13. Gila!

15.1K 1.5K 32
                                    

Raut wajah Agas sesaat terkejut, buku jarinya terkepal di sisi tubuh lalu tangannya dia sembunyikan ke balik punggung.

Tidak ada yang tahu apa isi pikiran Agas, tapi setidaknya gerakan itu sebagai jawaban, bahwa permintaan sosok mungil yang tingginya tidak sampai lutut orang dewasa tersebut telah ditolak.

"Lo minta peluk Izal, asisten pribadi gue." Agas membuang muka, tak lagi menyambut tatapan Cessa.

Cessa tidak keberatan, makanya detik kemudian melangkah mendekat pada laki-laki yang berdiri di sebelah Agas dan Cessa baru melihatnya hari ini.

Izal langsung gelagapan dengan tubuh setengah membungkuk sejenak, dia berkata. "Maaf, Nona saya nggak pantas." Dia mengukir senyuman kikuk.

Cessa bungkam lama lalu pada akhirnya berbalik badan, alhasil Cessa dapat menyaksikan di tengah basemen mall, Violet yang duduk di perut wanita beberapa menit sebelumnya menggampar pipi Cessa.

Violet jelas mengamuk kalap di sana. Tanpa peduli orang-orang mulai berdatangan, menontoni semuanya.

"Princessa!"

Itu, suara Chester.

Cessa menoleh, refleks tersenyum mendapati dua orang remaja berlarian ke arahnya. Chester bersama Eros.

Di belakang mereka, Kaizar berjalan tenang dengan atensi lurus pada Cessa.

"Pipi lo kenapa?" Eros bertanya bodoh, melotot terkejut mengamati sebagian wajah Cessa yang merah dan bengkak.

Tadinya Cessa tidak mau menangis, namun mendengar Eros berbicara seperti itu bikin hati Cessa jadi muram.

Air mata Cessa mengalir, bibir tipisnya bergetar. Ingin sekali mengatakan, jika dia tidak apa-apa, jadi berhenti memandanginya seperti itu, karena Cessa masih belum terbiasa.

Eros melihatnya panik hendak berjongkok mengikuti Kaizar, kerah kemeja Eros lebih dulu ditarik Chester. Eros termundur paksa.

"Pasti sakit, kan?" Jemari Kaizar mengelus kulit pipi Cessa hati-hati.

Jika di masa lalu tidak ada seorang pun melempar sorot khawatir maka di kehidupan ini segalanya benar-benar berbeda.

Empati. Belas kasih. Sikap halus menghargai kehadiran Cessa, diberikan secara cuma-cuma sekarang.

Cessa menelan ludah, tidak menyangka Kaizar yang hampir sama pendiamnya dengan Agas sukarela berjongkok, menyamakan posisi.

Mata hazel Kaizar tampak jernih menenangkan dan Cessa merasakan hatinya makin pedih di mana-mana. Dia ingin mengeluh sebanyak mungkin.

"Iya, sakit." Cessa berbisik parau sambil menjatuhkan kepalanya ke lengan kekar Kaizar.

Padahal sejujurnya kekerasan ini sudah biasa bahkan Cessa sempat mengira jika dia seorang masokis.

"Aku gak kenal sama Tante itu...." Tanpa menjauhkan diri di lengan Kaizar sedang Cessa peluk bagaikan guling, telunjuk Cessa mengarah asal-asalan keributan yang masih terjadi.

"Aku dipukul, mulut aku berdarah." Cessa memegang sebagian mukanya yang mendadak membesar, semakin banyak bicara berasa nyut-nyutan.

Chester di belakang keduanya, mengulurkan tangan untuk mengusap puncak kepala Cessa.

"Nanti gue balas, tugas lo cuma duduk manis." Bibir Chester mengukir seringai kejam.

Agas menangkap basah itu berdecak, sekali lagi menatap Cessa yang berada dipelukan Kaizar.

"Gue mau, lo cari tau silsilah keluarganya." Agas berujar sambil melirik Izal dengan sorot dingin.









***










Gummy [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang