman di atas bahu Hyunjin yang memegang erat punggung si bungsu.

Mendelik tak suka, Sehun langsung membuang muka dan berlalu santai menuju dapur. Kering sekali tenggorokannya ini.

"Daddyyy, pija." Pinta Haowen lagi. Kali ini kepala Hyunjin yang Haowen jadikan pegangan agar tidak terjatuh.

Sret.

"Aduh, jangan ditarik." Protes Hyunjin. Rontok sudah rambutnya ini lama-lama. Tarikan Haowen kencang juga.

"Jam berapa sekarang?" Tanya Sehun. Duduk di sebelah Yeji dengan secangkir air dingin dalam genggamannya.

"Belum jam delapan, Dad." Jawab Hyunjin. Kali ini menurunkan Haowen dengan keadaan kepala terlebih dahulu yang ia tarik.

Sehun yang melihat itu tak ingin terlalu ambil pusing, jatuh pun pasti akan ke sofa busa terlebih dahulu.

"Jas, pesan. Jangan lupa ayam dan kentang goreng. Cola juga." Melempar ponselnya ke arah Jasper yang tentu saja langsung pria itu tangkap.

"Hyung, thothith."

Hyunjin, Yeji, dan Haowen langsung merapat pada Jasper. Memantau layar ponsel milik Sehun yang tengah Jasper gunakan.

"Kata Suho hyung, daddy sudah ada sekretaris baru. Bagaimana? Cocok?" Tanya Yeji. Setelah memastikan pesanannya sudah Jasper masukan ke dalam keranjang, Yeji kali ini mendekat ke arah Sehun lagi. Penasaran dengan cerita duda beranak banyak ini.

Tertawa pelan, Sehun langsung bertepuk tangan sekali. "Dia lucu."

Mendengar jawaban di luar ekspektasi seperti itu, keempat anaknya langsung menatap Sehun dengan pandangan yang meminta penjelasan. "Apa itu maksudnya?"

"Jika kalian bukan anakku. Bagaimana aku menurut kalian?" Tanya Sehun. Sehun tahu ia menawan dan sempurna, hanya saja saja ia butuh pendapat lain.

"Aku sebagai perempuan, aku akan langsung menjadikanmu sebagai target mentah calon suamiku. Kenapa? Karena kau kaya dan tampan." Yeji menjabarkan dengan singkat dan padat. Kita harus realistis ya kawan, hidup butuh uang dan Sehun punya lebih dari cukup untuk menghidupinya hingga tua.

"Jika aku gay, kau juga akan aku jadikan sebagai target calon suami. Rawr."

"Hyunjin sialan!" Maki Jasper. Geli sekali dia. Bisa-bisanya pria satu ini.

Menjentikan jarinya, Sehun menunjuk masing-masing anaknya. "Dia mengatakan itu mengenai daddy kalian. Tampan, menawan, dan sempurna."

"Aku sebenarnya ingin mengatakan bahwa aku jijik, hanya saja permasalahannya di sini adalah, apa yang dia katakan itu benar." Ujar Jasper. Mengembalikan ponsel milik Sehun dan duduk makin dekat dengan pria duda ini.

"Lalu apa yang membuatmu senang? Kau tahu jika itu adalah suatu kenyataan." Tanya Hyunjin merasa tak mengerti. Berlebihan sekali pria satu ini. Heran.

"Dia mengatakan itu saat aku, paman, dan kakek kalian sedang rapat. Menurut kalian? Apa aku tidak akan tertawa hingga jam pulang?" Sehun mulai membuka forum gosip ini menjadi lebih serius. Anak-anaknya responsif dan itu menyenangkan.

"Kau saja yang berlebihan aku rasa." Dengus Hyunjin. Kembali memangku Haowen yang hanya diam menyimak cerita para manusia dewasa ini. Otaknya belum sampai untuk mencerna kata-kata mereka.

"Kopinya juga enak. Aku rasa setiap pagi aku akan memintanya untuk membuatkan kopi untukku." Menyandarkan punggungnya pada sofa, Sehun mulai melepas ikatan dasi yang melilit lehernya. Gerah.

Yeji, Hyunjin, dan Jasper langsung saling tatap selama beberapa detik. Sepertinya otak mereka sudah saling terhubung saat ini.

"Tidak berniat menikahinya, Dad?" Jasper langsung bertanya pada inti pemikiran mereka bertiga. Sudah gatal sekali mulutnya ingin menanyakan ini.

"Tidak, kelakuan masih seperti babi hutan. Tidak terkendali." Jawab Sehun santai.

Memegang dada mereka masing-masing, Jasper langsung bernafas dengan tergesa-gesa. "Like a little shit, that is hurt."

Si kembar juga langsung terkapar tak sadarkan diri di atas sofa. "Kita adalah trio bagas sekarang. Babi ganas." Gumam Yeji. Sakit sekali hati mungilnya kawan.

"Ternyata selama ini aku sudah salah identitas. Aku pikir aku adalah anjing, ternyata aku adalah babi." Hyunjin dengan raut wajah tak terkendali miliknya membuat Jasper langsung tertawa kencang.

"Tidak salah, kelakuanmu memang seperti anjing terkadang." Jasper langsung memvalidasi apa yang baru saja ia dengar. Memiliki tiga adik membuat Jasper sakit kepala luar biasa. Walau yang paling banyak tingkah memang si kembar ini.

"Benar, aku sebagai kembaranmu setuju."














Ternyata aku sama Sehun ngga satu sepemikiran, aku bahkan ngebayangin mereka sebagai monyet selama aku jadi author :"

Last HopeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang