Mentari pagi ini tidak menampakkan diri, di gantikan oleh mendung gelap dan lampu mati. Rintik hujan juga mulai berjatuhan, membasahi bumi dengan rahmat-Nya, mengguyur alam semesta dengan curahan anugerah Tuhan yang maha esa.
Sania pagi-pagi seperti ini sampai membuat pencahayaan dengan bantuan lilin, takut-takut yang ia masukkan dalam masakannya bukanlah garam, namun lada, kalau gula masih tidak apa-apa.
Biasanya Dela sudah nongol membantunya, tapi pagi ini mungkin anak itu masih pulas dalam selimut bersama hawa dingin.
"Anak-anak sekolah apa enggak kalau pagi-pagi udah hujan gini?" Gumamnya
Setelah rampung dengan masakan, Sania beralih keluar, membersihkan teras rumah yang terciprat jatuhan air hujan, membawa beberapa debu yang membuat lantainya kotor.
Jam sudah menunjukkan pukul enam lebih, tidak ada satupun yang keluar kamar. Sania membiarkan itu, lagi pula hujan masih mengguyur dengan derasnya.
Sania ke atas mandi, bersiap-siap ke kantor. Setelahnya, ia kembali ke bawah untuk sarapan, sudah ada Dela dengan wajah bengongnya, sepertinya anak itu baru saja bangun.
"Baru bangun, Del?" Tanya Sania duduk di kursi dan memakan masakannya untuk sarapan
Dela mengangguk, "Ujannya deres banget."
"Libur dulu, palingan juga gak ada yang masuk." Dela hanya mengangguk
Setelah memakan sarapannya wanita itu kembali ke atas, untuk membangunkan sang putra, setelah sebelumnya menyuruh Dela sarapan lebih dulu tanpa menunggu Alva.
Sania membuka pelan pintu kamar Alva, anak itu masih pulas dengan posisi tidur yang terlihat sangat nyaman. Sania membuka gorden terlebih dulu, agar cahaya matahari dapat masuk sempurna.
Sania duduk di sebelahnya, mencium anak itu sebagai sapaan pagi. "Alva? Bangun sayang .."
Anak itu menggeliat, menguap lebar dengan merentangkan tangannya, matanya masih merem melek, Sania mengusak rambut Alva, "Ayoo, bangun!"
"Jam berapa, bunda?" Tanya bersama suara khas bangun tidur
"Hampir jam tujuh."
Anak itu melototkan matanya, "Di luar hujan sayang, libur aja dulu." Ujar Sania
"Ayo bangun dulu, sarapan. Setelah itu terserah kamu mau tidur lagi atau ngapain kek." Ujar Sania lagi
Alva menggeleng, dan kembali memeluk gulingnya membelakangi sang bunda, "Nanti aja, masih ngantuk." Ujarnya merem
"Nggak sarapan dulu?" Tanya Sania yang dijawab gelengan kepala
"Ya udah, nanti jangan lupa sarapan loh! Bunda berangkat kerja dulu." Ujar Sania mencium kening anak itu lagi, dan melangkah pergi
"Nanti kalo Alva udah bangun, suruh sarapan ya?" Ujarnya saat di bawah
Dela mengangguk, "Belum bangun?"
"Udah tapi tidur lagi. Ya udah, kakak berangkat kerja dulu."
Sania sudah keluar dari pekarangan rumahnya, mobilnya melaju membelah genangan air hujan yang membuat becek jalan.
Dela juga kembali ke kamar, mau bersih-bersih rumah sudah bersih, masakan juga sudah tertata rapi.
Sore harinya, Dela mengajak Alva ke supermarket, Sania menyuruhnya berbelanja kebutuhan esok, Sania lupa tidak belanja Minggu kemarin, karena masih memikirkan Alva, biasanya, sepulang menemani anak itu check up, Sania langsung belanja.
"Alvaa? ... " Panggilnya menaiki tangga
"Apa? Gua push rank." Jawab anak itu di dalam kamar
Dela membuka pintu, nampak Alva yang tengah fokus dengan handphone miringnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Surrenders
Teen FictionDeskripsi? Tidak ada. Datanglah, siapa tau membuatmu betah. #sickstoryarea Jangan salah lapak, berakhir menghujat.