Makin kesini suhu tubuh Alva bukannya makin turun, suhu panas tubuh Alva malah semakin meningkat, di tambah keluhan anak itu yang berkata dadanya nyeri tiba-tiba, plus sesak nafas juga beberapa kali.
Tidurnya pun tak tenang sama sekali, beberapa kali tangannya menekan sumber rasa sakitnya, injeksi yang di berikan Dokter Rama seperti hanya bekerja sebentar lalu nyeri itu datang lagi.
"Masih sakit sayang?" Tanya Sania khawatir
Alva mengangguk dengan nyerngitan di dahi, nyeri itu seperti ingin menemaninya malam ini, rasa sesak juga kadang kala ikut hadir, dirinya sama sekali tidak bisa tidur nyenyak.
"Sakit bundaahh .. " Adu anak itu
"Ini jantung kayak udah gak mau di suruh kerja, mau berhenti aja apa gimana?" Celetuk Alva lagi
"Kamu ngomong apa sih, Va? Jangan ngomong kayak gitu, bunda gak suka!" Ujar Sania
Alva abai, bukan niat mengabaikan bundanya, tapi ia sendiri masih bertarung dengan rasa sakit dan sesak yang menyerangnya.
"Bunda tidur aja, udah malem." Ujar anak itu lirih
Sania menggeleng, "Bunda temenin sampe sakitnya ilang, kamu aja masih kesakitan gini, bunda mana bisa tidur."
Alva tersenyum, "Sshh .. Bunda, sakit .. " Nyerngitan itu kembali lagi, seolah tak membiarkan dirinya tenang barang sekejap
Sania berdiri memencet tombol di atas ranjang Alva, "Alva? ... " Sania jadi khawatir melihat nafas putranya itu yang tiba-tiba jadi amburadul
Tangannya dengan sigap mengganti alat pernapasan Alva yang semula memakai selang oksigen, kini wanita itu memakaikannya masker oksigen. Sania juga menambah laju udara yang masuk, dengan tangan satunya yang juga memencet brutal tombol untuk memanggil Dokter.
"Alva, sayang? .. Nafas pelan-pelan, sayang .. " Ujar Sania mengintruksi
Anak itu menggeleng, tangannya meremat dan memukul dadanya sendiri, rasanya nyeri plus sesak sekali. "No, no, no. Nafas pelan-pelan, kamu bisa! Jangan di pukul gini!" Ujar Sania panik
Tangannya memencet brutal tombol itu lagi, "Dokter!" Teriaknya keras, tidak ada Dokter yang datang setelah ia memencet tombol darurat itu
"Jangan di pukul gini, nafas pelan-pelan, sayang.. Kamu bisa, ayo, sama bunda, nafas pelan-pelan .. " Ujar Sania mengintruksi lagi dengan tangannya yang mengusap dada Alva, tangan anak itu memegang tangan Sania,
Tak lama Dokter Rama datang dengan seorang suster, Dokter Rama mengambil alih tempat Sania, membuat wanita itu mundur beberapa langkah dari posisinya.
Tangannya masih di genggam erat oleh Alva, ia tetap stay dalam tempatnya, ia tidak mau keluar meninggalkan putranya sendiri lagi.
Seorang suster memberikan injeksi obat lagi agar pernafasannya membaik, agar sesaknya reda. Sedangkan Dokter Rama mencoba menstabilkan nafas Alva dengan instruksi darinya.
Udara seperti tidak mau masuk melewati jalur nafasnya, Alva sampai meremas tangan bundanya tanpa sadar, ia sungguh tidak kuat, ia tidak bisa bernafas, dadanya sakit baik dari dalam ataupun luar akibat pukulan tangannya sendiri tadi, juga batuk yang mengiringi sesaknya.
Dokter Rama juga masih berusaha menormalkan nafas Alva, memberikan segala bentuk intruksi agar Alva mengikutinya, tapi fokus anak itu teralihkan, ia sibuk dengan rasa sakit dan sesak yang menghimpit dadanya.
"Alva, dengerin saya, fokus, nafas pelan-pelan!" Ujar Dokter Rama
Anak itu menggeleng, udara saja seperti tidak ada yang lewat, bagaimana bisa bernafas?
KAMU SEDANG MEMBACA
Surrenders
Teen FictionDeskripsi? Tidak ada. Datanglah, siapa tau membuatmu betah. #sickstoryarea Jangan salah lapak, berakhir menghujat.