Bagaimana jika kita dipertemukan hanya untuk menambah luka baru?
Alzen yang sempat mengalami perundungan kini beralih menjadi pelaku akibat emosional yang sudah sulit untuk dikendalikan. Tetapi, sekolah seakan mewajari sikap dan perilaku buruk anak...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Tidak ada pilihan lain yang bisa Narra ambil, ia harus tetap berhati-hati pada ketiga anak yang mungkin akan sangat berbahaya jika sedang tersulut emosi. Kini ia tengah mengepel lorong toilet, suasananya terasa hening meski suara aliran air di keran terdengar dari salah satu toilet. Seorang pria keluar dari sana dan langsung terperanjat kaget saat menemukan seorang gadis yang berada di tempat yang dikhususkan untuk laki-laki.
Narra hanya menunduk menahan malu sembari menyibukkan diri mengepel lantai yang kotor.
"Dasar cewek mesum!" Pekik laki-laki yang hanya melewatinya begitu saja.
Argh!! Kenapa aku harus ngelakuin ini sih?
Batin Narra mencengkram gagang pel karena geram.
Laki-laki yang baru saja keluar dari toilet tidak sengaja berpapasan dengan Alzen yang tengah merundung seorang murid, laki-laki itu ketakutan dan langsung kabur meninggalkan Gildan yang tengah dibully habis-habisnya oleh ketiga anak nakal.
Gildan awalnya hendak ke toilet, akan tetapi dirinya kini malah tersungkur dengan punggung yang diinjak oleh kaki kiri Alzen, diiringi tawa yang terpancar dari suasana hati mereka.
Alzen naik dan berdiri diatas punggung Gildan, menggosok-gosokkan alas kakinya di seragam siswa yang ia anggap bagaikan keset kotor sebelum kakinya melangkah memasuki lorong toilet. Sesaat matanya tidak sengaja melihat Narra yang masih sibuk mengepel, Alzen tersandar pada ambang pintu seraya menyeringai. Membuat Arkan dan Rexan menatapnya heran.
Disaat itulah, Gildan mengambil kesempatan untuk kabur dan langsung berlari terbirit-birit meninggalkan pelaku perundungan. Karena sudah terlanjur jauh, Arkan dan Rexan hanya memperhatikan sekilas sebelum menghampiri Alzen dan mengintip ke arah pandangan Alzen tertuju.
"Lumayan juga tuh cewek," ucapan Arkan seketika membuat Alzen tertawa getir dengan mata yang jengah.
Alzen melangkah menghampiri Narra, diikuti oleh kawan-kawannya yang berada di belakang. Alzen menyilangkan kedua tangannya di dada sebelum menendang ember yang berisi air hingga tumpah mengenai sepatu Narra. Membuat gadis itu terperanjat kaget dan reflek menghindar agar tidak terlalu basah.
"Kurang bersih," ucap Alzen saat melihat sebagian kecil keramik menyisakan lumut hijau yang menggelikan mata.
"Udah ini bersihin kelas, ya, gue lagi malas piket," Arkan tertawa bodoh.
Rexan hanya merespon dengan helaan napas. "Dari kapan lo piket? Dari awal semester pun gue gak pernah liat lo pegang sapu selain buat mukul orang."
Arkan cengengesan sembari mengusap tengkuk lehernya. "Kalau udah punya babu, ya buat apa ribet-ribet ngelakuin hal gak guna. Ya gak?"
Rexan hanya mengangguk pelan. Sikap dingin dan cueknya tidak terlalu mengganggu siswa di sekolah, hanya saja sikap seenaknya yang membuat dirinya dijauhi banyak orang. Ia termasuk siswa yang paling pintar dan berprestasi, termasuk ketua kelas yang terpilih dari hasil memaksa teman sekelasnya.