° 18.|Arkan's Darkness °

53 19 0
                                    

Saat bel istirahat berbunyi menandakan waktu pembelajaran usai sementara, para siswa menghela nafas lega seraya menutup buku pelajarannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Saat bel istirahat berbunyi menandakan waktu pembelajaran usai sementara, para siswa menghela nafas lega seraya menutup buku pelajarannya. Narra beranjak dari bangku menuju keluar kelas untuk segera menemui Karlin dikantin, begitupun dengan banyaknya siswa lainnya.

Tapi saat Gildan melintas menuju pintu kelas sembari fokus menatap ponsel, kakinya tiba-tiba diselengkat oleh kaki Alzen yang membuatnya terjatuh mencium lantai bersamaan dengan ponsel yang direbut oleh tangan Alzen yang begitu cepat.

"Lo lagi lihat apaan sampai gak fokus lihat jalan?" Monolog Alzen yang penasaran saat melihat layar ponsel milik Gildan.

Arkan menghampiri dan mengintip dibelakang Alzen. Mereka berdua sejenak terkejut tapi kemudian malah tertawa getir meremehkan orang yang baru saja berdiri dan hendak merebut kembali hak nya namun langsung dijauhkan oleh Alzen yang menatapnya tajam beserta seringainya.

"Lo coba ngehasut Narra lewat chat? Tolol," Alzen mencengkram kuat benda kotak itu lalu membantingnya ke lantai hingga layarnya pecah.

Gildan mengambil ponsel miliknya, layarnya bukan hanya retak bahkan serpihannya berserakan dilantai, benda itu sudah tidak dapat menyala kembali.

Tangan Alzen menopang kepalanya diatas meja. "Lo pikir Narra bakal peduli sama yang kayak gituan? Akrab sama Lo aja enggak, atau Lo ... Emang sengaja nyari gara-gara ke gue, ya?"

Arkan melesat dan mendorong tubuh Gildan hingga tergeletak. "Heh pecundang, Lo udah hilang akal, ya?" Ia menunjuk kepalanya sendiri. "Nyari masalah ke antara kita sama aja nyari masalah ke kita bertiga!"

Gildan bersimpuh, ia menyeringai menatap Arkan. "Kalian gak sadar, ya? Selama ini kalian itu cuma dijadiin alat Alzen buat balas dendam, kalian gak dianggap lebih bahkan gak pantas dijadiin sahabat."

Alzen yang mendengar itu mulai geram, ia mendengarkan ocehan Gildan sembari mencengkram pulpen yang masih terbuka. Akan tetapi, pena itu tiba-tiba melayang hingga menancap di bahu Gildan. Membuat korbannya menjerit kesakitan dan kawan-kawannya terkejut.

"BACOT! Lo gak tahu apa-apa dan gak berhak ngasih komentar apapun! Gue gak sama kayak Lo!" Sentak Alzen yang menarik kembali pulpen yang telah ternodai darah lalu meletakkannya di meja. "Gue gak bakal segan ngabisin Lo, apapun alasannya."

Gildan menggeliat kesakitan saat darah di bahunya terus keluar, ia merebahkan tubuhnya menahan rasa yang begitu menyiksa tubuh. Sementara Arkan yang awalnya terkejut perlahan menyunggingkan senyum lalu merangkul pundak kawannya karena merasa bangga atas pembelaan yang Alzen katakan.

Tapi dalam lubuk hati yang paling dalam, Arkan tidak mempedulikan jikalau ucapan Gildan terbukti benar. Karena ia tinggal sendiri di apartemen yang sama dengan Alzen tetapi dilantai dasar, semasa kecil ...

(☬☬)

Tangan seorang anak laki-laki berusia tujuh tahun tengah digandeng oleh kedua orangtuanya. Ia diantar kesebuah panti asuhan yang menampakkan suasana ramai anak-anak yang berlalu-lalang dan bermain penuh kebahagiaan. Arkan yang masih kecil belum mengetahui apapun, ia mengenakan masker putih karena kondisi tubuh yang kurang sehat, Arkan mendongak pada ibunya penuh tanda tanya dalam benak kecilnya.

Nuragaku ( On Going )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang