Katanya, jika kita berhasil membuat 1000 burung kertas, satu keinginan kita akan terwujud. Namun, apakah hal itu juga berlaku untuk Jendra?
Jendra hanya memiliki satu permohonan kepada Tuhan: ia ingin diberi kesempatan kedua untuk membahagiakan Naya...
Aku update lagi nih. Buruan dibacaaa. Bentar lagi konflik utama dimulai hahaha
Dibaca baik-baik ya, kalo ada typo atau bingung, jangan sungkan buat bilang😉
Selamat membaca, semoga suka❤️❤️
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Naya mengeratkan tali tasnya. Sesekali ia mencuri pandang ke arah Jendra yang berjalan di sampingnya. Beberapa kali Jendra tampak menyapa dan membalas sapaan teman-temannya yang dia temui saat berjalan di halaman sekolah. Laki-laki itu terlihat sangat ramah. Entah sudah berapa banyak senyum yang Jendra pamerkan pagi hari ini.
"Na ...." Suara lembut nan halus itu mengalun merdu di telinga Jendra. Ia menoleh, menatap gadisnya dengan tatapan tulus.
"Hm?"
Naya menelan ludahnya kasar. Meskipun tatapan mata yang Jendra berikan padanya sangat tulus, tetapi Naya masih dapat merasakan aura dingin dari Jendra dan itu membuatnya sedikit ragu untuk melanjutkan perkataannya lagi.
Gadis itu melirik menggunakan ekor matanya. Beberapa kali juga Naya menggigit bibir kuat, mencoba menyembunyikan rasa gugupnya.
Naya menghentikan langkah kakinya, membuat Jendra juga spontan berhenti. Ia menatap Naya dengan sorot mata bertanya. Jendra sedikit memiringkan kepalanya, mencoba melihat wajah sang kekasih yang menunduk.
"Ma-maaf soal kemarin ..., bukan maksud aku buat menghindar dari kamu. Cuma kemarin emang kak Dewa udah janji mau jemput aku," ujar Naya setelah membuang jauh-jauh rasa takutnya.
Naya pikir Jendra akan marah padanya, tetapi sepertinya dia salah besar. Buktinya laki-laki yang ada di sampingnya itu justru melempar senyum termanisnya. Lengkungan lebar itu membuat kedua mata Jendra ketarik ke atas. Nampak begitu manis dipandang.
"Kita bahas nanti aja ya, pas udah istirahat. Ini masih pagi, aku nggak mau mood kamu jadi berantakan gara-gara masalah itu."
"Tapi Na—" Naya ingin menyangkal, tetapi kehadiran Geng Janur yang datang dari arah belakang membuat sepasang kekasih itu kompak memutar kepala.
"Woi Jendra!"
Lagi-lagi Jendra tersenyum pada Naya. "Nanti kita bahas lagi," katanya penuh kelembutan.
Helaan napas panjang terdengar jelas. Kenapa saat dirinya ingin serius membahas masalah kemarin malah diganggu dengan hadirnya tiga orang menyebalkan itu? Batin Naya dongkol.
Naya memandang wajah Jendra selama beberapa detik sebelum Geng Janur menghampiri mereka.
"Aku ke kelas duluan ya, Na," pamit Naya. Tanpa menunggu persetujuan dari Jendra, ia memilih berjalan lebih dulu menuju kelas. Meninggalkan Jendra yang masih berdiri di sana.
Atensi Jendra kini beralih pada tiga sosok manusia absurd dan abnormal yang kini sudah ada di sebelahnya.
"Kenapa tuh Naya? Ngambek? Kalian lagi berantem?" cerocos Cakra memandang kepergian Naya dengan bertanya-tanya.