Tiga Puluh Sembilan: Ralien

104 12 0
                                    

"jadi menurut lo, justru Ralien itu tau semuanya?" Abelia memastikan kepada Yosina setelah mendengarkan ucapan gadis itu.

Tadi, Yosina sempat memberitahu mereka bahwa Ralien itu juga salah satu orang yang sudah mengetahui bahwa cowok yang menjadi kekasih Vinara bukan Mahatma. Dan Ralien juga orang yang tau lebih banyak juga tentang Vinara.

"Tapi, dia cerita sama gue gak tau siapa cowok yang menjadi kekasih Vinara itu. Oh dia cuma bilang kalau Vinara suka sama cowok lo, Jerga."

Yosina nampak terkejut. Ia menatap Ariana dengan tatapan yang sulit diartikan. Semua orang secara otomatis juga menatapnya. Hanya ada Tana orang masih mencocokkan segala informasi yang baru ia dengar dan juga Mahatma dengan segala kebingungan nya atas informasi yang sangat baru ia tau itu.

"Jerga? Vinara suka sama Jerga?" Mahatma memastikan.

Ariana menatap cowok itu dengan sedikit iba. Pasalnya, dari wajah Mahatma memancarkan sebuah kesedihan sebab baru mengetahui fakta tersebut.

"Lo gak tau?" Gantara berucap pada Mahatma yang dibalas gelengan perlahan cowok itu.

"Lo pacaran sama Jerga sejak kapan?" Ariana menodongkan Yosina sebuah pertanyaan secara tiba-tiba, "Dari kelas sepuluh. Gue sama dia udah cukup lama," balas Yosina singkat.

Ariana hanya mengangguk-anggukan kepalanya mengerti.
"Gue harus tanya Ralien nanti, lo ikut gue." Ariana berucap tanpa minta dibantah kepada Yosina. Yang ditunjuk hanya diam dan tak bereaksi apapun.

Sementara itu, Mahatma yang masih kepikiran dengan fakta perihal Vinara dan Jerga yang dekat pun membuat Ariana harus menyadarkan cowok itu.

"Lo ada informasi apa?" Arina melembutkan nada bicaranya. Ia tahu bahwa pikiran Mahatma sedang tidak fokus. Ariana juga sengaja mengalihkan pembicaraan menjadi pembahasan yang lain karena dia menyadari bahwa topik Jerga dan Vinara yang dekat sensitif bagi Mahatma yang baru mengetahui fakta itu.

"Lo inget soal ruangan di perpustakaan yang lagi gue coba bobol dan beberapa kali ketahuan sama lo?" Mahatma membuka suara. Ariana mengangguk sebagai jawaban atas ucapan Mahatma yang lebih seperti memastikan itu.

"Itu ruangan gue duga isinya bukti dari kematian Vinara. Rekaman CCTV yang hilang ada disana. Ruangan itu dikunci dengan sistem keamanan yang gue gak paham gimana. Tapi, gue udah coba pakai semua alat yang gue tahu. Hasilnya nihil, itu pintu gak terbuka."

"Ruangan apa?" Yosina bertanya karena penasaran.

"Ruangan itu sih dikenal orang-orang sebagai gudang penyimpanan buku lawas atau kertas ujian yang menjadi arsip." Yosina hanya menganggukkan kepalanya mengerti.

"Kenapa lo bisa mikir itu isinya bukti CCTV?" Gantara yang tertarik pun bertanya.

"Itu ruangan sebelumnya gak dikunci, tapi setelah kasus kematian Vinara mendadak jadi ruangan yang terkunci rapat. Seakan-akan gak boleh ada satupun orang yang memasuki nya. Selain itu, gue juga sebenarnya curiga satu hal."

Mahatma menjelaskan dengan wajah yang serius. Ariana menatapnya dengan seksama. Disamping gadis itu ada Tana yang sedari tadi menyimak semua percakapan mereka. Walau dia orang yang tidak terjun langsung dalam menangani kasus tersebut, tapi Tana mengenal Vinara dengan baik. Ia juga sudah menganggap Vinara sebagai adiknya sama seperti yang Ariana lakukan.

"Kenapa?" Abelia yang sudah penasaran pun langsung bertanya tidak sabaran.

"Dihari kematian Vinara itu tepat banget sama ujian harian telah dilaksanakan. Gue yang masih menjabat sebagai ketua osis kala itu dateng ke sekolah pagi-pagi buta. Gue belum tau kalau Vinara meninggal di deket loby. Tapi, gue lebih dulu liat kepala sekolah dengan grasak-grusuk nya ke perpustakaan dan masukin sesuatu ke dalam ruangan gudang itu. Setelah itu, gue denger teriakan salah satu anak murid yang kebetulan udah dateng pagi-pagi buta bahwa ada tubuh Vinara yang banyak darah dengan posisi seperti jatuh dari gedung atas sekolah."

"Lo yakin sama semua ini?"

Mahatma menatap Gantara yang seperti setengah percaya padanya, "Gue waktu itu emang dateng pagi-pagi buta karena harus masukin kertas ujian harian ke arsip perpustakaan. Tapi, malah liat kepsek disana. Gue emang punya kunci perpustakaan karena dikasih sebagai orang yang sering berurusan disana."

Yosina diam. Ia baru mengetahui fakta itu, jujur ia bener-bener tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.

"Kepala sekolah kalian itu, dipilih melalui apa?" Tana yang tiba-tiba semakin tertarik pun ikut masuk dalam obrolan.

"Dipilih sama komite orang tua." Yosina menjawab.

"Bel, cari tahu kepala sekolah Anthurium. Semua seluk beluk nya." Ariana memberikan tugas kepada Abelia yang dianggukinya.

"So, besok gue sama Yosina bakal tanya ke Ralien perihal semua informasi yang dia milik, kalau dia masih tahan-tahan gue bakal ancam dengan membuka identitas gue sebagai pendukung nya."

"Menyalahgunakan kekuasaan." Yosina berdecih kepada Ariana.

"Gak suka aja lo!" Sahut Ariana.

Semua yang melihat itu hanya menahan tawa mereka. Benar-benar kelakuan Ariana yang sudah berumur 27 tahun tidak jauh berbeda dengan Yosina.

"Malam nya jika memungkinkan, kita ke ruangan yang lo maksud. Soal kunci keamanan, tenang aja Gantara itu kayak ledeng pintu. Dia bisa buka semua pintu." Ariana berucap membuat Tana dan Abelia tertawa.

"Kurang ajar lo!" Balas Gantara tidak terima.

"Mahatma, lo kenapa gak ambil alat-alat bokap lo? Dia sering berurusan sama bobol pintu, asal lo tau." Abelia membuka topik pembicaraan baru. Mahatma yang mendengar itu pun hanya diam.

Ariana tahu bahwa hubungan antara Mahatma dan sang ayah tidak baik. Ayah yang Ariana sudah ketahui identitas nya itu, Atmaja. Musuh bebuyutan Hadinata dan orang yang membuat Ariana kesal dan ingin segera menghabisi nyawanya.

"Gue males bergantung sama dia." Mahatma menjawab singkat.

Setelah itu perbincangan mereka berlanjut hingga tengah malam dan Yosina pamit untuk tidur lebih dulu bersama Abelia. Sedangkan Tana memutuskan untuk membantu Gantara menyiapkan keperluan untuk membobol pintu keamanan ruangan gudang dalam perpustakaan yang mereka bicarakan tadi.

Sisa Ariana dan Mahatma berdua lagi. Ariana heran kenapa semua orang termasuk Tana membiarkan dirinya berdua saja dengan Mahatma.

"Lo tau alasan gue benci banget sama lo kemarin-kemarin secara mendadak? Menghindari lo, dan selalu sensi?" Tanya Ariana.

"Bukannya lo tiap hari begitu dari awal kita ketemu?" Mahatma menjawab. Ariana hanya berdecak.

"Gue begitu karena lo anak Atmaja. Bokap lo adalah orang yang sangat gue benci."

"Kenapa?"

"Nyawa Tana hampir hilang karena dia. Bokap lo itu berkhianat dengan Hadinata. Saat itu gue diutus Hadinata buat nyari tahu, dan ternyata Atmaja. Gue hancurin Atmaja kala itu, dan dia balas dendam melalui Tana."

Ariana menjelaskan semuanya. Mahatma hanya menyimak. Dalam hati ia menyadari bahwa betapa besarnya rasa sayang dan cinta Ariana kepada Tana, begitupun sebaliknya. Malam ini, ia baru saja mengetahui fakta siapa itu Tana dan Ariana yang sebenernya. Dan ia menyadari bahwa keduanya adalah pasangan yang sangat tepat dan cocok.

"Gue minta maaf atas bokap gue." Ucapan Mahatma dibalas senyum Ariana, "Bukan lo yang salah. Gue minta maaf juga kalau udah melampiaskan amarah gue ke Atmaja pada lo."

Mahatma hanya menganggukkan kepalanya saja. Malam itu, Ariana dan Mahatma benar-benar semakin terbuka, mengenal satu sama lain lebih lanjut. Dan menyadari fakta-fakta kecil bahwa Mahatma memang harus benar-benar berhenti. Berhenti untuk memulai membuka hatinya. Karena hati yang ingin ia miliki, sudah dimiliki orang lain.

To be continue...

KAMUFLASE [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang