Suzy tidak paham, memilih untuk mengangguk mengiyakan saja apa kata Sehun lalu berbalik untuk menepuk pelan bahunya. "Ayo, sepertinya kau sudah sangat lelah." Ajak Suzy khawatir. Suzy merasa bertanggung jawab dengan kehidupan pria ini sekarang.
"Tidak, aku serius. Aku tahu ini bukan waktu yang tepat, persiapannya juga masih jauh dari kata sempurna. Hanya saja, aku benar-benar serius dengan ini. Tolong dengarkan aku." Sehun menggenggam erat kedua tangan Suzy. Tatapan penuh permohonan terlihat jelas dari pria dewasa di depan Suzy ini.
"Aku tidak bisa menahannya lagi, aku tidak bermaksud memanfaatkan situasi. Hanya saja," ucapan Sehun terjeda cukup lama. Matanya bergerak gelisah tanpa pria itu sadari.
"Ada apa?" Suzy mengusap punggung tangan Sehun. Bermaksud menenangkan pria itu agar apa yang ingin ia sampaikan lebih mudah Suzy pahami.
"Aku tahu kau belum selesai sepenuhnya dengan mantan tunanganmu, masih terlalu dini untuk memberi kesempatan baru pada orang lain. Tapi... ayo hidup bersama hingga seterusnya. Di sini. Bersamaku, bersama anak-anak."
"Menikah denganku."
Sehun tahu wajahnya sangat tidak tampan untuk mengajukan ajakan itu sekarang, dengan baju tidur, dan rambut yang mencuat kemana-mana. Itu benar-benar terlihat seperti gembel.
Tapi Sehun sudah tidak bisa menyimpan ini lagi. Hidup bersama tanpa alasan yang jelas itu membuat Sehun frustasi.
"Kau tidak harus menjawab dengan kata iya jika memang kau merasa keberatan atau hanya karena kau merasa berhutang padaku. Aku tidak masalah dengan semua bentuk jawaban yang kau berikan. Sungguh." Sehun meyakinkan Suzy, ia tidak ingin Suzy merasa tertekan selama sisa hidupnya hanya karena ia merasa berhutang pada Sehun.
Jangan sampai.
Apa yang membuat Suzy bahagia akan membuat Sehun bahagia juga.
"Aku... beri aku waktu. Aku tidak bisa menjawabnya sekarang, aku tidak ingin kau berpikir bahwa aku hanya menjadikan kalian sebagai pelarian, aku juga harus memastikan bagaimana perasaanku padamu." Suzy menunduk merasa tak enak, sungguh. Jika ia jawab sekarang, Suzy tidak ingin jawaban terburu-burunya membuat semua pihak merasa sengsara.
Seterusnya itu adalah waktu yang lama.
Mengangguk tak masalah, Sehun bernafas lega. Setidaknya apa yang membuat pikirannya terganggu sudah ia keluarkan. Hasil akhirnya terserah bagaimana Suzy nantinya saja.
"Aku beri waktu satu minggu, apa itu cukup?"
"Iya, terima kasih."
**
Suzy duduk tenang di kursinya dengan segelas milkshake yang sudah ia pesan. Menunggu kedatangan Baekhyun dan juga Jiyeon yang sialnya kenapa lama sekali mereka berdua ini.
Suzy kesal.
"Sayangku, apa kau sudah menunggu lama?" Baekhyun datang dengan wajah tanpa dosa miliknya. Langsung memeluk Suzy yang wajahnya sudah lesu seperti sayuran tanpa air.
Lemas.
"Jiyeon?"
"Sedang memesan makanan untuk kita. Jadi apa ada sesuatu yang membuatmu akhirnya mengatur jadwal pertemuan ini?" Baekhyun tahu ada hal yang tidak benar saat ini. Suzy akan lebih memilih mendekam di dalam kamar selama masa liburan dibandingkan jika harus bertemu dengan dirinya dan Jiyeon.
Dan ini, tiada angin, tiada hujan, tiba-tiba saja wanita ini meminta bertemu. Keajaiban dunia mana yang harus Baekhyun hapus untuk menggantikan momen ini?
"Tunggu Jiyeon saja, aku malas bercerita dua kali." Suzy memutar gelasnya yang ada di atas meja dengan senyum tipis seperti biasa.
Mengangguk tak masalah, Baekhyun menatap Suzy penuh minat. Pasti banyak sekali masalah yang ada di dalam kepala wanita ini.
Menepuk pelan kepala Suzy, Baekhyun tersenyum lebar. "Bangga sekali aku memiliki teman seperti dirimu. Terima kasih ya."
Melengkungkan bibirnya, Suzy mengulurkan tangan meminta pelukan. Mata bulat yang sudah berkaca-kaca itu akhirnya luruh juga. Menangis sesenggukan pada bahu Baekhyun yang hanya mengusap pelan punggungnya.
"Apa lagi yang bajingan ini lakukan? Membuat ulah saja memang." Jiyeon mendesah kesal. Baru bertemu mereka ini, mati kejang dia jika tidak mengganggu Suzy rupanya?
Meletakan nampan penuh makanan ke atas meja, Jiyeon yang awalnya sudah bersiap untuk mengomel menelan kembali kata-katanya. "Sepertinya ini bukan ulah si pendek ini." Bisik Jiyeon.
"Siapa yang membuatmu menangis? Katakan padaku, biar aku paku kepalanya pada tiang bendera." Mendudukan dirinya pada kursi, Jiyeon mengusap sayang helai panjang yang selalu ia jadikan bahan percobaannya dulu.
Diam tidak ada jawaban, Suzy melepaskan pelukan Baekhyun dan meletakan kedua tangannya di atas meja. Mengambil nafas panjang sebelum mulai bercerita.
Rasa menyakitkan ini... harus dia bagi secepat mungkin.
"Mana cincinmu?" Tanya Jiyeon tak ingin basa-basi. Semenjak temannya ini menjalin hubungan serius dengan Myungsoo, tak pernah bahkan sekali saja Suzy melepas cincinnya.
"Aku dan Myungsoo sudah selesai, dia akan menikah sebentar lagi." Menggigit bibirnya, Suzy tidak tahu harus memulai dari bagian mana. Rasanya semua meminta untuk keluar saat ini.
"Aku dan Myungsoo selesai, aku dan keluarga Jinyoung juga selesai." Bisik Suzy. Kedua tangannya meremat satu sama lain. Menunduk menatap pahanya, Suzy tidak berani untuk mengangkat wajahnya barang sedetik saja.
"Mereka tahu bahwa Myungsoo akan melakukan itu, tàpi mereka diam saja merahasiakan masalah itu dariku. Aku dan Jinyoung bertengkar, dia mengatakan hal yang menyakitkan mengenai aku yang bukan keluarga intinya. Aku ingin bertemu mama dan papa, tapi aku tidak berani menginjakan kaki di rumah itu lagi." Sudah tidak ada air mata yang keluar, semua air mata Suzy sudah habis saat menangis bersama Sehun.
Jiyeon dan Baekhyun masih diam mendengarkan keluhan Suzy. Mendengarkan dengan seksama sebelum mereka memilih langkah terbaik untuk kedepannya.
Suzy menceritakan semua yang ia alami pada dua temannya ini. Perihal ia yang sudah tidak menempati apartementnya lagi. Ia yang juga dipindahtugaskan dan berganti atasan. Serta bagaimana Myungsoo mengakhiri hubungan mereka.
"Terlalu banyak, tapi... itu sudah aku coba untuk menyingkatnya sebaik mungkin." Cicit Suzy. Ia merasa tidak enak hati membuat Jiyeon dan Baekhyun mendengarkan cerita sampahnya ini. Dua temannya pasti sudah lelah dengan belajar mereka.
"Kau ingin aku apakan bajingan itu? Katakan saja." Jiyeon buka suara. Satu tangannya menggenggam erat tangan Suzy yang sudah dingin karena berkeringat.
"Aku menyuruh dia untuk menjagamu, memang tidak ada telinga sialan itu!" Maki Baekhyun.
Dari semua yang Suzy ceritakan, pokok permasalahan ini ada pada Myungsoo sialan bin bajingan ini. Jika saja pria itu lebih berani untuk mengakhiri hubungan mereka di depan orang tua angkat Suzy dan secara langsung di depan Suzy saat itu juga, temannya ini tidak akan semenderita ini.
Separah-parahnya Suzy hanya akan kehilangan Myungsoo, tidak akan kehilangan keluarganya untuk yang kedua kali.
"Tidak habis pikir aku dengan pria sialan itu. Jika bertemu lagi akan aku potong habis kelaminnya itu. Akan aku ajarkan padanya bagaimana cara menjadi seorang gentleman." Jiyeon tidak bisa untuk tidak berkata kotor. Kekesalannya benar-benar sudah memuncak.
"Kau kencani saja presdir mudamu itu. Anaknya juga pasti cantik dan tampan. Itu lebih menjamin." Jiyeon terdengar menggebu-gebu.
"Sudah."
"HAH?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Hope
FanfictionSuzy tak pernah meminta lebih akan sesuatu dalam hidupnya. Menapaki jalan yang sudah disiapkan oleh dua sosok yang selalu ia panggil dengan sebutan mama dan papa. Menjalani sisa hidupnya dengan semua rasa bersalah yang sudah ia pendam selama bertahu...