48. KEJUJURAN

95 7 0
                                    

Arsyad tersentak dengan pertanyaan gadis di hadapannya, jantungnya terpacu lebih cepat dari biasanya, apa kali ini ia harus jujur?

Hatinya sudah tidak bisa berbohong lagi, Arsyad memang telah jatuh hati pada Hera, tapi bagaimana ia menjelaskannya? Apa Leni akan percaya?

"Awalnya gue emang benci sama Hera," jawab Arsyad lalu menghembuskan napas berat.

"Tapi itu dulu, karena sikap angkuhnya," Lanjut lelaki berseragam hijau army senada itu.

Leni mengerutkan keningnya. "Lalu?" tanya gadis bertubuh jenjang itu.

"Setelah mengenal Hera lebih dalam, ga tahu kenapa dendam gue hilang," jelas si lelaki sembari menoleh ke kanan kirinya yang telah sepi.

"Gue jatuh cinta sama Hera."

Mendengar hal itu Leni masih tak percaya, setelah kata-kata kasar beberapa waktu lalu yang Arsyad ucapkan rasanya sangat sulit untuk yakin dengan pengakuannya kali ini.

"Aku ga percaya," ungkap Leni jujur.

Gadis itu berjalan mundur lalu membalikkan badannya, ia menuju kearah pintu utama SMA Harapan Juang yang masih terbuka lebar.

"Gue harus lakuin apa supaya lo percaya?"

Deg!

Untuk kesekian kali langkah Leni terhenti, Arsyad kembali menghampirinya.

"Kali ini gue ga bohong Len," ujarnya berusaha meyakinkan lawan bicaranya.

"Buktiin kalau kamu emang cinta sama Hera."

*****

Siang ini di ruangan ICU penuh selang dan peralatan medis itu seorang gadis berpakaian biru khas rumah sakit terbaring, jemari mungilnya yang masih lemah perlahan merambah ke atas meja sebelah kanan tempat tidurnya.

Gadis berusia tujuh belas tahun itu meraih ponsel genggam miliknya, pada layar utama tertulis jelas nama sahabatnya.

"Leni."

Hera cepat-cepat membuka pesan whatsapp dari pemilik nama tersebut.

Leni:
Ra aku udah di depan RS, kamu masih di ICU kan?

Dengan mata sayu Hera membalas singkat.

Hera:
Iya Len.

Gadis bermata kecoklatan itu kemudian kembali meletakkan hapenya, tangannya mencengkeram kuat rambutnya yang perlahan rontok.

Sial, penyakit itu benar-benar merenggut seluruh tenaganya, untuk bangun saja tubuhnya terasa begitu sakit, kakinya yang kaku berusaha ia gerakkan meskipun sangat nyeri.

"Gue ga boleh lemah." Hera melepas selang oksigen yang menempel di hidungnya.

Mati-matian gadis itu menopang tubuhnya berusaha bangun, setelah berusaha keras ia pun berhasil duduk, kini saatnya kembali bersandiwara seolah semuanya baik-baik saja.

"Kaki gue." Hera terkejut bukan main tatkala melihat kedua kalinya yang bengkak terbujur kaku.

"Engga, ini pasti cuma perasaan gue," Lirihnya seraya meraba bagian tubuh tersebut.

"Ga mungkin gue ga bisa jalan kan?"

Hera betul-betul panik, tubuhnya kembali gemetar hebat, ia tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi padanya selanjutnya.

Ini pasti mimpi, batinnya lalu mencubit bahu tangan kirinya.

"Sakit."

"Engga, gue pasti masih bisa jalan," Ujarnya berusaha yakin.

Catatan Abu-abu [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang