Dewangsa Regan Maheswara, anak kedua dari keluarga Maheswara. Laki-laki idola sekolah namun rapuh di dalam. Bagi keluarga nya, Dewa tak lebih dari anak sial yang hadir di tengah keluarga Maheswara. Berbeda dengan Raja sang kakak dan Rea sang adik ya...
Choco sengaja tau update malem biar Bubu baca nya malem juga karena vibes malem tuh enak buat nangis 🌚
Oke gapapa Bubu mau bacanya kapan aja yang penting JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN!
JANGAN JADI SILENT READERS ❌
------ Happy Reading ------
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Seminggu berlalu dan kini Dewa sudah kembali masuk sekolah, begitupun dengan Raja dan Rea yang juga mulai bersekolah sama seperti dirinya.
Pagi ini Dewa sudah siap untuk berangkat. Ia keluar dari kamarnya dan berjalan menuju halaman.
"Den Dewa tunggu!" Bi Ayu berjalan dengan tergopoh-gopoh ke arah Dewa.
Dewa yang tadinya hendak memakai helm terhenti karena panggilan Bi Ayu.
"Kenapa Bi?" tanya Bi Ayu.
"Ini, semalam nyonya bawa kue bolu oleh-oleh dari luar negeri. Trus Bibi dikasih, karena kebanyakan jadi Bibi bagi aja ke aden. Lumayan buat bekal den Dewa hari ini, nih ambil." ucap Bi Ayu menyodorkan kotak plastik kepada Dewa.
Dewa tersenyum menerima pemberian Bi Ayu. "Makasih ya Bi," ucapnya.
"Sama-sama, ya udah hati-hati berangkatnya. Jangan ngebut-ngebut!" pesan Bi Ayu.
Dewa menyalimi tangan Bi Ayu. "Siap! Kalau gitu Dewa berangkat dulu ya Bi." pamit Dewa. Ia kembali memasang helm nya lagi lalu segera keluar dari halaman rumah.
•••
Dewa tiba di kelas dan berjalan menuju bangkunya. Terlihat Jidan yang sudah lebih dulu duduk di bangku tempat biasanya sambil bermain ponsel.
Dewa yang tadinya hendak menyapa mengurungkan niatnya saat melihat Jidan mengambil tas miliknya kemudian pindah ke bangku lain.
Sudah satu minggu hubungan mereka berdua renggang. Dewa sering ke rumah sakit untuk menjenguk Hanum namun berkali-kali juga Jidan mengusirnya.
Dewa mendekati meja Jidan. Ia berdiri menatap sahabatnya tersebut. "Dan, kok pindah? Biasanya lo kan duduk sama gue." ucap Dewa.
"Dulu, sekarang beda. Gue ga mau ketularan sial lagi sama lo." ucap Jidan dengan nada ketus. Laki-laki itu bahkan tak menatap sahabatnya.
Dewa memandang Jidan. Jauh dalam lubuk hatinya ia kecewa dengan perkataan Jidan, namun Dewa memilih untuk tidak memperpanjang debat. Toh mau bagaimanapun ia menjelaskan kepada Jidan, laki-laki itu tetap tidak akan percaya.