43. Rahasia Besar

4.5K 231 8
                                        

Absen dulu yang nangis di bab sebelumnya ☝️

Oke ga perlu nunggu lama, langsung saja ke ceritanya

JANGAN LUPA LIKE KOMEN NYA YAAA!!!! WAJIB!!!

------ Happy Reading ------


Adrian baru saja keluar dari kamar nya untuk mencari sang istri. Ia tidak menemukan siapapun di rumah itu. Putrinya mengurung diri di kamar dan tidak mau berbicara dengannya. Sedangkan istrinya pun entah kemana.

"Bi Ayu!" panggil Adrian.

"Iya tuan?"

"Liat istri saya tidak?" tanya Adrian.

Bi Ayu menggeleng pelan. "Saya ndak liat tuan, dari tadi saya kerja di belakang soalnya."

"Kalau Raja?"

"Kalau den Raja tadi katanya mau keluar ketemu temennya tuan." jawab Bi Ayu.

"Ya sudah bibi boleh pergi." ucap Adrian.

"Nggih tuan." Bi Ayu berjalan kembali ke arah belakang. Sejujurnya sedari tadi wanita paruh baya itu tidak tenang memikirkan Dewa. Meski Pak Agus memberi kabar jika sudah ada Jidan yang menemani di rumah sakit, tetap saja dirinya khawatir. Ingin pergi namun takut tuan besarnya marah. Jadilah Bi Ayu hanya bisa menurut dan berdoa yang terbaik untuk Dewa.

Di rumah sakit, Zoya senantiasa menunggu putranya membuka mata. Meski melalui perdebatan yang panjang dengan Jidan, akhirnya laki-laki itu membiarkan ibu kandung sahabatnya bersama dengan anaknya. Jidan tidak setega itu memisahkan ibu dan anak. Biar bagaimanapun sikap Zoya, Dewa selalu berpesan untuk tidak menyakiti ibunya. Jidan sadar, Dewa sangat sayang dengan bundanya lebih dari apapun. Tidak mungkin Jidan yang bukan siapa-siapanya justru melarang Zoya untuk bertemu Dewa.

"Kamu kapan mau bangun hm? Katanya mau dipeluk bunda. Bunda bakalan peluk kamu sepuasnya, tapi bangun ya nak."

"Kamu mau dimasakin? Bunda akan bikinin sandwich kayak dulu, tolong buka mata kamu nak. Bunda di sini, bunda janji akan rawat kamu sampai sembuh kayak Raja dan Rea. Itu kan yang kamu mau selama ini?"

Zoya benar-benar menyesali semua sikapnya selama ini. Dirinya sadar apa yang dia lakukan akan membunuh putranya secara perlahan. Seharusnya dia sudah mati sekarang jika bukan karena sang malaikat yang kini sedang berjuang untuk bertahan.

"Bun...-,"

"Bangun pemalas! Kerjaan kamu nyusahin saya saja!"

"Kamu sudah membuat suami saya malu, sebagai hukumannya kamu tidur di luar malam ini!"

"Tapi Bun, bentar lagi hujan."

"Saya tidak peduli, yang jelas malam ini kamu tidur di luar!"

"Selamat anniversary untuk ayah dan bunda. Dewa selalu doain ayah sama bunda sehat selalu serta dipanjangkan umurnya."

"Saya tidak butuh kado dari anak sialan!"

"Mati saja kamu sana!"

"Sampah!"

"Anak tidak berguna!"

"Saya capek liat muka kamu!"

"Nanti bunda kangen liat muka Dewa, ga nyesel?"

DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang