Cessa kira, telah terbiasa dengan segala kemewahan yang selalu matanya lihat, namun ternyata belum, makanya kaki pendek Cessa senang hati menyusuri ruangan super luas ini, mirip kamar Chester yang banyak sekat.
Terpana, Cessa menyentuh rak tinggi di sudut kanan ruangan. Aroma kertas tua tercium begitu saja dan dia baru tahu si pemilik penyuka berlembaran tebal. Rak bagian bawah sebagian berjejer apik buku non fiksi.
"Lo, di sini?"
Satu suara bernada parau berhasil mengejutkan, buru-buru Cessa berbalik. Jantung berdebar, Cessa menatap linglung Kaizar berdiri selangkah di depannya. Bisa-bisanya dia tidak menyadari kehadiran Kaizar.
"Kak Aga bilang Kak Kai sakit terus rumah Kak Kai bagus mirip istana..." Cessa berjalan maju, memegang telapak tangan Kaizar.
Raut wajah Cessa berubah drastis setelah merasakan panas menyengat di kulit Kaizar. Dia mendongak cemas.
"Kak Kai panas, otaknya pasti panas juga, kan? Biasanya aku selalu gitu." Gerak-gerik Cessa langsung panik, bermaksud melepaskan genggaman lalu memanggil Agas atau para pekerja di luar sana.
"Gue cuma mau tidur, jangan panggil siapapun, Princessa." Kaizar mengeratkan tautan jari mereka sembari tersenyum tipis, mengamati terhibur kesigapan Cessa kemudian.
Kening Cessa berkerut, demi apapun mengapa orang-orang di sekelilingnya berbobot macam bison, pengecualian Tirta.
Tiba di depan ranjang dan anti membuang waktu, Cessa mendorong tubuh Kaizar ke kasur pada detik yang sama Cessa bernapas lega.
"Berat banget, aku harap itu bukan dosa," katanya bergumam konyol.
Usai merangkak menaiki kasur, Cessa membenarkan posisi berbaring Kaizar yang tengah terpejam. Untuk pertama kalinya, Cessa menyaksikan Kaizar tampak lemas sekaligus bertampang pucat.
"Gantengnya." Bibir mungil itu mengerucut, terkekeh-kekeh lirih dengan menyandarkan dagu di dada kiri Kaizar. "Gantengnya Kakakku..." Tanpa segan, tangan kanan Cessa terulur menyentuh pipi hangat Kaizar.
Kali ini, Cessa tidak kaget saat tiba-tiba kelopak mata Kaizar terbuka, aksinya tertangkap basah kemudian. Cessa menyambut tatapan teduh Kaizar.
"Kak Kai beneran butuh dokter."
"Tapi, gue lebih butuh lo."
Cessa cemberut, dalam batin spontan memaki sikap keras kepala Kaizar. Pada akhirnya mengalah, tetap bungkam Kaizar yang kembali meraih tangannya lalu memasukkan ke saku piyama.
"Buat lo, Princessa." Rantai benda itu melilit jemari kecil si bocah perempuan, Kaizar menilik sebaik mungkin tiap perubahan di rupa bulat tersebut.
"Buat aku?" Raut wajah tadinya tercengang berubah terpana, terlalu gampang dibaca bahkan cara bicaranya Kaizar jadi tahu suasana hati Cessa.
Mata sayu Kaizar makin menyipit sebagai balasan mengangguk singkat, satu tangan Kaizar yang lain menggapai wajah Cessa, giliran Kaizar mengelus wajah Cessa, namun terkesan hati-hati.
"Aku suka. Ini, hadiah pertama aku." Cessa tersipu dengan kepala tertunduk, sesekali memainkan penasaran kalung liontin phoenix dipeganginya.
"Mirip punya kalian. Kenapa sayap kalungnya ada warna birunya? Tapi, aku tetap suka kok." Cessa mulai mengoceh, mengangkat agak tinggi rantai kalungnya dan Cessa sadari lumayan panjang. Jika dia memakai sekarang sudah pasti gampang terlepas yang bisa saja berakhir hilang.
"Aku bakal simpan baik-baik, nanti aku pakai!" Bibir itu berucap janji sungguh-sungguh.
Cessa tidak akan pernah melihat, ada binaran terluka dalam cara pandang Kaizar meskipun itu hanya sekilas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gummy [END]
FantasyCessa dibuat kalang kabut usai menyadari keanehan menimpa dirinya. Alih-alih mati usai jatuh dari lantai jpo, Cessa malah memasuki tubuh anak balita berusia lima tahun, mana berada di tengah hutan lagi! **** Mulai : 29.09.2023 Akhir : 02.05.2024 ⚠D...