Enam: Ekskul

174 22 2
                                    

"kamu harus mengisi setidaknya satu ekstrakulikuler, Ariana." Ariana hanya bisa menatap sendu ke arah wali kelasnya, Bu Rima.

Sudah 15 menit dari bel jam pulang sekolah dibunyikan. Beberapa teman-teman nya mungkin sudah dalam perjalanan pulang. Tapi, masih ada juga yang beraktivitas dilingkungan sekolah. Hanya untuk berbincang, mengerjakan tugas atau melakukan aktivitas ekstrakurikuler.

"Bu, tapi kan saya udah kelas 12 ya. Apa sebaiknya gak usah aja?" Ariana masih berusaha bernegosiasi untuk tidak ikut ekstrakurikuler apapun. Ia bukannya malas, hanya tidak tau ingin masuk ekstrakurikuler apa.

"Gak bisa Ariana. Sudah menjadi peraturan wajib disekolah bahwa semua murid minimal mengikuti satu ekstrakulikuler. Jika tidak, kamu bisa kena sanksi atau dikeluarkan dari sekolah." Ariana berpikir sejenak dengan apa yang Bu Rima katakan. Sungguh peraturan sekolah yang sangat tidak masuk akal menurut nya. Masa tidak ikut ekstrakurikuler saja sampai berpotensi dikeluarkan dari sekolah.

"Rea masuk ekskul apa Bu?" Ariana bertanya penasaran, ia belum tau ekstrakurikuler apa yang teman sebangkunya itu ikuti, "Rea masuk ekstrakurikuler cheerleaders" Bu Rima menjawab.

"Hmm saya gak suka kegiatan yang begitu." Ariana berucap. Membuat Bu Rima berinisiatif untuk membantu muridnya itu berfikir, "Gimana kalau ekskul musik? Ibu denger hari ini kamu main piano nya keren. Bahkan jadi bahan omongan guru-guru, katanya kamu berbakat." Bu Rima memberi saran. Ariana menggeleng dengan lesu, "saya gak suka main musik. Terutama Piano. Saya bisa karena dulu terpaksa belajar." Ariana menjelaskan keadaannya.

"Gimana kalau kamu lihat-lihat dulu ruangan ekskul yang hari ini ada jadwal kegiatan. Misalnya photography, basket, Tari tradisional, dan renang. Besok ibu minta keputusan nya dimana kamu ikut ekstrakurikuler." Bu Rima memberi saran. Ariana lalu mengangguk mengerti lalu berjalan keluar.

Ia berjalan melewati beberapa ruangan ekstrakurikuler yang hari ini sedang ada jadwal kegiatan. Mulai dari basket, renang, tari tradisional dan terakhir photography. Ariana memasuki ruangan ekstrakurikuler yang aktivitasnya mengambil gambar itu.

Didalamnya tidak terlihat satupun orang yang ada, kaki-kaki Ariana berjalan melihat beberapa hasil dari pengambilan gambar dari anggota ekstrakurikuler photography yang disusun sangat rapih pada dinding dengan frame.

"Ngapain kesini?" Suara yang terdengar sangat tegas itu berasal dari belakang Ariana. Gadis itu dengan cepat menoleh dan mendapati Mahatma tengah berdiri diambang pintu masuk ruang Photography dengan kamera yang bertengger dilehernya, "liat-liat aja." Jawaban singkat Ariana tak dibalas apapun dari Mahatma. Cowok itu justru melangkahkan kakinya memasuki ruangan dan meletakan kamera diatas meja.

"Gue boleh join ekskul lo?" Ariana bertanya, namun terdengar seperti meminta persetujuan dari sang ketua ekskul photography, Mahatma. Cowok itu bersidekap dada, menyenderkan badannya pada meja yang digunakan untuk meletakkan beberapa alat ekskul mereka, "berikan tiga alasan menarik kenapa mau ikut ekskul ini." Mahatma berucap dengan tatapan tajam kepada Ariana.

Ariana terdiam beberapa saat, ia bingung alasan apa yang bisa diberikan. Ia hanya ikut ekskul karena itu wajib supaya dirinya tidak dikeluarkan dari sekolah. Tapi, jika ia menjawab seperti itu sudah pasti Mahatma tidak akan mengizinkan dia untuk bergabung.

"Gue suka foto objek, Gue suka kegiatan yang gak melelahkan dan gue suka Lo." Jawaban asal Ariana yang terakhir membuat ekspresi Mahatma berubah. Seperkian detik kemudian Ariana tertawa, "yang terakhir bercanda. Gue gak tau alasan terakhirnya apa. Gue kepikiran dua doang." Mahatma yang mendengar itu hanya menatap Ariana malas, "satu alasan lagi lalu gue jawab apakah lo boleh join." Ariana berdecak kesal dengan ucapan Mahatma. Ia berfikir sejenak lalu menjawab dengan yakin, "karena gue harus ekskul, dah itu."

Mahatma berjalan menuju lemari penyimpanan berkas dan lain-lain, lalu menghampiri Ariana dan menyerahkan sebuah kertas, "isi data diri buat database anggota." Selepas Ariana menerima kertas tersebut, Mahatma lalu berjalan sedikit menjauh. Cowok itu ingin melihat hasil fotonya. Sementara Ariana sudah tersenyum puas. Dia bahkan bersorak senang.

Tok..tok..tok
"Maaf gue mau anter berk-.." suara seseorang yang tiba-tiba datang terhenti, membuat Mahatma dan Ariana menoleh ke arah sumber suara.

"Loh Baraham?" Ujar Ariana terkejut dengan kehadiran cowok itu. Ya, yang tiba-tiba datang adalah Baraham.

"Ada apa?" Mahatma lebih dulu bertanya, "ngasih berkas lomba photography nih titipan osis." Penjelasan Baraham dibalas anggukan dari Mahatma, cowok itu berjalan dan mengambil kertas tersebut.

"Lo ekskul photography?" Baraham bertanya pada Ariana yang tengah mengisi formulir data diri ekskul photography. Ariana hanya mengangguk tanpa menjawab melalui suara.

"Gue denger lo tadi jago banget main piano. Kenapa gak ekskul musik?" Pertanyaan Baraham dibalas gelengan Ariana, tanpa sadar Mahatma ikut memperhatikan dua orang tersebut. Merasa tertarik dengan topik yang sedang dibicarakan. Mahatma juga penasaran kenapa Ariana tidak mengambil ekskul musik padahal jelas-jelas bakatnya ada.

"Gue gak suka main musik. Bisa main piano dan beberapa alat musik karena dulu gue harus dan diwajibkan ikut les sama orang tua gue. Sebenarnya jiwa gue itu bukan di musik." Ariana menjelaskan. Mahatma hanya terdiam, sementara Baraham membalas dengan anggukan saja.

"Baru lo dan.. Vinara yang bisa main piano sebaik itu," ujar Baraham dengan hati-hati. Ariana yang mendengar nama 'Vinara' langsung menghentikan kegiatan nulisnya. Ia lalu menatap Baraham, "Vinara juga sama lo mirip dari segi fisik," ujar Baraham sambil melihat Mahatma yang saat ini sudah menatap Ariana dari kejauhan.

"Mata lo! Jangan liatin Ariana, suka nanti." Ujar Baraham pada Mahatma yang mampu menyadarkan cowok itu agar tak lagi memperhatikan Ariana. Sementara Ariana hanya menatap bingung kearah Mahatma, "Gak bakal suka," jawab Mahatma dengan yakin. Ariana yang mendengar itu langsung membalasnya, "Emang gue juga suka lo? Enggak ya!"

"Lo bilang Vinara mirip sama dia? Jauh. Vinara lebih lembut, gak kayak dia... bar-bar." Mahatma berucap pada Baraham yang dibalas tatapan kesal serta tajam dari Ariana, lalu Baraham hanya tertawa melihat reaksi dari Ariana.

"Gue mau tanya. Vinara itu kelas berapa? Dulu ikut ekskul apa?" Tanya Ariana bertubi-tubi. Baraham menggaruk kepalanya yang tidak gatal, bingung harus menjelaskan seperti apa. Disisi lain, Mahatma justru menatap Ariana dengan bingung, "kenapa lo pengen tahu tentang dia?" Tanya Mahatma.

"Ya kenapa sih emang?" Balas Ariana. Baraham yang melihat itu segera menenangkan Ariana, "Vinara itu kelas IPA 1 dari jamannya dia duduk dikelas 10. Konsisten pinternya. Ikut ekskul English Club waktu itu," balas Baraham. Mahatma hanya diam, memperhatikan Ariana yang mendengarkan penjelasan Baraham sangat serius.

"Terus, dia ditemukan bunuh diri dimana?" Pertanyaan Ariana yang diluar dugaan membuat Baraham diam. Sementara Mahatma sudah menahan kesal, "Buat apaansi lo nanya-nanya begituan? Penting banget?" Ujar Mahatma dengan nada tinggi.

"Gue cuma nanya, Mahatma!"

"Ya apa untungnya lo tau? Lo mau ngapain? Gak usah lakuin hal aneh!" Ucapan Mahatma membuat Ariana kesal, "Kenapa sih lo selalu aja sensitif kalau gue bahas Vinara?" Ariana berucap dengan kesal.

"Gue gak pernah suka ada yang omongin soal kematian Vinara," balas Mahatma tegas lalu pergi meninggalkan Ariana dan Barraham.

Barraham menenangkan Ariana. Ia benar-benar sudah duga kalau Mahatma akan marah dengan sangat besar.

"Mahatma sama Vinara itu deket banget. Kematian Vinara, buat Mahatma jadi sensitif tentang apapun yang berhubungan dengan Vinara. Sikap Mahatma berubah. Dulu anggota osis yang teladan, berubah jadi melanggar banyak aturan. Terutama soal mengekspos dokumentasi bukti hal-hal buruk yang dilakukan pihak sekolah. Udah dua kali buat heboh. Pertama soal penggelapan dana wisuda tahun lalu, dan kedua tentang penyuapan untuk jabatan oleh beberapa guru."

Ariana hanya diam, mendengarkan apa yang Baraham sampaikan.

"Gue jadi gak enak," ujar Ariana dengan rasa bersalahnya, "besok minta maaf sama dia." Ucapan Barraham diangguki patuh Ariana.

To be continue...

Terima kasih yang sudah membaca! Semangat puasanya bagi yang menjalankan!

KAMUFLASE [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang