29

1.1K 83 2
                                    

Di kamar rawat Alva kini tengah ramai dengan teman-temannya yang menjenguknya, sebelumnya ada Reihan, Putra, Nando dan Satria. Tim futsalnya di sekolah, Nando sebagai peran pengganti Alva di timnya, walaupun mainnya tak sebagus Alva, tapi anak itu cukup lihai di bidang itu.

Alva kembali sadar sekitar pukul setengah tiga pagi, Sania menatap ngantuk dan senyum celoteh putranya itu.

"Ayo dong, seger lagi dong, nanti gue kasih hadiah, Doraemon." Celetuk Karlo

"Doraemon buat apaan? Kasih duit aja, sehat langsung gue." Ujar Alva

"Yang ada lu yang ngasih gue duit. Duit gue di pake acara lamarannya Kak Seyra sama Abang Lo yang bangsat itu, nanti gak di ganti gue gentayangin tu orang!" Ujar Karlo

"Karlo mulutnya, astaghfirullah." Sahut Sania yang menyimak di sofa

Anak itu nyengir menatap Sania, "Kan emang bangsat abangnya Alva itu!" Ujar Karlo tersenyum menampakkan giginya

"Bangsat tapi Lo restuin." Ujar Rendi

"Tau nih. Paling nanti jadi besti sama lu." Ujar Alva

"Kog kalian malah nyudutin gue sih?!" Protes Karlo tidak terima

"Fakta!" Ujar Alva di angguki Rendi

"Karlo, Rendi, kesini udah pada makan belum? Tante cariin makan ya buat makan siang?" Tanya Sania

"Gak usah repot-repot, Tante." Ujar keduanya sopan

"Gak usah malu-malu, biasanya juga malu-maluin." Tambah Alva

"Apasih lu!" Karlo menyenggol lengannya, Alva menatapnya malas

"Kalian berdua kapan akurnya sih?" Heran Sania dengan Alva dan Karlo

"Nanti." Jawab mereka bersamaan

Pukul empat sore, dua sahabat Alva itu baru pulang, kini giliran Alva yang ngerengek minta pulang.

Dirinya bosen berada di tempat ini Mulu, Alva tidak suka dengan bau, suasana, dan tempat ini. Ruangan serba putih ini sejenak terlihat agak menakutkan,

Sania menatapnya hangat, tidak tatapan mematikan seperti biasa saat mendengar kata 'Pulang' yang terucap dari bibir Alva.

"Nanti ya sayang, ya? Tunggu keputusan Dokter Rama!" Ujar Sania mengelus pipi Alva yang terhalang selang oksigen kini

Posisi Alva kini berbaring lagi, kepalanya menghadap dimana sang bunda berada.

"Bunda?" Panggil Alva

"Hmm?"

"Aku mau tanya sesuatu."

"Tanya apa sayang?"

"Kalau seandainya nanti ayah minta rujuk, bunda terima?" Tanya Alva

"Selama ayah belum bisa menerima kamu, bunda juga belum bisa menerimanya." Ujar Sania

"Kalau ayah maksa?"

" ... Asal ayah bisa menerima kenyataan kalau kamu anaknya, asalkan dia memperlakukan kamu seperti anak, asalkan dia bisa sayang ke kamu seperti bunda sayang ke kamu, dan yang pasti, dia bisa berlaku adil ke kamu, dan berjanji tidak akan melukai hati pikiran dan fisik kamu lagi, maka bunda akan pikir-pikir itu." Ujar Sania

"Jujur, bunda juga masih mencintai ayah kan?" Tanya Alva

Sania menggeleng. "Cintanya bunda sudah habis di kamu." Ujar Sania menoel hidung mancung sang putra

"Tapi bunda masih men.cin.tai. ayah. kan?" Tanya Alva lagi dengan sedikit penekanan dalam kalimatnya

Tidak bisa bohong, bagaimanapun rasa itu masih tetap ada, tapi karena segala bentuk perlakuan yang dilakukan Devan ke putranya membuat rasa itu seketika lenyap juga, Sania benci jika ada menyakiti Alva, sangat membenci itu.

SurrendersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang