32. Everything For Mother

2.2K 201 27
                                    

Welcome back to dream

Jangan lupa memencet tombol bintang dan berkomentar untuk meramaikan cerita ini!

Dengerin musiknya biar dapat feel nya!

Are you ready?

Oke let's go!

------ Happy Reading ------

Pagi-pagi sekali Dewa sudah siap dengan seragamnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pagi-pagi sekali Dewa sudah siap dengan seragamnya. Laki-laki itu berjalan melewati meja makan. Ia melihat bayangan canda tawa seluruh anggota keluarganya. Terutama saat ia masih kecil dulu. Mereka masih bisa tersenyum bahagia dengan dirinya yang tertawa lepas tanpa beban seperti sekarang.

Lama terdiam Dewa menggelengkan kepalanya. Ia harus segera berangkat sebelum semua orang datang untuk sarapan. Jika Dewa tak bisa menghindari hari tanpa kesendirian, biarkan dirinya menghindari sakit yang membuatnya semakin tersiksa.

Dewa mengeluarkan motornya dan keluar dari halaman rumah.

Angin sepoi-sepoi di pagi hari cukup membuatnya merasa kedinginan. Namun tidak ada angin yang bisa menembus tubuhnya selain dinginnya sikap kedua orang tuanya. Dewa sengaja memilih untuk berkeliling sebelum ia ke sekolah. Lagian jalanan masih cukup sepi karena jam masih menunjukkan pukul 06:00 pagi.

Dewa memilih untuk berhenti di taman dekat sekolahnya. Sunyi, sama seperti isi hatinya. Hanya ada suara burung-burung berkicau. Dewa menghirup udara pagi yang masih cukup segar sebelum dipenuhi oleh debu-debu dari knalpot kendaraan. Ia suka suasana seperti ini, tenang dan nyaman. Saat di rumah ia selalu merasa tertekan, entah itu karena orang tuanya atau saudaranya namun kini ia merasa bebas.

Sebentar lagi, ya biarkan dirinya bertahan sebentar lagi. Ia hanya mempunyai satu harapan terakhir sebelum semuanya benar-benar selesai dan dirinya memilih menyerah. Mungkin ke depannya Dewa tak akan lagi bisa menatap dunia, jadi ia sebisa mungkin untuk terus berjuang dengan sisa kemampuannya.

"Nanti kalau gue mati, ayah mau ga ya anterin gue pulang? Bunda juga mau ga ya meluk gue buat terakhir kali?" gumam Dewa. Membayangkan nya saja membuat jantung Dewa berdetak tak karuan. "Pasti rame yang dateng." sejujurnya Dewa sendiri juga belum siap untuk pergi. Ia merasa belum terlalu banyak bekal untuk menghadap Tuhan. Namun mau bagaimana? Buat apa ia hidup jika tidak seorang pun menginginkan keberadaannya?

"Kalau gue udah ga ada, ayah sama bunda pasti bakal ngerasa udah ga ada beban lagi."

Dewa menatap ke atas langit yang masih lumayan gelap. "Oma, kita bakal ketemu kan? Dewa bakal bahagia kan setelah ini?" tanya Dewa. Ia sangat mendambakan kebahagiaan itu.

Dewa mengusap bulir bening di sudut matanya. "Apasih masih pagi udah cengeng aja." ejeknya pada diri sendiri. Padahal jauh dari dalam hati ia terluka.

Tidak ada tempat berteduh. Ia hanya anak kecil yang masih butuh bimbingan kedua orang tua. Bayangkan saja di usia nya yang masih berumur tujuh tahun, Dewa sudah dipaksa untuk dewasa sebelum waktunya. Dibanding-bandingkan dan dibedakan dengan kedua saudaranya yang lain sering kali membuatnya iri. Namun Dewa tak pernah berusaha untuk memberontak atau merebut kebahagiaan kedua saudaranya justru mereka yang selalu saja merebut hal-hal kecil yang ia punya bahkan kedua orang tuanya juga sama. Seakan mereka tidak rela jika Dewa bahagia barang sesaat saja.

DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang