39. deserves to be hated

5.9K 891 72
                                    

Chester meremas rambut, melangkah sempoyongan keluar kamar. Terbangun di sofa dalam kamar Cessa jelas petaka, sudah pasti dia semalam berbicara aneh-aneh.

"Cebong!" Chester berteriak memanggil sembari memijit pelipis yang mulai kliyengan.

Alih-alih mendapat sahutan, justru segelintir pekerja tengah berberes lantai dua itu kompak berhenti, berdiri tegak. Termasuk salah satunya didekati Chester kemudian.

"Lo lihat cebong?" tanyanya datar.

Wanita muda tersebut menunduk sopan lalu menyambut tatapan Chester, mematuhi peraturan di kediaman ini.

"Saya tidak tau, Tuan."

Tentu saja tidak mengetahuinya karena orang-orang satu tempat dengan Chester sekarang, bukan yang selalu mengekori Cessa, mereka sesekali memang pernah disapa, tapi tak pernah saling berbicara lama kecuali Suni, si nanny bocah perempuan.

Chester hampir berteriak mengumpat sementara pihak lain tambah pucat. Chester melamun, mencoba mengingat keras apa saja dia katakan atau paling parahnya bertingkah gila di hadapan Cessa.

"Sial, gue nggak ingat apa-apa, " gumamnya menghentakkan kaki dongkol.

"Ter."

Suara itu Chester kenali makanya anti menjadi pusat perhatian jika nanti keduanya bakal mengamuk, Chester buru-buru berbalik, berjalan ke arah kamarnya. Dia akan memberitahu jujur.





***



  

Agas memiringkan kepala, mengusap telinga barangkali salah dengar, namun yang Agas saksikan Chester berjarak di hadapannya semakin mondar-mandir. Di mata Agas penampilan Chester persis gembel.

"Jangan terlalu dekat." Agas berujar ketus memperingati, kala dia ingin kembali membentuk ruang, sekiranya aman ... Chester kurang ajar memancing letupan amarahnya. "Bicara lo sama Kaizar, tindakan minum-minum kalian itu beneran nggak beradab."

Chester tertawa, tidak tersinggung. Ujung mata melirik Kaizar setia bungkam. "Gue minta maaf." Chester meringis. "Jujur, gue nggak ingat apa aja yang udah gue ucapin ke cebong dan gue nggak tau dia ada di mana sekarang."

"Bocah itu ke stadion sama Eros, Tirta, olahraga katanya," sahut Agas cepat.

"Pagi-pagi buta?"

"Tepat jam tujuh pagi, menurut lo ini masih pagi-pagi buta?"

Chester mengedikkan bahu tidak peduli, berusaha tetap mengajak Kaizar bicara sementara Agas langsung bersungut-sungut.

"Princessa pergi tanpa izin lo, kan?" tanya Kaizar tepat sasaran, menilik lurus Chester yang tergagap sesaat.

Chester berdehem. "Iya, mengingat sebelumnya gue tidur pulas, jelas cebong nggak enak hati bangunin gue ... mungkin." Dia agak ragu, ini pertama kali Cessa pergi tanpa izin, tidak seperti biasanya.

"Lo lagi ngamuk aja dengan konyolnya si bocah itu datang, pamit pergi main sama Tirta." Agas menyeringai tipis. "Terus kepalanya bocor kena pecahan porselen," lanjut Agas gamblang, membuka lembaran peristiwa beberapa bulan lalu.

Chester mendelik.

"Dari sekian banyak ruangan kenapa lo lebih milih masuk kamar Princessa?" Tidak ada yang salah dalam tutur kata Kaizar, tapi Chester merasa terpojok setelahnya.

"Gue teler, Kai. Jelas gue enggak sadar." Chester memalingkan muka, berlagak tersinggung. "Lagian kita abis obrolin anuja tadi malam, tanpa sadar kaki gue bawa gue ke kamar cebong."

Gummy [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang