Dua remaja yang saling membenci harus terlibat dalam sebuah perjanjian kerja paksa hanya karena sebuah pena, berawal dari benda kesayangan Arsyad yang Hera sita, membuat lelaki itu harus menjadi budak gadis paling egois dan angkuh se SMA Harapan Jua...
Maaf ya cila baru up, jangan lupa vote dan spam komen ya tmn"!
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
_____🌻_____
"Kalau benci ya benci aja! Gak usah pake drama segala!" Ujar Leni, napasnya tersengal-sengal, rasanya ia ingin mencakar-cakar wajah lelaki di hadapannya.
"Gue kira lo orang baik, tapi sekarang gue tahu kalau begini cara lo perlakuin orang yang menurut lo jahat, lo ga lebih dari pecundang," lanjutnya lalu mendorong tubuh Arsyad.
Melihat hal tersebut Hera tak mampu melakukan apa-apa, ia hanya membeku seraya bergelut dengan otaknya terus bertanya apa ini hanya mimpi? Tapi lagi-lagi suara ricuh dari para pelajar yang mengerumuninya membuatnya sadar bahwa hari sial ini benar-benar nyata.
"Ayo Ra kita pergi dari sini!" Leni menarik tangan Hera cepat memecah kerumunan.
Hera yang masih sesegukan dengan hujan yang tak berhenti mengalir dari kedua matanya hanya bisa mencengkeram dadanya yang terasa sesak, sesampainya di lantai dua tak langsung ke kelasnya, gadis berambut kecoklatan tergerai indah itu malah berlari menaiki anak tangga lagi.
Merasa ada yang tidak beres Leni pun menyusulnya menuju roftoop, di sana Hera berdiri di tepi pagar besi pembatas, gadis itu berteriak sekeras-kerasnya.
"Gue benci ...!"
"Ini semua emang salah gue," Hera memukuli kepalanya.
"Udah Ra, udah!" Leni langsung mendekap tubuh mungil sahabatnya dari belakang.
"Ini ga sepenuhnya salah kamu," Ujar Leni, telapak tangannya diletakkan pada kedua sisi pipi Hera.
"Laki-laki brengsek kayak Arsyad emang pantes ko diginiin," lanjutnya berusaha meyakinkan Hera.
Gadis bermanik kecoklatan itu perlahan mengusap wajahnya di bantu jemari mungil Leni.
"Setiap orang pasti pernah melakukan kesalahan, sekarang kan kamu udah berubah."
"Kamu tenangin diri kamu dulu ya, aku temenin."
Hera mengangguk, setelah itu hanya hening, keduanya duduk di kursi kayu pada depan meja besar yang dipasang payung besar.
Siang ini mentari memang cukup terik membuat gadis bersyal merah yang tak pernah absen melingkar di lehernya itu sesekali mengusap peluh, kulitnya pun mulai terlihat kemerahan.