Empat Puluh Delapan: Jujur

108 16 0
                                    

Yosina menatap jam yang ada diponselnya terus menerus, ini sudah hampir satu jam Ariana dengan Gantara, Abelia dan Mahatma pergi untuk mengambil satu-satunya bukti terakhir yang bisa mengungkap identitas pelaku dari kematian Vinara.

Yosina benar-benar gugup dan takut. Ia tidak mau kehilangan siapapun lagi malam ini. Cukup sudah ia kehilangan satu-satunya sahabat dalam hidup dia.

Sedang sibuk dengan pikiranya, tiba-tiba sebuah alat yang diberikan oleh Ariana bergetar. Yosina mendadak panik, ia tau itu tanda bahwa Ariana beserta yang lain dalam bahaya. Buru-buru Ariana menelfon Hadinata untuk meminta bantuan. Untungnya, Hadinata merespon dengan cepat.

"Om, Ariana sama yang lain dalam bahaya." Itu suara Yosina dengan nada takut serta bergetar kepada Hadinata disebrang sana melalui panggilan telfon nya.

"Baik. Kamu tunggu saja, akan om pastikan mereka baik-baik aja."

Panggilan singkat itu kemudian berakhir. Yosina tidak bisa diam saja. Ia buru-buru menekan panggilan kepada orang yang kemungkinan bisa membantu Yosina dalam menolong Ariana serta yang lain.

"Gue tunggu lo di Taman deket apartemen yang gak jauh dari Anthurium, ajak cowok lo. Gue jelasin detailnya nanti dan gue mohon lo berdua dateng karena ini bergantung pada nyawa seseorang." Itu kalimat yang Yosina katakan lalu buru-buru pergi meninggalkan apartemen milik Ariana.

Yosina berlari dengan pikiran yang bermacam-macam mengenai keadaan Ariana dan lainnya. Ia sungguh tidak pernah se-khawatir ini setelah kematian Vinara. Dulu, rasa khawatirnya hanya diberikan kepada Vinara. Namun saat ini, khawatirnya berganti kepada Ariana, Gantara, Abelia dan Mahatma.

--
Yosina membelah jalan dengan mobilnya menggunakan kecepatan yang cukup tinggi. Lepas menjemput dua orang yang ia hubungi untuk menemaninya menolong Ariana, Barraham, Abelia dan Mahatma gadis itu pun dengan segera pergi menuju Anthurium.

"Lo yang bener aja Yos bawa mobilnya, kenapa sih?" Pertanyaan itu membiat Yosina tersadar bahwa saat ini tengah membawa 3 nyawa termasuk dirinya. Bukan hanya nyawa dia seorang.

Yosina mengurangi kecepatan berkendaranya, lalu menatap dua orang yang juga ada didalam mobilnya. Satu duduk dikursi penumpang sebelah dia, dan yang satu lagi di belakang.

"Gue bakal jelasin secara inti dan garis besarnya. Jadi, Ariana itu bukan anak yang seumuran sama kita. Dia 10 tahun diatas kita. Dia datang buat ungkap kematian Vinara. Saat ini dia dengan dua pathnernya dan juga Mahatma lagi dalam bahaya di Anthurium ketika berusaha ambil satu-satunya bukti yang menjelaskan pelaku dari kematian Vinara."

"Tunggu, jadi kematian Vinara itu ada seseorang dibaliknya?" Yosina mengangguk, "Bener Man, ada seseorang dibaliknya."

"Nggak bentar gue masih bingung. Jadi, Ariana itu nyamar? Terus sekarang lo minta gue dan Salman bantu untuk selamatin mereka?"

"Iya Re, gue terpaksa minta tolong kalian karena saat ini, gue gak tau lagi harus minta bantuan ke siapa. Sebenernya Hadinata juga udah bergerak, tapi gue ngerasa gak tenang."

Iya orang yang dihubungi oleh Yosina adalah Salman dan Rea.

"Lo kenapa gak hubungi Jerga juga? Setidaknya, kita bisa dapet bantuan fisik dari dia." Salman berucap, Yosina terdiam membisu. Sejujurnya dia juga sama sekali tidak terpikirkan untuk menghubungi cowok itu.

Yosina, masih mencurigai Jerga terlibat dalam kematian Vinara.

"Dia pelaku atas kematian Vinara untuk saat ini sampai bukti penting itu kita dapetin. Gue gak bisa cerita detailnya sekarang, tapi justru gue berfikir bahwa dia terlibat dalam rencana malam ini dimana Ariana dan yang lain dalam bahaya."

Salman dan Rea mengangguk paham. Ia mengerti posisi dan keadaan Yosina. Keduanya juga tau seberapa dekat Yosina dan Vinara sebenarnya. Jangan lupakan bahwa keluarga mereka sering bertemu sejak kecil untuk pertemuan para pengusaha besar pada pesat tahunan.

Tanpa terasa keduanya sampai pada Anthurium. Yosina memberhentikan mobilnya pada tempat yang sering ia gunakan ketika ingin menelusup masuk Anthurium untuk mengambil soal ujian dan jawaban.

"Yos bentar, gue rasa banyak orang-orang yang bersenjata. Penjaganya juga keliatan lebih banyak dari biasanya. Lo yakin kita bisa bantu mereka?" Salman bertanya setelah melihat keadaan diluar yang menunjukkan tidak biasa.

Rea dan Yosina mengangguk setuju dengan ucapan Salman.
"Bentar, gue kayaknya tadi lihat ada mobil Ariana. Kita kesana dulu!" Yosina berucap lalu berputar untuk menuju mobil yang digunakan Ariana dan sempat mereka lewati.

"Yos, lo mau ngapain?"

Yosina mengajak Salman dan Rea mengikutinya. Kemudian, Yosina berusaha membuka pintu mobil tersebut dengan alat-alat yang ia miliki. Jangan lupakan bahwa Yosina sebetulnya cerdas dan sudah biasa membobol ruang kepala sekolah sebelumnya.

"Woi Yosina anjing! Lo kok bisa?" Rea berucap dengan takjub karena pintu mobil dengan mudah terbuka.

"Bakat terpendam." Jawaban singkat itu keluar dari bibir Yosina.

Yosina lalu mengobrak abrik isi mobil milik Ariana.
"Ariana itu mata-mata, senjata dia dimana-mana. Tersembunyi pada tempat yang gak terfikirkan. Nah ketemu!" Ujar Yosina dengan senang.

Yosina menemukan sebuah pintol di bawah bangku penumpang yang kemudian ia sembunyikan dibalik kaos yang ia kenakan. Setelah itu mencari beberapa senjata lain dan menemukan sebuah pisau yang diberikan kepada Salman setelah itu ada sebuah alat tonfa yang ia berikan kepada Rea.

"Dah ayo! Kita harus cepet."

Yosina kemudian bergerak bersama Rea dan Salman untuk menuju Anthurium segera.

Rea benar-benar takut sebenarnya, sementara Salman juga berusaha untuk berani demi Rea.

"Re, kita hubungi Barraham yuk." Itu permintaan Salman.

"Jangan! Semakin banyak orang, akan lebih rumit." Yosina melarang.

Yosina memimpin didepan, ia yang pertama membuka akses yang khusus digunakan para pekerja kantin serta pengantar catering. Sebuah jalan keluar-masuk yang tidak dijaga dan mudah sekali dimasuki. Bahkan karena Ariana dan yang lain sudah membukanya, Yosina tinggal masuk saja bersama dengan Salman dan Rea.

Suara tembakan terdengar memekik telinga. Membuat Yosina, Rea dan Salman spontan memberhentikan langkahnya.

"Yos, telfon polisi aja yuk!" Ajak Rea ketakutan.

"Gak keburu," balas Yosina.

Mereka berusaha melanjutkan langkah lagi, namun ada seseorang  yang menarik Yosina dan spontan membuat Rea dan Salman mengikuti kepergian Yosina itu.

"Loh, Jerga?" Kompak Rea dan Salman melihat pelaku yang menarik Yosina dan membuat mereka tidak jadi masuk terlalu dalam ke Anthurium.

Yosina menatap cowok yang masih menahan pergelangan tangannya itu, tatapannya terlihat marah namun sendu.

"Bahaya, ngapain disini?"

"Gak usah ikut campur!" Bantah Yosina berusaha melepaskan tangan Jerga dari lengannya.

"Gue berhak ikut campur untuk keamanan lo." Tegas Jerga lagi.

"Gak usah berpura-pura berada di posisi yang sama kalau nyatanya lo itu pelaku utama." Yosina berucap. Ia tidak benar-benar menuduh Jerga. Itu hanya ucapan yang ia katakan agar Jerga tidak lagi bersikap seolah-olah ingin menjaganya.

Yosina sudah tidak ingin terlibat lagi dengan Jerga. Jerga melepaskan genggamannya. Ia menatap Yosina dalam-dalam.

"Gue janji bakal buktiin semuanya." Jerga berucap lagi dengan keyakinan dan berharap bahwa Yosina setelah itu mempercayainya.

Yosina hanya diam, dalam hati gadis itu menjawab

'Gue tunggu. Gue masih yakin lo gak seburuk itu'

To be continue...

KAMUFLASE [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang