Menatap langit-langit kamarnya, Sehun berusaha untuk tetap berpikir positif. Mungkin ponsel Bae Suzy rusak, atau mungkin kehabisan daya, atau mungkin tidak ada jaringan. Dan semua kemungkinan itu selalu berganti-ganti dalam pikiran Sehun. Bagaimanapun juga dia tetap percaya pada Suzy.
"Monyet-monyet hutan itu sudah bangun belum ya?" Sehun malas sekali bergerak rasanya. Lelah. Untuk mengambil nafas saja Sehun rasanya payah.
Memaksa bangun tubuhnya, Sehun berjalan lunglai menuju empat kamar lainnya. Iya, mereka semua sudah punya kamar sendiri. Haowen bahkan menolak tidur di kamar yang sama dengan Sehun.
"Aku thudah dewatha!" Begitu katanya dengan tubuh yang delapan puluh persen terbalur bedak bayi.
Mengacak rambutnya asal, Sehun membuka terlebih dahulu pintu kamar Haowen. Si bungsu itu benar-benar sulit dibangunkan asal kalian tahu.
"Hao- kosong?" Sehun membuka makin lebar pintu kayu tersebut, memindai seluruh sudut kamar yang mana tahu Haowen secara tidak sadar mengubah posisi tidurnya.
Tanpa pikir panjang, Sehun langsung berjalan cepat menuju kamar Jasper. Jika salah satu sudah tidak ada di kamarnya, sudah pasti hasil akhirnya akan berkumpul di kamar yang paling besar.
Ceklek.
Persis!
Sama persis seperti perkiraan Sehun, mereka semua berkumpul di kamar Jasper. Tidur berdempet seperti pengungsi korban banjir.
Miris.
"Dalam hitungan tiga jika kalian tidak bangun, aku kunci kalian di dalam sini dan jangan berpikir untuk bisa kabur hingga acara nanti selesai." Ancam Sehun. Lelah sekali ia membangunkan anak-anak bengal ini. Setiap ada acara selalu saja membuat ulah mereka.
"Dad, aku sepertinya demam. Tidak bisa berangkat." Yeji mengangkat tangannya dari dalam selimut. Menunjuk dahinya yang sudah tertempel stiker penurun panas.
Dahi Sehun langsung berkerut tak percaya, berjalan mendekat dengan tangan yang bersemayam di dalam kantong baju tidurnya. "Jika ternyata kau hanya berpura-pura saja, tidak ada uang mingguan lagi untukmu."
Sret.
"Aku sudah sembuh. Sudah sehat dan bugar. Aku akan segera bersiap-siap, sampai jumpa. Make upku harus cantik menawan untuk memikat CEO muda kaya raya." Meloncat turun dari atas ranjang, Yeji melambaikan tangannya begitu saja. Jatuh miskin ia jika tidak ada uang nanti.
"Aku yang akan memilihkan CEO muda kaya raya untukmu." Balas Sehun. Enak saja, anak gadisnya harus mendapat yang terbaik. Sehun harus paham segala macam tetek-bengeknya.
"Itu juga jika dia mau dengan gadis pemalas sepertimu." Sinis Sehun dongkol. Mandi pagi dihari libur saja susah dia ini.
"Kalian bertiga masih belum beranjak? Ingin aku seret? Haowen? Pilih sosismu atau membangunkan hyungmu?"
Masih belum ada jawaban, Sehun memutar tubuh untuk menuju pintu. Biarkan saja anak-anak badung ini. Cocok memang jika Sehun kutuk menjadi batu!
"Jika lima menit lagi kalian belum bangun, stok sosis Haowen yang ada di dalam lemari pendingin daddy buang semua."
"Hyung! Thothith Haowen, hyung! Ayo ayo! Jangan thampai daddy membuang thothith Haowen!"
**
"Kita akan kedatangan teman baru minggu depan." Bisik Suho. Mereka masih berdiri bersebelahan seraya memeriksa kembali daftar tamu undangan untuk nanti.
Alis Suzy berkerut tak paham. Teman baru? "Siapa? Orang sungguhan atau sesuatu berbentuk benda?" Suzy memastikan. Jangan sampai ia naik pitam nanti ya. Jangan sampai ia membuat malu Siwon nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Hope
FanfictionSuzy tak pernah meminta lebih akan sesuatu dalam hidupnya. Menapaki jalan yang sudah disiapkan oleh dua sosok yang selalu ia panggil dengan sebutan mama dan papa. Menjalani sisa hidupnya dengan semua rasa bersalah yang sudah ia pendam selama bertahu...