10. Princessa's room

17.3K 1.6K 22
                                    

Agas tidak mengatakan apapun setelahnya, tapi untuk sesaat raut kebingungan terlihat di wajah itu, padahal Cessa mengira akan mendengar ucapan bernada peringatan, karena memanggil cowok itu lancang. Memanggilnya lebih singkat Aga.

Cessa berdiri diam sambil mengamati Agas mengeluarkan jam tangan dari kotak persegi.

"Benda ini bisa buat keamanan penggunanya," ucap Agas memecah keheningan yang terjadi selama hampir lima menit dan Cessa nyaris terpejam kantuk sontak membuka mata.

Cessa membalas linglung lirikan mata Agas, menanti penjelasan pun apa maksudnya sekedar sia-sia karena lagi-lagi bibir itu terkantup rapat kemudian. Cessa menahan kesal, tercekik oleh penasaran.

"Jarum?!" Cessa tidak bisa tidak memekik, mendapati tiga benda mungil tahu-tahu mencuat di balik lingkaran jam.

Agas tersenyum tipis alhasil Cessa agak jantungan melihatnya.

"Ternyata lo bukan anak kecil yang bodoh." Agas menoleh sepenuhnya. Senyuman itu bukan mengartikan ketulusan melainkan licik, seolah-olah dia telah menyusun rencana lalu sewaktu-waktu Cessa bakal terlibat.

Cessa tertawa, diam-diam menyembunyikan tangan gemetarnya ke belakang punggung. Agas memberikan isyarat Cessa duduk setelahnya segera Cessa patuh, dengan jarak yang masih tercipta.

Menghilangkan kebosanan Cessa mengemil permen cokelat di berikan Agas, menopang dagu ke penutup toples kaca dipangkuan.

Jika kependiaman Kaizar terkesan tetap membawa kehangatan maka sosok yang bersama Cessa sekarang sangat berbeda.

"Kak Aga!" Cessa memekik kaget, tubuh kecilnya terhuyung menyamping disusul toples Cessa pegang terjatuh ke lantai. Beruntung tak pecah.

Kali ini Cessa melotot kesal terang-terangan. Sebenarnya apa mau Bagaskara?

"Jangan nakal sama aku!" Cessa melempar kembali guling yang barusan menghantam kepalanya. "Nanti dipukul Papa lagi." Lebih baik Cesaa mengancam saja walaupun dia tahu Agas tidak gentar.

Guling itu cuma mendarat di lutut Agas yang tengah selonjoran. Cessa berada di ujung ranjang bersedekap cemberut.

"Gue dan Chester udah bisa pukul-pukulan," sahutnya lempeng.

"Enggak marahan gitu?" Cessa bertanya penasaran.

"Kenapa kami harus marahan?" Agas justru bertanya balik dengan mata memicing.

Cessa langsung gelagapan, gilirannya yang bungkam lama. Seharusnya Cessa tidak berbicara berani seperti ini.

"Princessa, Mama datang!" Seruan cempreng tersebut berhasil menyelamatkan Cessa.

Cessa tersenyum semringah. Melompat turun dari ranjang, tepat di hadapan Violet, Cessa memeluk kaki gadis itu.

Dia benar-benar sudah terbebas semakin lega dengan kehadiran tiga sosok tampan berseragam sekolah memasuki kamar.

"Mama, kangen!" Cessa berkata jujur. Mencengkeram kaki Violet lebih erat.

Ingin sekali Cessa jujur jika dirinya tidak suka ditinggalkan berdua bersama Agas. Aura dingin dari Agas sesekali membuat Cessa bergidik ngeri.

Violet mesem-mesem. "Gue juga kangen sama lo." Violet mengusap puncak kepala Cessa.

"Seharusnya lo kangennya sama gue!" Protesan Chester memenuhi rungu Cessa. Sejenak telinga Cessa berdengung.

Chester berjongkok secara bersamaan Violet melepaskan pelukan Cessa di sepasang kaki jenjangnya.

"Iya, kangen semua." Cessa tersenyum lebar hingga matanya menyipit. Tangan Cessa lalu memegangi lengan Chester. "Papa, aku ngantuk."

Gummy [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang