° 15.|Amorous Shots °

54 17 0
                                    

Alzen tengah berjalan di lorong sekolah, merasakan segarnya pagi yang menyentuh lembut tubuhnya. Suasana ramai dan bising para siswa seakan menyambut hari yang baik. Langkah Alzen terhenti, ia terdiam mematung saat merasakan suatu hal yang aneh baginya. Melihat Narra yang tengah berbincang dengan Gildan didekat Mading sekolah.

Narra tertawa. "Beneran nih? Aku aja baru tahu kalau ada ruangan rahasia yang sering dipakai siswa buat bolos sekolah."

"Kamu mau lihat juga, gak?" Ajak Gildan yang kemudian mendekatkan wajahnya pada telinga Narra. "Aku waktu itu sempat bolos juga gara-gara geng Alzen," bisiknya.

Narra terkekeh pelan saat Gildan menjauhkan wajahnya dan menatap Narra untuk kembali berbincang. Tapi sebuah tangan misterius tiba-tiba merangkul pundak Narra sehingga membuat gadis itu tersentak lalu menoleh pada sosok yang merangkulnya.

Wajah Alzen sangatlah dingin, ia menatap tajam ke arah Gildan. "Kalian abis bicarain apa?" Tanyanya.

"E-enggak," Narra menepis tangan Alzen dari pundaknya. "Ini juga bukan urusanmu, jadi jangan ikut campur."

Alzen melirik kearah Narra. "Lo pacar gue, jadi gak boleh ada siapapun yang deketin Lo tanpa sepengetahuan gue."

Gildan tersenyum getir. "Lo terlalu protektif, biasanya Lo gak pernah peduli sama pacar-pacar Lo yang lain, kan?"

Alzen mendelik sinis pada Gildan, kemudian memegang tangan Narra dengan kuat. Menciptakan rasa sakit bagi Narra yang sedikit meringis karena tulang-tulang yang seakan hampir remuk.

"Alzen, sakit ... " Ringis Narra yang berusaha melepaskan diri.

Mata Alzen masih tertuju pada Gildan "Lo harus balik ke kelas, ada orang yang nunggu Lo di sana," ucap Alzen sebelum melangkah pergi membawa Narra agar menjauh dari orang yang sangat ia benci.

Narra tiba-tiba menarik tangannya dari Alzen, membuat Alzen terbelalak dan menatap gadis yang tengah kesakitan.

"Gu-gue gak bermaksud buat ngelakuin itu," Alzen ragu serta cemas.

"Dasar brengsek, emangnya Lo siapa!" Tegas Narra yang sontak membuat Alzen membisu.

Gildan tidak ingin ikut campur lebih jauh, ia memilih untuk pergi meninggalkan pertengkaran antara dua insan yang memiliki hubungan karena sebuah paksaan.

Alzen mengangkat sebelah alisnya lalu menyeringai. "Lo mulai ngelunjak lagi, ya? Seharusnya lo bersyukur karena gue udah jaga lo dari perundungan, dan seharusnya lo juga nyimpan rasa ke gue karena gue udah berbaik hati pada cewek jalang kayak lo!"

"Ah, aku gak peduli," Narra melangkah pergi mendahului Alzen.

"KA-KALAU GUE SUKA LO GIMANA?" Teriak Alzen membuat suasana lorong sekolah seketika hening. Dia seakan menjatuhkan harga dirinya sendiri, pria itu menunduk penuh keraguan saat langkah Narra berhenti menahan malu dari setiap pandangan yang tertuju pada mereka berdua.

Narra bergegas kembali menghampiri Alzen. "Kamu jangan bercanda, aku tahu kamu ngelakuin ini cuma karena penasaran doang dan jadiin aku sebagai mainan yang bisa kamu buang!"

"Lo salah!" tegas Alzen yang terlihat gelisah. "Cuma lo yang peduli pas gue lagi sakit, sikap lo ngingetin gue ke mendiang ibu yang udah lama gak ada. Lo kayak reinkarnasi dari ibu gue, gue butuh lo ... karena gue yakin cuma lo yang gue punya, sekarang."

Mata Alzen terlihat berkaca-kaca. "Ibu gue, juga punya kepribadian yang mirip banget sama lo, kalian seperti pinang yang dibelah dua,"

Narra kebingungan, ia merasa malu karena semua mata masih menatapnya. "Alzen, ini berlebihan ...."

"Gue suka sama lo, gue pengen lo jadi pacar gue dan terus perhatiin gue kayak ibu," pinta Alzen.

Narra menghela nafas berat.

Aku pasti lagi mimpi, kalau benar ini mimpi ... aku mau mukul dia pakai bola basket! Tapi kayaknya buat sekarang lebih baik ....

Batinnya yang kemudian menampar pipi Alzen.

Membuat semua orang terkejut melihatnya, baru kali ini ada perempuan yang berani memukul Alzen seperti itu.

"Ini lagi mimpi kan, ya?" Narra menampar pipi Alzen lagi, ingin mengulanginya beberapa kali untuk membuktikan jika ini hanya mimpi belaka, tetapi tangan Alzen perlahan menggenggam tangan Narra yang menyentuh pipinya.

"Jadi pacar gue, ya," Alzen tersenyum manis, membuat wajah Narra seketika tersipu malu.

"Alzen---" Nara yang menahan rasa malu tiba-tiba ditarik kedalam dekapan hangat Alzen.

Pria itu memeluk Narra penuh kehangatan dan harapan mendalam, rasa ingin melindungi dan memiliki muncul di hatinya, begitupun rasa cemburu saat gadis yang ia cintai dekat dengan pria lain.

Alzen menutup mata dan menempelkan kepalanya dengan kepala Narra. "Gue bakal jadi cowok yang baik setiap bareng lo, gue janji."

Hal itu dilihat oleh Karlin yang berada jauh dibelakang mereka, ia mematung kaku. Tapi disisi lain, bibirnya mengukir senyum karena kesempatan untuk dekat dengan sang kakak akan lebih mudah digapai jika Narra membantunya.

Narra menelan ludah ragu, ia tersenyum tipis dan menepuk-nepuk punggung Alzen untuk menenangkan hati pria yang tengah bersedih. Suasana jadi ramai karena berbagai respon yang diberikan para siswa.

Kejadian itu sampai ke telinga Rexan dan Arkan yang sedang berada di dalam kelas, seorang siswa laki-laki memberitahukan itu pada mereka untuk menghindari pembullyan dan agar kedua pembully itu fokus pada hal lainnya.

Saat bel masuk berbunyi, Alzen berjalan sendiri menuju kelasnya, akan tetapi ia berpapasan dengan Karlin yang terus menatapnya seolah ingin mengatakan suatu hal yang penting.

'Aku ingin bicara dengan kakak,' Karlin membatin, tapi dirinya malah diabaikan oleh Alzen yang hanya meliriknya sekilas sebelum masuk ke kelas.

Mata Alzen menemukan dua kawannya yang berdiri menatapnya seakan ingin menginterogasi mengenai rumor asmara antara pembully dan korbannya.

"Zen, jadi Lo beneran pacaran sama tuh cewek? Gue kira Lo bercanda doang," ujar Arkan.

"Gue heran sama Lo," Rexan menggaruk pelipisnya. "Kok Lo mau sama cewek kayak gituan? Padahal Lo bisa dapat cewek cantik dan kaya."

"Ya terserah gue dong, orang gue yang mau, kok jadi kalian yang ribet sih? Biasanya juga kalian gak pernah peduli gue pacaran sama siapa aja asalkan jangan sama guru indo dan ceweknya si Rexan, kan?" Alzen berkacak pinggang seraya menyeringai. "Gue gak perlu ijin kalian, gue cuma gak mau kalau kalian bersikap buruk ke pacar gue."

"Lo jadi gak sekeren dulu, Lo harus tahu kalau cowok bakal lemah pas udah bucin ke cewek, jadi sukai dia sewajarnya aja," Arkan berjalan menuju bangkunya.

"Gue terima saran Lo," sahut Alzen. "Mungkin," lanjutnya memutar mata jengah.

.

.

.

.

.

Nuragaku ( On Going )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang