Dua remaja yang saling membenci harus terlibat dalam sebuah perjanjian kerja paksa hanya karena sebuah pena, berawal dari benda kesayangan Arsyad yang Hera sita, membuat lelaki itu harus menjadi budak gadis paling egois dan angkuh se SMA Harapan Jua...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
*****🌻*****
"Gue ga mau jadi beban Len, udah cukup selama ini gue jadi parasit untuk semua orang," ungkap gadis berwajah pucat itu sangat pelan sembari memandajgi tubuh sahabatnya yang perlahan menghilang.
Pikirannya benar-benar rancu, nyeri di sekujur tubuhnya berpadu dengan rasa kecewa yang sangat dalam. Andai perasaan itu tidak ada mungkin rasa sakitnya tidak akan seperih ini.
Untuk kesekian kalinya darah itu keluar begitu saja dari mulut si gadis, semakin lama cairan merah makin banyak keluar, energinya seperti terkuras habis, penglihatannya pun menggelap.
"Gue ga mau kayak gini," lirihnya kemudian terbatuk-batuk.
Ia tak mau seisi dunia menertawakannya hanya karena penyakit sialan itu, Hera lebih suka dikenal kejam daripada dikenal sebagai gadis sekarat.
Setelah beberapa menit berlalu Leni kembali dengan sekotak tisu di tangannya, cepat-cepat Leni langsung mengambil beberapa helai lalu mengusapkannya kepermukaan telapak tangan Hera.
"Bentar, bibir kamu." Leni mengusap bibir mungil penuh darah itu.
"Ra, ini banyak banget loh!"
"Kamu yakin ga mau pulang Ra?"
Alih-alih menjawab, cairan bening itu malah mengalir deras dari mata sayu Hera.
"Gue masih kuat Len," tolak Hera lembut.
"Engga Ra!" tekan Leni masih mengusap bibir sahabatnya.
"Len, gue masih pengen di sini, gue ga mau bikin Papa khawatir," Ujarnya.
"Tapi Ra-"
"Gue mohon." Hera meraih kedua tangan Leni lalu menggenggamnya.
"Aku harap, suatu saat kamu mau cerita semuanya," balas Leni lalu tersenyum getir.
Hera hanya mengangguk. "Makasih ya Len."
"Disaat semua orang membenci gue, lo selalu ada untuk gue," ujar gadis berambut kecoklatan itu.
"Kamu itu sahabat ku Ra, jadi udah semestinya aku kayak gini." Leni meraih beberapa sampah tisu yang berserakan diatas meja, gadis itu kembali beranjak menuju tong sampah yang tak jauh dari sana, tepatnya disebelah tangga menuju lantai bawah.
"Leni," panggil Hera membuat Leni menghentikan langkahnya.
"Jangan bilang ke siapapun tentang ini semua ya?" pintanya sungguh-sungguh.
Gadis berkaca mata yang mengenakan jas hijau army serupa itu hanya mengangguk.
"Aku tahu kamu hanya ingin terlihat kuat, tapi jangan sampai kamu lupa, orang hebat pun juga perlu istirahat."
Deg!
Kenapa kata-kata itu begitu menyakitkan? Apa Hera sudah terlalu jauh mengubur dirinya sendiri dengan kepalsuan?