48. karma buruk

5K 676 26
                                    

Chester hilang kata, senyum pudar dengan ekspresi rumit disusul pelukan mengendur. Sabiru? Jika nama itu terucap dari mulut Kaizar, sesekali Chester akan biasa saja maka lain halnya Cessa kini ... dia merasa canggung.

"Nayanika." Chester memanggil ragu, tak lama tertawa hambar. "Jadi, cerita Agas itu beneran, katanya lo bawa Agas ke mimpi memori lo."

Cessa bungkam, kepala mendongak. Atensi lebih tertarik pada sosok tinggi berjarak di belakang Agas. Mata bulat Cessa semakin berkaca-kaca, air mengalir deras di sana.

Di antara semua ingatan itu yang paling Cessa kenang adalah kematiannya.

Api berpijar hebat berteman asap hitam pekat, kulit meleleh, pernapasan tersendat, dada sesak teramat sangat, gumaman minta ampun tersendat di tenggorokan. Terlintas di benak bahwa dosanya barangkali terlalu banyak hingga harus mengalami kematian memilukan, dan di ujung ajal satu nama disebut, Geran Aruna.

Kaizar tercekat sekilas, kakinya sontak melangkah maju, mendekati. Duduk di samping ranjang tiga detik setelahnya Cessa sudah bersandar di dadanya. Memeluk erat.

Menelan saliva, Kaizar membalas lembut. Beban selama ini mengekor bagaikan menguap, mata hazel Kaizar tampak lega luar biasa hanya dapat dimengerti Chester sekaligus Agas.

Mereka berdua adalah saksi bagaimana Kaizar selalu jatuh-bangun sebagai seorang abdi di masa lalu, tentu menyadari gerak-gerik Kaizar jelas tengah bahagia.

"Anuja~" Kaizar berbisik, menempelkan hati-hati dagunya ke puncak kepala Cessa.

Cessa menyahut dengan gumaman parau, menangis terisak begitu lama, membasahi kaos depan Kaizar.



***




Kulit wajah Cessa pucat, pelipis berkeringat dingin, deru napas sempat tersengal berangsur membaik. Kondisi itu membuat Chester paling panik, hampir membopong Cessa pergi ke rumah sakit.

"Aku bisa makan sendiri," ucap Cessa pelan menatap sayu sup ayam tengah Chester aduk di mangkok.

Agas satu-satunya sedari tadi berdiri mengamati mengerutkan kening, sesuai dugaan, Chester anti patuh, reaksi kaget Chester beberapa menit lalu seakan tidak pernah terjadi.

"Gue suapin," sahutnya agak ngotot. "Mau ingatan lo balik atau enggak, siapapun lo di mata gue tetap cebong." Chester mendekatkan sendok ke mulut yang segera Cessa sambut.

Sambil mengunyah, Cessa melirik sekilas tangan kanannya terus digenggam Kaizar.

"Aku menolak dipanggil cebong, itu terdengar memalukan," balas Cessa datar.

Chester terbatuk tidak berbeda jauh dengan Kaizar langsung terperangah. Untuk kedua kali Chester ketawa lalu mencubit gemas pipi Cessa berlemak bayi.

"Halo, Tuan Putri Nayanika Aruna." Chester menyapa main-main. "Tolong, jangan ngomong bahasa baku. Bukannya pernah bilang pengen jadi bocah gaul."

Cessa berdecak. "Aku keberatan, kamu harus panggil nama aku yang di kehidupan sekarang." Ekspresi wajahnya terlihat jengkel.

"Bodo amat, cebong." Chester tersenyum licik, bersiap kembali menyuapi Cessa. "Buka mulut, Papa bakal selalu suapin." Sepertinya ucapan Chester itu hanya Cessa sendiri merasa terganggu.


***




Selayaknya dejavu, gerakan Kaizar terhenti membenarkan selimut menutupi tubuh si bocah perempuan. Berdehem, Kaizar tersenyum tipis.

Gummy [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang