"Mending ini ganti aja, bunda .. Atau lepas aja." Ujar Alva untuk yang kesekian kalinya
Sania menghela nafas, "Kamu masih butuh itu, nak. Udahlah, nurut sama Dokter Rama, Dokter Rama yang lebih ngerti, nanti kalo prediksi beliau udah aman pasti di lepas kok, di ganti sama yang biasa."
"Yang ini laju banget, bunda. Pasti bayarnya lebih-lebih lagi."
"Kamu gak usah mikirin itu, itu urusan bunda! Kamu fokus aja biar sembuh, biar cepet pulang,"
"Emangnya bunda gak capek apa, kerja tiap hari, duitnya buat bayar rumah sakit mulu. Sekali-kali bunda beli hal yang bunda pengen, jangan buat pengobatan aku aja .. Emang bunda gak pengen apa gitu?" Potong Alva
Sania menghela nafas lagi dengan senyumnya, "Gak ada, bunda cuma pengen kamu sembuh, udah!"
"Nanti juga aku sembuh, terus pulang." Sania mengangguk saja, "Udah, sayang. Tidur, udah malem." Ujar Sania
"Bunda?" Panggil Alva menatap manik mata Sania
"Hmm?"
"Berhentiin aja pengobatan aku, bunda." Ujar anak itu tiba-tiba
"Nggak!"
"Aku kasian liat bunda berjuang sendiri buat pengobatan aku, gak ada perubahan juga kan? Lepasin pengobatan itu perlahan-lahan." Ujar Alva
"Enggak, Alva .. Udah deh kamu jangan mikirin itu, kan bunda kerja juga buat kamu .. Kalo bukan buat anak ganteng ini terus buat siapa lagi, hm?" Anak itu tersenyum, Sania ikut tersenyum, "Udah, sayang ... Tidur, Nak, udah malem!" Perintah Sania
Alva mengangguk sekaligus menguap, matanya memang sudah mengantuk.
"Bunda nanti jangan tinggalin aku ya? Aku takut bang Aril kesini lagi, terus ... Aku takut pulang ke tuhan beneran, hehe .. "
Sania tertegun, Aril? Lagi?
"Jadi, yang semalem itu bang Aril, sayang?" Tanya Sania pelan, Alva mengangguk, Sania mengepalkan tangannya, "Anak itu lagi!"
"Gak papa, bunda .. " Ujar Alva menggenggam tangan Sania, menenangkannya
"Gak papa gimana sih, sayang? Udah dua kali bunda hampir saja kehilangan kamu .. Udah berapa kali coba, dia berniat melukai kamu? .. . Kalo kamu yang di giniin, bunda gak terima!" Ujar Sania menahan emosi
Alva hanya tersenyum, "Biarin aja, terserah bang Aril mau ngapain."
"Kita pindah aja, gimana?" Tanya Sania, "Kita pindah ke Bekasi, ke rumah Oma, rumah bunda juga sebelum terjun kesini, mumpung kak Rere belum kesini juga, bunda rasa kamu lebih aman disana." Ujar Sania lagi
Anak itu menggeleng, tidak setuju dengan keputusan bundanya, "Nanggung, bunda ... Setahun lagi aku lulus."
"Kan kamu bisa lanjutin sekolah kamu disana, nak .. Gak punya temen? Kamu bisa berteman dengan anak-anak disana juga .. " Ujar Sania
Anak itu tetap menggeleng, "Aku nyaman disini. Aku juga dapet temen yang pas disini, dan .. Aku pengen bisa bareng-bareng sama Ayah sama bang Noel dan bang Aril, aku pengen keluarga kita lengkap .. Ya, kalo seandainya bang Noel dan bang Aril masih gak mau bareng aku, seenggaknya ayah sama bunda bisa bareng-bareng lagi, bareng aku juga .. "
Sania menatapnya sendu dengan genangan air mata yang baru muncul di pesisir mata, mungkin seperti teman-temannya yang lain, anaknya itu juga ingin keluarganya lengkap, anaknya juga ingin merasakan kasih sayang se-sosok ayah yang belum pernah dia dapatkan.
Sania memeluknya, "Kamu yang sabar ya? Ini ujian bunda, tapi kamu malah ikut kena imbasnya, maaf ya sayang .. "
"Bunda kenapa minta maaf? Bukan salah bunda."
KAMU SEDANG MEMBACA
Surrenders
Teen FictionDeskripsi? Tidak ada. Datanglah, siapa tau membuatmu betah. #sickstoryarea Jangan salah lapak, berakhir menghujat.