11

1.1K 84 1
                                    

Dokter Rama yang tahu kedatangan Alva dan Sania merasa kaget, bukannya Alva di rawat di rumah sakit, tapi anak itu ada di hadapannya saat ini, nampak seger walau wajahnya sedikit pucat, mana datangnya pagi-pagi banget.

"Lohh? .. Katanya masuk rumah sakit, kog ada disini?" Tanya Dokter Rama

Sania tersenyum ramah, "Itu loh Dok, disana penanganannya buruk banget. Semalam Alva kambuh, sudah di panggil berkali-kali tapi tidak ada tanggapan. Saya langsung ajukan perpindahan." Ujar Sania menjelaskan

"Semalem kambuh? Terus gimana? Gak papa kan?" Tanya Dokter Rama mempersilahkan mereka masuk

Sania dan Alva duduk di depan meja Dokter Rama, menceritakan hal yang terjadi semalam.

"Padahal itu rumah sakit gede loh." Ujar Dokter Rama merasa heran

Sania hanya mengangguk mengiyakan, gede sih gede, tapi banyak yang mengatakan pulang-pulang dari sana bukannya sembuh, tapi banyak yang meninggal.

Check up hari ini di lakukan, Dokter Rama melakukan check up untuk Alva yang ringan-ringan saja untuk saat ini, tidak ada olahraga berat, mendengar anak itu habis kolaps semalam, paling juga dalamnya itu keberatan melakukan kerja berat.

Kalau kalian tanya Dela dimana? Sania mengantarkan anak itu pulang ke rumah, alasannya kata Dela ia takut dengan beragam check up yang akan Alva lakukan.

Check up Alva kali ini di mulai dengan check ritme nada dan irama jantung Alva, mengecek detak jantung anak itu dari dalam dengan elektrokardiografi.

Ekg itu di tempelkan pada dada Alva, grafik-grafik tercetak dalam mesin monitor, tampak bergerak ke atas dan kebawah dengan agak lamban, di ikuti suara rekaman dari jantung Alva.

Dokter Rama menyerngitkan dahinya, matanya fokus mengamati gerak grafik itu dan mencetaknya dalam kertas.

Dokter Rama mengambil kertas berisikan gambaran grafik itu dan memberikannya ke Sania, "Dari rekamannya disini, detak jantung Alva agak lambat." Ujar Dokter Rama

Sania menerima lembaran kertas itu, walaupun matanya tak bisa memehami isinya, tapi pikirannya langsung mengerti dengan isi dari kertas itu.

Dokter Rama kembali ke ranjang Alva, mengamati dengan seksama monitor di depannya. Dokter Rama mengatur ranjang Alva menjadi setengah duduk, tangannya mengambil buka catatannya dan pulpen, mencatat hasil pemeriksaan.

Sania hanya memperhatikan, tidak berani ikut campur walau hanya ikut bersuara.

Beralih ke prosedur selanjutnya, Dokter Rama mematikan mesin monitor, mematikan suara mesin dengan otomatis, dan melepaskan alat Ekg yang menempel pada dada Alva.

Dokter Rama menyiapkan alat selanjutnya, pemeriksaan yang menggunakan gelombang suara berfrekuensi tinggi untuk menangkap gambaran struktur organ jantung.

Transducer sudah ada di tangan Dokter Rama, laki-laki itu menggerakkannya diatas dada Alva, di monitor kali ini nampak di perlihatkan struktur jantung Alva, juga gerakan detak jantung Alva, memperlihatkan otot jantungnya dalam memompa darah.

"Boleh saya hidupkan suaranya?" Tanya Dokter Rama menoleh ke Sania yang ada di belakang

Wanita itu mengangguk, Dokter Rama meng-klik salah satu keyboard di komputer itu, dan terdengarlah suara degup jantung Alva yang berdetak.

Memori Sania kembali ke masa-masa saat dirinya sedang hamil Alva dan melakukan USG, saat dokter menunjukkan padanya suara degup jantung janin Alva waktu itu.

Tapi kali ini Sania merasa berbeda, dalam indra pendengarannya yang ia tangkap suara degup jantung Alva sedikit berantakan, tidak teratur dengan alunan irama yang indah seperti waktu itu.

SurrendersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang