Empat Puluh Tujuh: Lawan Bukan Kawan

114 17 2
                                    

Langit diluar sudah berubah menjadi gelap, sudah saatnya akan tiba aksi yang direncanakan oleh Ariana bersama dengan Gantara, Abelia, Mahatma serta Yosina segera dilakukan.

Namun, tiba-tiba Tana hadir dengan wajah yang serius. Menatap ke arah mereka dengan penuh arti.

"Kalian harus gerak cepat malam ini. CCTV itu atau semua barang yang ada diruangan tempat kalian maksud, akan dihancurkan malam ini. Saya tadi tidak sengaja lihat dan mendengar arahan kepala sekolah kepada beberapa penjaga."

Semua terkejut, terutama Ariana. Ia benar-benar tidak bisa kehilangan bukti besar tersebut.

"Kalau gitu biar gue, Gantara dan Abelia aja yang bergerak. Kalian berdua terlalu beresiko kalau ikut. Karena jika ketahuan, pasti kalian berdua akan dikeluarkan dari sekolah. Kalau gue, gak masalah." Ariana berucap final. Gantara dan Abelia mengangguk setuju.

"Gue ikut." Mahatma mengatakan kalimat itu dengan yakin.

"Enggak! Bahaya. Disana banyak penjaga dan entah siapa aja yang kepala sekolah bawa." Ariana melarang, ia tidak ingin Mahatma dalam bahaya.

"Gue ikut, gak ada negosiasi." Mahatma dengan tegas tetap mempertahankan pendiriannya.

"Batu banget sih! Yaudah. Yosina lo gak usah, sementara lo disini aja. Gue bakal kirim signal bantuan ke lo pakai alat ini ketika kita dalam bahaya, alat ini bakal bunyi nyaring." Ariana memberikan sebuah alat kecil seperti sebuah HT tapi bukan HT kepada Yosina.

Sementara itu, Yosina mengambilnya. Ia menatap Ariana lagi, "Terus?"

"Lo telfon Hadinata, bilang bahwa gue dalam bahaya. Hadinata akan kirim anak buahnya untuk bantu." Yosina mengangguk mengerti.

"Aku harus melakukan sesuatu hal lagi yang akan membantu rencana kamu, tenang aku akan baik-baik aja." Tana berucap lalu mengecup sebentar dahi Ariana lalu pamit untuk pergi.

Sepeninggal Tana, Ariana sempat memperhatikan jam dipergelangan tangannya lalu mengguk kepada teman-temannya.

"Sekarang!" Ujar Ariana.

Ariana pergi bersama dengan Gantara, Abelia serta Mahatma. Pakaian mereka sudah berubah menjadi serba hitam dengan pelindung diberbagai sisi berbahaya yang berpotensi akan diserang ketika bertengkar atau ditembak menggunakan senjata api.

Selama perjalanan, Ariana mempersiapkan beberapa senjata yang akan dibawa. Posisi duduk mereka yaitu, Gantara yang menyetir dengan Abelia disampingnya. Sementara Ariana dibelakang bersama Mahatma.

Mahatma memperhatikan Ariana yang memasukan amunisi pada beberapa senjata api yanv kemudian diletakan pada tempat tersembunyi pada tubuhnya. Tak lupa beberapa alat lain yang bisa menjadi pelindung diri seperti pisau lipat, pisau yang terlihat biasa namun Mahatma yakin sangat tajam.

"Kenapa Ma? Lo ngeri kan liat Ariana?" Abelia yang menyadari sedari tadi Mahatma memperhatikan Ariana pun berkomentar.

Ariana yang mendengar itu menatap Mahatma sekilas, "Lo gak perlu bawa ini, bahaya."

"Kalau gue diapa-apain tanpa bawa senjata?" Pertanyaan Mahatma membuat Gantara dan Abelia tertawa.

"Mahatma, sebelum lo diapa-apain Ariana akan tangkap itu dan lindungi lo. Gak usah takut, dia bahkan bisa relain nyawa dia untuk lo, gue atau Abelia. Dia dengan senang hati melakukan semua itu." Gantara berucap.

"Dan itu salah satu hal jelek Ariana menurut kita. Dia gak pernah mikirin diri sendiri," sahut Abelia.

Mahatma menatap Ariana dalam, ia tidak nyangka bahwa Ariana akan melakukan hal tersebut,
"Jangan lindungi gue malam ini."

KAMUFLASE [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang