Dua Puluh Dua: Sisi Lain

120 16 0
                                    

Ariana menjatuhkan dirinya ke atas ranjang dikamar hotel. Ia dan Mahatma memiliki kamar yang terpisah, namun kamar keduanya bersebelahan. Ariana awalnya tidak mau, karena ia enggan bertemu dengan Mahatma secara terus-menerus. Tapi, Mahatma hanya menjawab jika kamar mereka bersebelahan, Mahatma akan mudah tau ketika Ariana mati secara tiba-tiba. Benar-benar kurang ajar.

"Gue gak nyangka perjalanan naik kereta akan se-melelahkan ini." Ariana berucap pada dirinya sendiri.

Terlalu kelelahan, dengan jam tidur yang kurang membuat rasa kantuk menyerang Ariana. Ditambah, saat dikereta gadis itu tidak jadi tidur akibat ulah Mahatma yang terus saja mencari topik atau masalah padanya.

Ariana memasuki alam bawah sadarnya nya, ia tertidur. Sementara itu dikamar sebelah, ada Mahatma yang tengah duduk disebuah kursi yang ada pada balkon kamar hotel tempat nya menginap.

"Kok gak ada suaranya? Apa beneran mati?" Ucap Mahatma pada dirinya sendiri. Pasalnya ia sudah berada di balkon sejak mereka sampai, tapi tidak ada tanda-tanda Ariana bersuara. Ia hanya takut jika Ariana benar-benar mati atau pingsan.

"Mandi mungkin, yaudah gue juga mandi." Mahatma berucap pada dirinya sendiri.

Cowok itu bergegas membersihkan tubuhnya. Selepas itu, saat jam masih menunjukkan pukul 11 siang, Mahatma pun berinisiatif untuk mengurus segala keperluan untuk lomba esok hari. Ia benar-benar akan mengerahkan seluruh kemampuannya untuk dapat menjuarai lomba tersebut bersama dengan Ariana. Perlombaan itu adalah batu loncatan untuk dia supaya bisa menunjukkan kepada sang Ayah bahwa hobinya menghasilkan sebuah prestasi dan Mahatma serius menjalani.

Terlalu sibuk dengan aktivitas, Mahatma melihat jam yang berada di laptop miliknya, sudah menunjukkan pukul 4 sore. Ia merasa hawa lapar mendatanginya. Cepat-cepat Mahatma memesan sebuah makanan melalui aplikasi online karena malas untuk berjalan keluar.

"Ariana udah makan belum, ya?" Mahatma berucap pada dirinya sendiri. Cowok itu kemudian menekan ponselnya, mencari nama Ariana di deretan kontak dan menelfon gadis itu. Tapi nihil, udah percobaan telfon kelima dan Ariana tidak mengangkat.

"Mati beneran ya ini," ujar Mahatma kesal.

Cowok itu lalu beranjak dari duduknya dan menghampiri kamar milik Ariana. Diketuknya beberapa kali pintu kamar gadis itu, sampai akhirnya seseorang membuka nya dari dalam. Nampak wajah Ariana yang menampilkan ekspresi seseorang yang baru saja bangun dari tidurnya.

"Lo tidur apa simulasi mati?" Tanya Mahatma, Ariana hanya menggaruk kepalanya, "Jam berapa sekarang?"

"Jam 4 sore." Jawaban Mahatma membuat Ariana yang kesadarannya belum pulih pun terdiam, "Gue tidur dari baru dateng."

"Beneran simulasi mati," sahut Mahatma asal. Ariana tidak marah atau mendebatkan nya, gadis itu justru diam. Maklum saja, terlalu lama tertidur membuat pikiran nya belum pulih. Jika dalam kondisi yang biasa, sudah dipastikan Mahatma akan dibalas dengan ocehan yang panjang.

"Lo makan gak? Gue mau pesen makanan," ucap Mahatma. Ariana terdiam, "Lama lo. Gue pesen sendiri aja dah." Saat Mahatma ingin pergi, Ariana dengan tiba-tiba menahan pergelangan tangan cowok itu,"Kita makan diluar aja. Gue siap-siap dulu. Sebentar kok," balas Ariana memohon.

Mahatma menatap gadis itu bingung, "Gue baru pertama kali ke Bandung. Kata orang-orang kota Bandung tambah bagus banget kalo malam hari. Gue penasaran, lo mau kan temenin gue?" Pinta Ariana. Mahatma baru pertama kali melihat sisi Ariana yang seperti ini. Terlihat seperti seseorang yang menggemaskan, tapi jika mengingat sifatnya yang ditunjukkan saat perjalanan dikereta benar-benar berbanding terbalik.

"Yaudah sana, kalau udah selesai ketok pintu kamar hotel gue," balas Mahatma dan diangguki patuh Ariana.

Keduanya lalu berpisah. Mahatma benar-benar menunggu Ariana. Waktu bersiap yang gadis itu katakan sebentar ternyata menghabiskan waktu satu jam lebih. Mahatma benar-benar sudah tidak mengerti dengan Ariana.

KAMUFLASE [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang