Dewangsa Regan Maheswara, anak kedua dari keluarga Maheswara. Laki-laki idola sekolah namun rapuh di dalam. Bagi keluarga nya, Dewa tak lebih dari anak sial yang hadir di tengah keluarga Maheswara. Berbeda dengan Raja sang kakak dan Rea sang adik ya...
Hallo gaysss, sebelum lanjut author mau absen dulu dong di sini pake emot ☝️
Jangan lupa memencet tombol bintang dan berkomentar untuk meramaikan cerita ini!
NO PLAGIARISME ⚠️⚠️⚠️
SIAPAPUN YANG MENEMUKAN KESAMAAN DENGAN CERITA INI HARAP LAPOR PADA AUTHOR!
Dengerin musiknya biar dapat feel nya!
Are you ready?
Oke let's go!
------ Happy Reading ------
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Adrian keluar dari ruang ICU setelah mengecek keadaan Zoya. Rea berlari memeluk sang ayah, begitupun Adrian yang membalas pelukan putri bungsunya.
"Ayah, bunda gimana?" tanya Rea sambil terisak.
Adrian mengusap kepala putrinya. "Bunda kamu pasti selamat. Bunda orang yang kuat, kita akan cari donor nya sampai ketemu." ucap Adrian.
"Ga perlu, kita udah dapat donornya." ucap Raja yang baru saja datang bersama Dewa.
Adrian dan Rea langsung menoleh ke arah keduanya.
"Kamu serius? Siapa?" tanya Adrian. Ia merasa lega karena sudah menemukan jalan keluarnya.
Raja melirik ke arah Dewa yang berdiri di belakangnya.
"Dia?" tanya Adrian tak yakin. Namun Raja menganggukkan kepalanya.
"Gak! Kenapa harus bang Dewa?" Rea menatap Raja. Ia tidak bisa mengerti dengan jalan pikiran kakak pertamanya. Bagaimana mungkin abangnya itu mengorbankan ginjalnya?
"Karena cuma dia yang bisa nyelamatin bunda dek." jawab Raja.
"Trus kenapa ga bang Raja aja yang donorin ginjal buat bunda? Bukannya selama ini bunda udah banyak berkorban buat bang Raja? Bang Raja mau bunuh bang Dewa juga sekarang?" ucap Rea.
"Bunda juga udah banyak menderita selama ini gara-gara dia, dan udah seharusnya dia balas budi ke bunda." jawab Raja. "Lagian dia sendiri yang mau, iya kan?" Raja melirik Dewa meminta persetujuan.
Laki-laki itu mengangguk pelan. "Iya dek, bunda lebih berharga dan kita ga punya banyak waktu buat selamatin bunda." jawab Dewa mengulas senyum tipis.
"Baguslah kalau kamu sadar. Setidaknya kamu itu ada gunanya dibesarkan." ucap Adrian masih tetap angkuh. Bahkan ia tidak memiliki rasa simpati sedikitpun kepada putranya yang sudah rela berkorban selama ini.