Hari yang ditunggu-tunggu sudah tiba, sabtu sore ini Devts dan Cacha ke rumah Hera, kedua gadis berdress marun selutut lengan pendek itu bagaikan anak kembar, mereka mengetuk pintu yang terbuat dari kayu ukir tersebut.
Tak lama keluar seorang wanita paruh baya yang mengenakan daster hitam membukakan pintu.
"Eh Non Devta sama Non Cacha, tumben udah lama ga main kesini," Sapa wanita itu begitu riang.
Devta tersenyum hangat lalu bertanya, "Hera ada Bi?"
"Sok atuh masuk, Non Hera ada di dalam," titah Bi Endah yang sudah bekerja puluhan tahun di rumah Hera.
Kedua gadis itu pun melangkahkan kakinya di atas lantai marmer silver itu, sembari menunggu Hera, mereka duduk di sofa besar warna mocca yang berada di tengah ruang tamu.
"Hera!" Seru Cacha ketika melihat Hera yang baru saja keluar dari sebuah ruangan menggunakan kursi roda.
Tanpa membuang waktu, gadis bertubuh gempal itu dan sahabatnya segera beranjak menghampiri Hera lalu memeluknya.
"Hera, maafin kita ya?" pinta Devta mendekap erat tubuh gadis berdress sage green lengan pendek itu.
"Kita kangen sama lo," sahut Cacha.
"Gue tahu, kita udah jahat banget sama lo, kita nyesel Ra," ungkap Devta berlutut di hadapan gadis berambut kecoklatan yang tergerai indah itu.
Alih-alih menjawab Hera malah tersenyum lebar, membuat lesung pipinya terlihat jelas.
"Ko lo malah senyum sih?" tanya Devta bingung.
Hera terkekeh pelan, "Gue kangen aja sama kalian."
"Jadi lo maafin kita?" tanya Cacha.
Hera pun mengangguk pelan, sontak kedua remaja itu kembali memeluk tubuh Hera begitu erat.
Setelah hening beberapa detik, keduanya pun beranjak bangkit. "Sebagai tanda permohonan maaf kita, kita punya suprise buat lo."
Hera mengerutkan keningnya. "Apa?"
"Kita mau bawa lo ke suatu tempat," Balas Devta lalu mendorong kursi roda Hera menuju keluar rumah.
"Kita mau kemana sih?" Tanya Hera mulai panik.
"Ga jauh dari sini ko, lo tenang aja kita ga akan macem-macem," Ujar Cacha berusaha meyakinkan Hera.
Mereka berjalan menyusuri komplek perumahan elit itu, hingga mereka sampai di sebuah taman penuh rerumputan, bunga dan pepohonan rindang.
"Lo tutup mata dulu ya Ra." Cacha mengikatkan sebuah kain hitam ke mata Hera.
"Kalian mau apa sih?" tanya Hera penasaran.
"Udah, lo ikutin abu-abu dari kita aja ya!" suruh gadis berbanding hello kitty itu.
Selang beberapa saat mulai terdengar sebuah alunan musik biola dan piano, kedua harmoni itu mendayu begitu indah.
"Sekarang, lo udah boleh buka mata," Ujar Cacha.
Satu
Dua
Tiga
Pemandangan pertama yang ia lihat adalah tirai putih yang menjulang tinggi berhias bunga, ada beberapa lilin di atas meja yang menyerupai warna matari senja.
Langit yang sudah remang-remang berhias lampu-lampu kecil yang begitu indah, di sana Hera mendapati Fandy dan Rio yang memainkan biola dan piano.
Ada juga Leni yang kini berjalan menghampirinya sembari membawa sebuah buket bunga mawar merah.

KAMU SEDANG MEMBACA
Catatan Abu-abu [END]
JugendliteraturDua remaja yang saling membenci harus terlibat dalam sebuah perjanjian kerja paksa hanya karena sebuah pena, berawal dari benda kesayangan Arsyad yang Hera sita, membuat lelaki itu harus menjadi budak gadis paling egois dan angkuh se SMA Harapan Jua...