Lima Puluh Satu: Pelaku

120 11 0
                                    

Mahatma berusaha melepaskan tali yang mengikat kedua tangannya. Ariana yang melihat itu menatap Mahatma dengan tidak tega.

"Tunggu sebentar lagi." Ariana memberikan sebuah kalimat tanpa suara kepada cowok tersebut.

Mahatma kemudian terdiam menurut. Ia entah mengapa selalu merasa tersihir dengan ucapan yang keluar dari mulut Ariana.

Abelia dan Gantara yang sudah mengerti bahwa Ariana telah menekan alarm bantuan pun memilih untuk diam guna mengumpulkan tenaga karena yakin bahwa sebentar lagi mereka akan dihadapi perkelahian besar.

Abelia dan Gantara selalu yakin kepada Ariana dengan segala taktik dan strategi yang gadis itu miliki. Bekerja selama bertahun-tahun membuat ketiga nya saling mengenal. Dan saat ini, bukan yang pertam mereka dalam situasi sulit dan bahaya. Bahkan ini belum terbilang bahaya sebab ketiganya sudah pernah menemui yang lebih berbahaya.

Suara pintu masuk utama lapangan indoor terdengar terbuka, sosok seseorang yang tidak mereka sangka adalah pelaku dari semua kejahatan atas kematian Vinara pun terlihat. Wajahnya tersenyum dengan tongkat bassball ditangan kanan serta tangan satunya memegang permen gagang yang masuk pada mulutnya.

Raut wajah itu sama sekali tidak ada ketakutan dan menyesal.

"Mahatma sebentar lagi kita akan rayakan kebersamaan kita! Gak akan ada lagi hal yang buat aku jauh dari kamu."

Kaalana berucap dengan riang sambil mendekati tubuh Mahatma. Cowok itu memberikan tatapan tajam tidak suka.

"Mahatma, CCTV yang kamu selalu usahain ambil itu akan musnah! Dan aku gak akan ditangkap karena bukti satu-satunya hilang sebentar lagi." Kaalana tertawa dengan puas.

Ariana tidak suka mendengarnya,
"Pengecut lo!" Ariana berucap kepada Kaalana.

Yang menjadi tersangka pun menoleh menatap Ariana sengit, "maksud lo?"

"Lo pengecut! Buat miliki seseorang sampai hilangin nyawa orang lain!"

Kaalana berjalan mendekati Ariana dan menjambak rambut gadis itu hingga Ariana meringis kesakitan serta wajahnya terpaksa mendongkak.

"Tutup mulu lo! Lo itu gak tau apa-apa, Ariana. Lo fikir alasan gue bunuh sampah itu hanya karena dia yang berhasil rebut atensi dan hati Mahatma? Enggak! Ada alasan lain dan lo gak berhasil tau itu. Masih pantes lo sebut diri lo mata-mata?" Kaalana mengejak.

Ariana benar-benar merasa tertohok. Ia sekuat tenaga menahan kesal didadanya. Air matanya sampai-sampai hampir lolos begitu saja.

"Kaalana berhenti! Gue gak pernah suka cewek kasar, jadi berhenti sakitin Ariana."

Kaalana tidak mendengarkan ucapan Mahatma. Ia justru memperkencang tarikan pada rambut Ariana.

"Kamu fikir aku akan nurut? Udah cukup selama ini aku nahan liat dia godain kamu!"

Mahatma menatap intens Kaalana, "gak pernah ada yang godain aku. Kedekatakan Ariana dengan aku, semua hal yang terjadi di antara kita pun bukan kemauan dia, tapi karena aku. Aku yang memilih untuk lakuin itu."

Kaalana diam. Ia menatap Mahatma dengan air mata yang membendung, "Aku jatuh cinta sama kamu! Kenapa kamu gak sadar? Semua perhatian aku, semua hal kecil yang selalu aku usahakan buat kamu. Aku rela masuk osis demi kamu, dan aku rela keluar osis saat kamu keluar. Kamu masih gak liat aku, Mahatma!" Kaalana berteriak dengan tangis.

Bagi siapapun yang mendengar itu, sangat jelas bahwa Kaalana serius dengan ucapannya. Bahkan sampai terdengar begitu miris.

"Maafin aku, Kaalana. Maaf karena aku bodoh dan tidak peka sampai abaikan semua itu." Mahatma berucap.

KAMUFLASE [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang