Sehun datang seperti biasa, menunggu lift dengan tenang beserta secangkir kopi di tangan kanannya. Ah, dia baru saja mencoba rekomendasi dari Jasper yang mengatakan bahwa kopi di dekat minimarket perumahan mereka enak.
Dan ya, enak. Sehun merasa tidak menyesal sekarang. Cerah sekali pagi Sehun kawan.
Angin dingin tiba-tiba saja berhembus dari sisi kiri Sehun. "Wah, pasti ada setan ini." Sehun sudah bergumam penuh tuduhan. Pasti!
Baru saja akan menoleh, Sehun langsung dikagetkan dengan wajah pucat Suzy. "Sialan. Putih sekali mukamu? Kau tidak berdandan pagi ini?" Tanya Sehun penasaran. Pucat sekali sial. Heran.
"Untung jantungku masih sehat." Bisik sehun.
Suzy tak menjawab apapun, menatap kosong pada cup kopi yang tengah Sehun pegang. Masih ada uap tipis, masih baru berarti ya.
Melihat tatapan Suzy yang seperti itu membuat Sehun jadi merasa tak enak. "Suho sudah tidak di sini, dia juga tidak bisa membuat kopi. Ini rekomendasi Jasper, jangan salah paham." Jelas Sehun.
Beralih menatap Sehun dengan mata kosongnya, Suzy masih terdiam untuk beberapa waktu. "Kenapa Presdir harus menjelaskannya padaku?"
Sehun merasa bodoh saat itu juga, benar. Kenapa Sehun harus menjelaskan hal yang setidak penting itu pada Suzy? Perihal kopi? Memang mereka ada hubungan apa?
"Sial, ingin aku buang saja anak ini ke selokan." Sinis Sehun
**
Pekerjaan Sehun sudah selesai ia lakukan sejak sepuluh menit yang lalu. Saat ini yang ia lakukan hanya bersantai, bermain game, dan juga menonton drama.
Hanya menunggu selesai jam makan siang dan semua tugasnya hari ini yang tersisa hanya bersantai dan menghabiskan uang.
"Suho pasti tengah daddy siksa dengan jadwalnya dua hari ini. Tidak mungkin aku mengganggu si pendek itu." Bersandar pada kursi kebesarannya, Sehun bosan jujur saja.
"Mengganggu Suzy? Bukannya lebih segar selama liburan dua hari ini, sekalinya masuk sudah seperti mayat hidup saja dia." Sehun mulai berpikir yang tidak-tidak. Semua kemungkinan bisa saja terjadi dan otak sampahnya ini malah memikirkan Suzy yang sudah melakukan hal yang senonoh bersama tunangannya itu.
"Tapi itu hal yang wajar saja bukan jika ia menganut budaya barat."
**
Tak tahu harus bagaimana, Suzy merasa hidupnya sedikit abu-abu sekarang. Senang , tidak. Sedih, sudah pasti. Tapi Suzy juga tidak sesedih itu sebenarnya.
Beralih menatap jendela ruangannya, Suzy mulai memutar kembali kilasan tadi malam.
Sesaat setelah Suzy mengatakan ia ingin pulang. Myungsoo langsung menghadang langkahnya. Menggenggam kedua tangan Suzy yang mengepal kuat karena menahan emosi.
"Sudah terlalu larut sekarang, aku akan mengantarmu besok pagi-pagi sekali. Kau tidak perlu khawatir kau akan terlambat." Bujuk Myungsoo. Bagaimanapun juga ia dan Suzy sudah lama bersama, mustahil baginya untuk bisa melepaskan Suzy begitu saja.
Sudah banyak hal yang mereka lakukan selama bertahun-tahun ini.
"Aku tidak ingin berada dalam satu ruangan yang sama dengan pembohong sepertimu." Walau sudah mencoba menahan isakannya, Suzy masih tidak bisa. Jujur saja rasanya memang sesesak itu.
Menghela nafas pelan, Myungsoo mengangkat tangan. "Baik, aku akui aku sudah bertemu dengannya tiga bulan ini. Mama memintaku untuk segera menikah karena papa sudah tidak bisa memegang perusahaan lagi. Selain itu keadaan perusahaan sedikit sulit sekarang, pernikahanku adalah salah satu usaha untuk menjaga kondisi perusahaan agar tidak makin terpuruk." Jelas Myungsoo.
Suzy melengos tidak percaya. "Kau bisa meminta bantuan keluargaku. Papa dan Jinyoung akan membantumu dengan senang hati." Suzy masih merasa alasan Myungsoo tidak masuk akal. Keluarga mereka sudah dekat satu sama lain. Untuk alasan apa lagi mereka harus menutupi hal semacam itu?
"Aku tidak ingin membuat mereka berpikir bahwa aku tidak pantas untukmu."
"Lalu menurutmu, jika sudah seperti ini kau pantas untukku?" Air mata Suzy kembali menggenang. Sial, cengeng sekali ia hari ini.
"Aku tahu sampai kapanpun aku tidak akan pantas untukmu. Tapi jujur aku benar-benar mencintaimu. Aku benar-benar minta maaf." Myungsoo berujar tulus. Bukan hanya agar Suzy mau bertahan atau bagaimana, tapi memang itu yang Myungsoo rasakan.
Tubuh Suzy meluruh jatuh ke atas lantai. Terisak keras dengan wajah yang ia sembunyikan di atas lipatan lututnya. Apa yang sudah ia lalukan dahulu segingga hidupnya berantakan seperti ini. Kenapa semesta begitu jahat pada Suzy.
"Mamaaa." Meraung memanggil ibunya yang sudah menjadi ubi di dalam tanah sana. Ingin menyusul saja Suzy rasanya.
"Sayang, aku benar-benar minta maaf." Bisik Myungsoo. Mengangkat wajah Suzy dan membersihkan air mata yang sudah menodai wajah kekasihnya.
"Siapa sayangmu? Aku bukan sayangmu! Kau cari saja sana calon istrimu itu, Bajingan!" Suzy berteriak kesal. Niatnya liburan, liburan apa jika seperti ini? Bukannya sembuh, malah makin gila saja Suzy.
Myungsoo tak mengelak. Kata bajingan memang sedikit pantas untuknya yang kurang adab ini. Maka dari itu, Myungsoo memilih untuk diam dengan tangan yang memeluk lututnya. Tidak berani mengajak Suzy bicara atau bahkan sekedar sentuhan ringan pada puncak kepalanya.
Senantiasa mendengarkan Suzy meraung sedih dengan kepalan tangan yang mulai memukul lantai karena kesal. "Mama, aku ingin ikut." Isak Suzy parau.
Lamunan Suzy berakhir saat ia mendengar suara pintu ruangannya yang terbuka. Menampilkan sosok Oh Sehun yang sudah rapi dengan segala perlengkapan formalnya.
Menatap Sehun tak mengerti, Suzy mengerutkan tipis dahinya. Kenapa pria empat anak ini berdiri seperti itu di depan pintunya? "Ada apa, Presdir?" Tanya Suzy.
"Kita akan melakukan pertemuan nanti. Ayo berangkat sekarang." Sehun mengajak Suzy. Tak menghiraukan wajah acak-acakan wanita itu yang sedikit membuatnya heran.
"Nanti, bukan? Kenapa kita pergi sekarang?" Suzy tak mengerti. Pekerjaannya masih banyak dan kenapa pria itu tiba-tiba mengajaknya melarikan diri?
"Aku ingin makan ice cream dulu. Ayo, aku sudah tidak tahan." Sehun melirik pergelangan tangannya dan langsung menunjuk Suzy. "Sepuluh menit lagi aku tunggu di mobil."
Tanpa sempat melawan, Sehun sudah lebih dulu berlalu dengan senyum cerahnya. Untuk saat-saat seperti ini, jujur saja Suzy mulai meragukan Oh Sehun yang nyatanya sudah memiliki empat anak itu.
"Aku salah bos sepertinya."
**
"Jangan bertingkah gegabah lagi. Kau paham? Jika ada sesuatu yang aneh menurutmu langsung bisikan padaku." Sehun sudah mengatakan kata-kata itu sebanyak hampir sepuluh kali di telinga Suzy. Suzy bahkan sudah sampai muak ini.
"Iya. Diam saja Presdir. Menyetirlah dengan baik, dan lagi dapat ide bagaimana Anda tiba-tiba ingin makanan manis itu? Anda sudah tua!" Sinis Suzy. Menatap jalanan di luar sana tanpa peduli dengan delikan mata Sehun yang menghunus tepat di jantungnya.
"Aku ini dewasa. Bukan tua. Perhatikan kata-katamu." Balas Sehun tak kalah sinis. Sedikit tersinggung dia ini.
"Sama pun. Tak ada bedanya."
Halooo
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Hope
FanfictionSuzy tak pernah meminta lebih akan sesuatu dalam hidupnya. Menapaki jalan yang sudah disiapkan oleh dua sosok yang selalu ia panggil dengan sebutan mama dan papa. Menjalani sisa hidupnya dengan semua rasa bersalah yang sudah ia pendam selama bertahu...