° 47.| Still Raining °

15 4 0
                                    

Beberapa waktu kemudian, Narra dan Alzen sudah berjalan di bawah perlindungan payung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Beberapa waktu kemudian, Narra dan Alzen sudah berjalan di bawah perlindungan payung. Narra menghela nafas panjang setelah melewati banyak hal dan perbincangan panjang bersama Rexan. Kira-kira apa yang sudah mereka bicarakan?

Narra terpaksa menghentikan perbincangan itu karena kedatangan Alzen dan Raina yang tiba-tiba. Terlebih mimik wajah Alzen sungguh membuat Rexan jengkel.

"Narra~" Alzen memelas saat melihat Narra dan Rexan duduk bersebrangan.

Akhirnya, Narra harus mengajak Alzen pergi agar tidak terjadi pertengkaran. Sementara itu, keadaan Rexan dan Raina begitu sibuk karena perdebatan konyol.

"Gue udah capek-capek masakin buat lo, gue bela-belain antar ke sini sampai basah kuyup gara-gara kehujanan. Terus lo mau buang nih makanan? Tolol banget sih lo!" protes Raina duduk di meja agar dapat berbicara dengan jarak yang dekat.

Rexan duduk di kursi sambil menyilangkan kedua tangan dan memutar mata jengah. Berpura-pura tuli ketika mendengar ocehan yang dianggapnya tidak berguna.

"Gue udah capek di suruh suruh bokap buat lihat kondisi lo, tapi nih bocah malah gak tahu diri!" Raina kesel lalu mencondongkan wajahnya seraya memicingkan mata pada Rexan. "Aneh, padahal lo udah jadi gembel tapi masih bisa aja pelet bokap gue."

Rexan tertawa getir. "Salah bokap lo sendiri lah, kenapa masih mau dapetin gue?"

Raina berdecak kesal dan duduk dengan tegak. "Semua harta lo udah di sita setelah bukti penggelapan bokap lo ketemu, jadi kalau lo butuh apa-apa tinggal bilang gue aja. Gue emang baik sih~ jadi gak usah malu-malu."

"Najis banget," Rexan jijik.

Raina turun dari meja dan menggeser wadah makanan ke hadapan Rexan. "Makan tuh, mumpung masih panas. Katanya lo suka makan steak, jadi ... kebetulan gue bisa bikin," Raina terlihat canggung seolah menyembunyikan sesuatu dalam dirinya.

Gemericik air dan suara langkah kaki menapaki genangan pada permukaan bumi, menemani suasana damai Alzen dan Narra yang berjalan di bawah payung yang sama. Narra terlihat pasrah ketika payungnya sengaja di sembunyikan Alzen karena iseng, membuatnya harus mengikuti keinginan si pemuda yang tersenyum sumringah.

Alzen merangkul Narra ketika melihat pundak sang kekasih terkena hujan. Sedikit mendekapnya sambil melihat langit malam dan menikmati suasana tentram.

"Kita nongkrong dulu, yuk!" ajak Alzen.

"Terserah," Narra terdengar tidak bergairah.

Menciptakan rasa ingin tahu di benak Alzen, terlebih saat dirinya penasaran dengan apa yang sudah Narra dan Rexan bincangkan di belakangnya.

"Lo ... ngomongin apa?" tanya Alzen menarik netra Narra untuk menatapnya.

"Apa?" Narra kurang mengerti.

Perlahan tangan Alzen terlepas dari bahu Narra, wajahnya mulai sendu dan gundah. Tersirat kekecewaan berserta kesedihan saat tahu adanya rahasia diantara mereka. Hembusan angin menambahkan hawa dingin, suara yang ditimbulkan dari genangan air yang becek menunjukkan betapa hampa nya Alzen sekarang.

Nuragaku ( On Going )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang