Dua Puluh Sembilan: Penasaran

112 20 0
                                    

"jadi, untuk pembagian kelompok nya sudah ibu share room chat grup," ujar seorang guru Bahasa Jepang. Disekolah mereka, ada mata pelajaran bahasa dari negara lain yang wajib dipelajari.

Semua anak kelas Ariana pun langsung membuka ponselnya, mencari nama masing-masing serta mulai menghampiri teman-teman satu kelompok.

Ariana berdecak kesal kala melihat namanya bersatu dengan Mahatma, Rea, dan Jerga. Ia benar-benar malas, mengapa harus disatukan dengan dua cowok yang paling menyebalkan menurut dia.

"Ahelah bisa protes gak sih? Gue males sekelompok sama Mahatma dan Jerga," ujar Ariana sambil memasang wajah kesal. Rea yang berada disebelahnya pun mengerutkan keningnya, bingung.

"Hah? Tumben lo kesel sama Mahatma, kemarin abis dikasih susu sama roti kan. Ada masalah apa lo?" Rea bertanya dengan penasaran, "Gue dari awal emang selalu kesel sama Mahatma. Kapan gue gak kesel sama dia?" Balas Ariana.

"Udah ah, ayo! Ama gue ini, aman lah." Rea langsung menarik Ariana untuk menghampiri Mahatma dan Jerga yang letaknya berdekatan.

Keempatnya duduk dengan empat buat meja dan kursi yang digabungkan. Rea membuka laptopnya, melihat tugas yang diberikan melalui website khusus info pelajaran, bahan atau materi pelajaran, serta tugas.

"Ini kita disuruh cari satu video dari podcast di Jepang, terus harus terjemahkan ke dalam bahasa Inggris." Rea menjelaskan. Jerga menyenderkan kepalanya di kursi dan memejamkan matanya.

"Gue gak bisa bahasa Jepang, dari kelas 10 nilai gue pas-pasan." Rea berucap dengan senyum merasa tidak enak diakhir. Sementara Ariana hanya diam saja, belum mau membuka suara.

"Ini kita kayaknya salah deh satu kelompok. Gue tau banget Mahatma, lo juga gak bisa kan? Kita sering ketemu di kelas perbaikan nilai ujian bahasa Jepang," ucap Rea pada Mahatma yang diangguki singkat oleh Mahatma.

Ariana melirik sekilas cowok itu, Ariana dalam hati tertawa. Bisa-bisa nya Mahatma tidak pandai berbahasa Jepang sedangkan ayahnya sangat fasih. Ariana beberapa kali bertemu dengan ayah dari Mahatma yaitu Atmaja yang juga musuh besar Hadinata.

"Lo gimana Jer? Gue gak pernah liat lo di perbaikan nilai ujian bahasa Jepang." Jerga tidak merespon ucapan Rea. Ariana yang melihat itu pun melempar Jerga dengan menggunakan pulpen yang terletak diatas meja ia tempati.

Jerga yang diperlakukan seperti itu pun terkejut dan bangun, menatap Ariana dengan sengit.

"Kita lagi kerja kelompok, bukan jadi babu buat nilai lo." Ariana berkata dengan kesal pada Jerga.

"Berisik," balas Jerga kesal.

"Udah-udah, ngapa jadi berantem? Jer nilai bahasa Jepang lo bagus gak?" Rea bertanya penasaran, menunggu kepastian dari Jerga.

"Lo selalu ambil soal ujian sebelum waktunya kan? Itu salah satu alasan lo dapet nilai bagus, Jerga." Mahatma berucap sambil menatap tajam Jerga. Rea yang baru tahu fakta itu pun menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Sedangkan Ariana hanya melihat interaksi dua cowok tersebut.

"Kalau iya kenapa? Mau protes, lapor? Laporin aja, kalau lo ada bukti." Jerga menantang.

"Berisik lo berdua. Mending cari deh podcast yang mau dipake. Kalau udah nemu, kasih gue. Nanti gue terjemahkan dan ditulis sama Rea. Kalau lo berdua gak mau kerjasama di tugas kelompok ini, gue gak akan segan-segan buat hilangkan nama kalian di hasil tugasnya." Ariana mengancam.

"Marah-marah mulu lo, kayak orang tua." Jerga menghinanya. Ariana hanya diam, ia menatap tajam Jerga. Ia dalam hati menanggapi ucapan Jerga, mengiyakan bahwa dirinya memang sudah cukup tua dibandingkan semua yang ada dikelas mereka kecuali guru nya tentu saja.

"Ini butuh berapa podcast?" Mahatma bertanya pada Ariana, "tanya aja ke Rea, gue males ngomong sama lo. Re, gue ke toilet."

Ariana bangkit dari duduknya, lalu pergi meninggalkan mereka. Membuat Mahatma yang diperlakukan seperti itu pun bingung. Sementara Rea dan Jerga hanya diam. Rea sudah tau bahwa Ariana sedang sensi dengan Mahatma hari ini entah alasannya apa. Sedangkan Jerga hanya saja tidak perduli.

Disisi lain, Ariana berjalan sendiri menuju toilet yang berada di lantai kelas Yosina. Ia butuh informasi dari gadis itu. Sengaja Ariana berjalan melewati depan kelas gadis itu, melihat kedalam jendela dan memberikan kode isyarat kepada Yosina agar keluar dan menemui nya.

Yosina yang kebetulan melihat pun langsung paham. Gadis itu izin keluar kelas untuk ke toilet guna menemui Ariana yang sudah menunggu didalamnya.

Tepat saat Yosina masuk, Ariana langsung menutup pintu toilet rapat-rapat. Bersidekap dada serta bersandar pada wastafel yang ada.

"Ada apa?" Yosina orang pertama yang membuka suara, "Gue butuh informasi dari lo."

"Apa? Gue tau seluruh hal yang terjadi disini." Yosina menyombongkan diri, "gak semua. Lo melewatkan satu, Lo gak tau soal kematian Vinara." Ucapan Ariana membuat Yosina diam.

"Gue langsung aja. Lo ada informasi apa soal Mahatma."

Yosina diam beberapa saat, mengambil nafas lalu dihembuskan dengan berat. Gadis itu menatap Ariana serius.

"Dia orang kaya, dari keluarga Atmaja. Ada yang bilang, bokap nya tergabung dalam aliansi mafia di Jepang. Ketua osis dulu, dan lepas jabatan walau belum akhir masa Periode nya karena kematian Vinara. Dia selalu berontak ke Anthurium semenjak Vinara meninggal. Gak ada yang tau alasan utamanya apa. Tapi, gue punya teori sendiri. Teori bahwa alasan Mahatma seperti itu karena Anthurium ada sangkut pautnya dengan kematian Vinara." Yosina menjelaskan, sementara Ariana menyimaknya.

"Tunggu, kenapa Mahatma segitunya sama Vinara? Setau gue mereka gak pacaran, cuma berteman." Respon Ariana dihadiahi tawa ringan oleh Yosina.

Yosina berjalan mendekati Ariana, menatapnya dengan senyum sinis.

"Sejak Mahatma dan Vinara menginjakkan kaki di Anthurium dan ketemu, Mahatma udah suka sama Vinara. Tapi, sayangnya Vinara hanya anggap perasaan itu sekedar pertemanan."

Ariana baru tau jelas fakta tersebut. Selama ini ia hanya tau bahwa Vinara dan Mahatma dekat saja tapi sekedar teman karena Vinara juga mempunyai seseorang lain yang disukainya. Dan rumor mereka berpacaran hanya sebuah rumor yang disebarkan tanpa ada keterangan jelas serta resmi.

Ariana baru tau, pantas saja Mahatma selalu totalitas jika perihal Vinara.
"Lo tau mereka ada masalah sebelum Vinara meninggal?"

"Perasaan Mahatma besar ke Vinara. Tapi pada saat itu, Vinara gak balas perasaan Mahatma. Lo tebak sendiri aja, kemungkinan apa yang terjadi."

"Apa? Gue males mikir," balas Ariana yang direspon decakan oleh Yosina.

"Mahatma sempet menjauh dari Vinara. Sampai akhirnya, berita kematian Vinara tiba. Orang yang hampir acak-acak Anthurium adalah Mahatma. Setelah berita kematian Vinara naik ke media dan dia kala itu."

Ariana terdiam. Semua puzzle yang selama ini terpisah satu per satu mulai terbentuk dan terlihat jelas. Ariana sudah dekat, sebentar lagi semua akan terungkap.

"Makasih, gue cabut." Ariana berucap lalu pergi meninggalkan Yosina.

Bekerjasama dengan musuh awal mu memang suatu hal yang sama sekali tidak buruk, batin Ariana.

To be continue....

KAMUFLASE [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang