11. Pentas Seni SMA Airlangga

2.6K 141 2
                                    

Sebelumnya aku minta maaf karena jarang update karena kesibukanku di realife

Semoga kalian semua tetap stay sama cerita Dream

Jika kalian menemukan kesamaan dalam cerita lain, itu murni di luar pengetahuanku karena aku nulis cerita ini pure hasil dari pemikiran ku sendiri

Selamat membaca, tolong tandai typo yang bertebaran. Jangan lupa vote dan comentnya. Sedih banget tau udah bikin cerita tapi sepi vote dan komen. Tolong hargai cerita dream dengan votment kamu jika kamu menyukai cerita ini

Mari sama-sama kita ramaikan kolom komentar karena satu komentar mu sangat berharga untuk author.

Mari sama-sama kita ramaikan kolom komentar karena satu komentar mu sangat berharga untuk author

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suara decitan antara gesekan pagar dan tiang itu terdengar di telinga Dewa. Ia masih meringkuk setelah semalaman kehujanan.

"Bangun!"

Tanpa perasaan Zoya membangunkan Dewa dengan menendang bahu nya. Dewa mendongak, sedikit silau dengan cahaya matahari pagi. Mata nya sayu, bibir pucat, rambut lepek dan baju nya lembab.

"Mau saya usir atau masuk ke dalam rumah?" tanya Zoya tanpa basa-basi. Ia khawatir jika ada tetangga yang memergoki aksinya di depan pagar seperti ini.

Dewa berusaha bangkit walau kepalanya sangat pusing. Ia saja tak bisa melihat wajah ibunya dengan jelas. Dewa menggeleng beberapa kali karena penglihatannya yang buram.

"Cepat masuk! Kamu mau bikin saya malu dengan ngasih tau orang-orang kalau saya abis ngurung kamu?" tuding Zoya sambil berkacak pinggang.

Dewa menggeleng lemah. "Engga Bun, maaf." Dengan pelan ia berjalan masuk ke dalam rumah. Jarak pintu utama terasa begitu sangat jauh bagi Dewa karena ia lemas. Jalan nya sempoyongan sambil berhati-hati agar tidak tumbang.

Akhirnya Dewa bisa sampai di dalam kamar. Ia merebahkan tubuhnya yang terasa remuk. Belum lagi kepalanya yang berdenyut. Dewa memijat pelipisnya berharap denyut kepala nya berkurang.

Tok! Tok! Tok!

"Permisi den Dewa," Bi Ayu muncul di balik pintu kamar Dewa dengan senampan makanan di tangannya.

Dewa berusaha untuk duduk dan bersandar di kepala kasur.

"Ini bibi bawain makanan sama obat buat aden. Tadi bibi liat aden dimarahin nyonya di depan pagar. Den Dewa pasti belum sarapan. Makanya bibi bawain makanan, dimakan atuh terus minum obat nya oke." jelas Bi Ayu meletakkan nampan tersebut di atas nakas.

Bi Ayu mengusap kepala Dewa seperti anak nya sendiri. Panas, dapat ia rasakan jika anak majikan nya itu demam.

"Ya udah bibi tinggal dulu ke dapur. Hari ini den Dewa istirahat aja." ucap Bi Ayu saat hendak keluar, namun Dewa menahan tangannya.

DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang