0. Prelude: Orchestra

20.5K 1.1K 77
                                    

Selamat datang di Prolog dari A Brief Inquiry to Self-Discovery.

Buku ini merupakan remake dari buku berjudul DARA. Segala tokoh, adegan, dan alur akan disampaikan lewat versi yang lebih baik dari buku sebelumnya.

Dukungan berupa vote, komentar, dan antusiasme kalian akan sangat berarti untuk penulis.

Semua kalimat memakai yang memakai Bahasa Inggris atau istilah tertentu akan diterjemahkan di kolom komentar, jikalau belum ingatkan saja ya dengan cara tag penulis di kolom komentar.

selamat membaca!

. . .

Bab 0
Prelude: Orchestra

Di ruang yang menjelma gegap gempita seorang gadis berdiri di tengah sorot lampu utama. Sang konduktor menjabat tangannya, direspon sepatah kata terima kasih yang keluar dari bibirnya. Hatinya memeluk atmosfer gembira yang menyelimuti udara. Pandangannya kembali menghadap ke arah ratusan penonton yang memenuhi aula, memberi penghormatan terakhir karena telah menyaksikan pertunjukannya sampai akhir.

 Pandangannya kembali menghadap ke arah ratusan penonton yang memenuhi aula, memberi penghormatan terakhir karena telah menyaksikan pertunjukannya sampai akhir

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aksinya direspon oleh suara tepuk tangan yang menggema ke seluruh aula. Iris coklatnya berpendar ke barisan paling depan, menemukan sosok yang ia panggil Papa sedang bertepuk tangan atas pencapaian baru putrinya sebagai tamu undangan di Orchestra Kota Jakarta.

"Ladies and Gentlemen, this is Dvorak Symphony no.8 by Baylor Orchestra featuring Dara Atmadja on Piano."

Dara, gadis yang berdiri di tengah podium itu hanya punya satu kelebihan; bermain piano. Terhitung sudah sepuluh tahun gadis itu mengenalnya. Namanya tengah menjadi perbincangan di kalangan pecinta musik klasik sebab bulan lalu, Dara berhasil mencetakan namanya dikejuaraan paling bergengsi se-Asia, Schubert Piano Competition.

Berkatnya Dara mendapat undangan sebagai tamu di orchestra malam ini. Ambisi Dara rasanya semakin membara seakan berada di dalam kobaran api dan yang perlu Dara lakukan hanyalah mencari minyak tanah untuk membuatnya semakin panas. Kini ada banyak rencana yang tersusun tentang cita - citanya sebagai pianis.

Di tengah sorot utama yang meneranginya, tatapan gadis itu tertuju pada seorang wanita paruh baya yang berdiri di samping Papa, yang bergegas meninggalkan aula tanpa repot memberi ucapan selamat.

Bahunya turun dan senyumnya memudar, sebanyak apapun Dara berusaha, Nenek tidak pernah melihat ke arahnya. Bahkan di tengah podium dengan sorot lampu utama yang menerangi, Nenek tidak kunjung melihatnya.

Seolah pencapaian Dara di bidang musik tidak pantas mendapat kata selamat, seolah apa yang Dara lakukan adalah sebuah kesalahan, seolah bakat yang ia asah selama sepuluh tahun tidak ada artinya- Sial, Dara harus berhenti membuat asumsi di kepalanya.

Walk to 17th [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang