Seiring berjalannya waktu, keadaannya terus membaik, tapi kini anak itu di serang demam tinggi, padahal tubuhnya sudah lebih baik, tapi ada saja yang mengacaukan itu.
"Ya Allah panas banget kamu nak .. " Ujar Sania yang menempelkan tangannya di kening Alva
Sania menjaga Alva sendiri hari ini, semalam Ayu pulang, kerumahnya. Wanita itu keletihan, dan Sania tentu saja meminta mamanya itu untuk istirahat, beberapa hari sampai wanita itu merasa baikan, tapi Ayu menolak itu, ia akan berleha-leha di rumah sehari ini saja, mumpung Minggu Sania libur kerja, kalau Ayu terus berada di rumah lantas siapa yang akan menjaga Alva? Dela sekolah kalau pagi.
"Bunda mau ngapain sih, bundaa .. " Ujar Alva melihat bundanya itu kerepotan sendiri
"Ngompres kamu lah, biar panasnya turun." Ujar Sania sembari meletakkan handuk setengah basah di kening Alva
"Aku pengen pulang, bunda." Ujar Alva tiba-tiba
Sania tersenyum, sama, ia juga, suasana di rumah lebih membuat hatinya nyaman, di tempat ini penuh dengan bayangan buruk, kenangan yang di hasilkan dari sini sangat membuatnya trauma untuk berada di tempat ini, tapi mau bagaimana lagi, sang putra masih disini.
"Makanya makan yg banyak, kalo di suruh makan yg nurut, jangan rewel, biar badan kamu fit lagi, terus pulang." Ujar Sania sembari mentap-tap anak rambut Alva
Alva tersenyum tanpa arti, "Gak nafsu."
"Yaudah, nafsunya makan apa? Bunda beliin. Besok bunda masakin, apapun keinginan kamu, khusus untuk anak kesayangan bunda ini." Ujar Sania menoel hidung mancung sang putra
"Gak ada." Sania menghela nafas dengan jawaban anaknya itu, ya wajar saja namanya juga orang lagi sakit, tapi kalau hanya makan makanan rumah sakit, lidah anak itu juga pasti bosen
"Gak pengen buah atau apa gitu sayang?" Tanya Sania mengganti kompresan Alva, anak itu menggeleng
"Bunda, capek rebahan terus." Ujar Alva mencoba duduk dengan tenaganya sendiri, Sania dengan sigap membantu dan memantau pergerakan anak itu
"Alvaaa ... .. "
Alva yang punya nama, sekalipun Sania juga ikut menoleh. Senyum cerah anak itu langsung muncul menghiasi wajah pucatnya, teman-temannya datang, selain Rendi dan Karlo yang sudah pasti ada, ada juga beberapa teman sekelas dan teman satu timnya dulu.
"Weee .. Sehat kau bro?'' Tanya Karlo bersalaman ala pria dengan Alva
"Gue kira kalian lupa sama gue."
"Lupa pala lu, kita hampir tiap hari kesini, dari jaman lu masih masuk ICU, sampe lu sempet mati .. "
"Hah? " Sungguh, Alva tidak paham
Rendi menyenggol Karlo, mulut anak itu minta di hih. Sania lagi-lagi teringat dengan kejadian paling buruk itu, ia meremas sprei putih di ranjang tempat Alva, ingatannya benar-benar berputar kejadian itu, saat dokter mengatakan kematian putranya, saat para perawat melepas satu per satu alat-alat yang hinggap di tubuh Alva, bagaimana ia meraung meminta anaknya itu kembali.
"Gue? Mati?" Tanya Alva
"Gak, gak .. Udah lupain .. " Ujar Rendi
"Serius? Gue mati? Gue sempet meninggal?" Tanya Alva lagi
"Udah-udah sayang .. Jangan di bahas .. "
"Serius bunda? .. " Tanya Alva memotong perkataan bundanya, dan beralih menatap bundanya
Sania sama sekali tak bergeming, tak mengangguk, pun tak menggeleng. Sania terpaku dengan tatapan anak itu yang meminta penjelasan, ia terlalu egois untuk merasa takut kehilangan tatapan itu,
KAMU SEDANG MEMBACA
Surrenders
Novela JuvenilDeskripsi? Tidak ada. Datanglah, siapa tau membuatmu betah. #sickstoryarea Jangan salah lapak, berakhir menghujat.