53. MEMBISU

177 9 0
                                        


Sesampainya di rumah Arsyad langsung membuang kunci mobilnya ke sofa, Shinta yang masih duduk di sana pun terheran melihat sikap putranya yang penuh amarah.

"Arsyad!" Panggil Shinta, Arsyad pun duduk di depan wanita paruh baya itu.

"Arsyad tahu ini semua perbuatan Mama kan?" Tanya Arsyad berusaha tetap tenang, batinnya seperti terbakar api emosi.

"Maksud kamu apa?" Tanya Shinta balik pura-pura tak mengerti.

"Mama kan yang chat Hera pakai hape Arsyad?"

Deg!

Shinta terkesiap, darimana anaknya tahu tentang hal itu? Raut wajah wanita itu seketika berubah panik.

"K-kamu tahu dari mana?" Tanya Shinta gugup.

"Ga penting aku tahu dari mana."

"Yang jelas apa yang udah mama lakuin itu keterlaluan."

"Aku ga nyangka Mamaku bisa sejahat ini," Ungkap Arsyad kecewa, suaranya terdengar bergetar.

Shinta menelan ludah, wanita itu berpikir keras, entah apa yang akan ia ucapkan selanjutnya untuk menutupi kesalahannya.

"Mama lakuin ini demi kamu, Arsyad!" Tekan Shinta.

"Demi aku?" Arsyad mengerutkan keningnya.

"Bagian mana yang Mama maksud demi aku?"

"Mama cuma ga terima kamu di kroyok habis-habisan sama cewek itu."

"Mama ga suka kamu sama dia."

"Dia itu udah injak-injak harga diri kamu!" Ujar Shinta dengan nada tinggi.

"Tapi Hera udah berubah Ma!" Bantah Arsyad tak kalah lantang.

"Tetap saja dia ga pantas untuk kamu!"

"Udah Ma!" Sentak Arsyad.

"Stop atur hidup Arsyad lagi!"

Shinta menggelengkan kepalanya tak habis pikir. "Kamu lebih memilih Mama atau Hera?"

Pertanyaan macam apa ini? Mengapa Mamanya harus seperti ini? Dengan hati yang teriris-iris Arsyad balik bertanya. "Mama lebih memilih Arsyad atau keluarga baru Mama?"

Sontak Shinta langsung terdiam, mulutnya seolah dibungkam, wanita itu kini meraih tas kulit hitam di sebelahnya lalu beranjak bangkit.

"Kamu akan nyesel ga dengerin Mama." Ucapnya lalu pergi dari sana.

Setelah kejadian tadi Arsyad benar-benar tidak bisa merasa tenang, perasaannya gelisah dan cemas, lelaki itu berkali-kali mondar-mandir dalam kamar bercat abu-abu dan berlantai kayu.

Sesekali netranya menggeliat memandangi beberapa foto di dinding yang bergambar wajah Hera dengan-Nya.

"Argh! Anjing!"

"Kacau semuanya!" Teriaknya sembari mengacak-acak rambut.

"Hera pasti udah ga akan mau maafin gue," Sesalnya kini penuh emosi pemuda itu memukulkan tangannya ke dinding cukup keras, hal itu dilakukannya berkali-kali.

"Sialan!"

"Anjing!"

"Gimana gue bisa minta maaf ke Hera kalau dia aja udah ga percaya sama gue?" Tanyanya, dadanya terasa begitu sesak.

Pandangannya mulai kabur, cahaya lampu yang temaram membuat tetes air matanya tak terlihat di pantulan cermin lemari kayu.

Perlahan ia berjalan ke arah kasur dan menyambar sebuah ponsel genggang miliknya, ribuan kata maaf mrngerumuni kepalanya, entah bagaimana lagi caranya meyakinkan gadis yang ia cintai.

Catatan Abu-abu [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang