Ruang itu berisik dengan gesekan kaki para suster yang ikut membantu Dokter Rama berusaha menyelamatkan Alva, detak jantungnya terus menurun seiring berjalannya waktu, saturasi oksigennya pun rendah, tekanan darahnya juga ikut menurun.
Waktu seolah berjalan sangat lambat, Alva sudah tidak sadarkan diri total. Dengan kondisinya yang kian menurun, tidak ada sedikitpun peningkatan.
Hawa di dalam juga terasa sangat panas, bercampur aduk dengan degup jantung yang tidak bisa normal berdamai dengan kondisi seperti ini.
"Dokter, detak jantungnya terus menurun, hanya 30 persen ... " Ujar seorang suster menatap sayu Dokter Rama
Tidak sempat menjawab,
Pintu depan seperti di dobrak dari luar, pelakunya adalah Sania, tentu saja, siapa lagi.
"Dok? ... " Suster itu menatap dalam Dokter Rama bergantian menatap Alva yang sudah pucat pasi
Sania di luar juga terus mengetuk keras pintu ICU, hatinya sungguh, sangat tidak tenang sekali. Apalagi dengan keadaan pintu terkunci dari dalam seperti ini.
Tidak peduli dengan tangannya yang sudah sangat merah, wanita itu terus memukul pintu kayu yang keras sekali itu dengan derai tangisnya.
Orang-orang yang sekedar lewat menatapnya kasihan, melihat penampilan dan kacau bersama derai air matanya yang terus terjun membanjiri wajahnya.
Seorang perawat sampai menghentikan aksinya, setelah mendapatkan laporan bahwa ada yang membuat kekacauan di rumah sakit.
"Ibu, mohon tenang, Bu. Ini ruang ICU ... "
"Siapa wanita itu?"
"Sepertinya orang gila."
"Tidak, penampilannya tidak seperti orang gila."
"Lihatlah, dia saja rapi."
Persetan dengan omongan orang-orang yang mengatainya, Sania hanya menginginkan putranya. "Anak saya di dalam, sus! .. " Ujar Sania lirih bercampur serak menatap suster yang mencegahnya
"Jika pintu terkunci dari dalam, berarti Dokter sedang menangani pasien, ibu tidak perlu khawatir .. "
(Saya tidak tau ya, benar atau tidak, ini hanya imajinasiku)"Bagaimana saya tidak khawatir, anak saya yang ada di dalam, sus!" Potong Sania keras, bersama air mata yang lagi-lagi terjun bebas
"Ibu, ibu mohon tenang dulu ya, Bu .. Ini rumah sakit, banyak orang yang sakit juga disini, jadi mohon agar sedikit lebih tenang, agar tidak mengganggu pasien yang lain." Ujar suster itu sopan
Sania mengabaikan itu, pikirannya kacau, sangat kacau. Ia di landa rasa takut yang begitu besar, entahlah, tapi Sania merasakan itu.
Sang suster meninggalkannya bergelut dengan pikirannya sendiri, orang-orang disana pun mulai membubarkan diri.
Sania meluruh ke lantai, menangis disana dengan menyembunyikan paras ayunya. Mungkin karena suara tangisnya yang terdengar, membuat beberapa pasang mata menatapnya kembali, lagi.
"Dokter, tidak ada harapan." Ujar suster yang terus memantau kondisi Alva melalui monitor
Suara bising mesin elektrokardiogram yang menggetarkan ruangan membuat ketegangan singgah di ruangan itu, dengan hawa panas dingin yang terasa hinggap dalam dada.
Hingga,
TTTTIIIIIIIIIIIIIIITTTTTTTTTT
Grafik itu berjalan lurus. Dokter Rama melepaskan tangannya, menatap tangannya sendiri yang tidak berhasil menyelamatkan pasien nakalnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Surrenders
Teen FictionDeskripsi? Tidak ada. Datanglah, siapa tau membuatmu betah. #sickstoryarea Jangan salah lapak, berakhir menghujat.