34. Undercover

8K 1K 80
                                    

"Anak sialan, sinting!" Satu bentakan menyemprot tepat muka Eros. Barangkali si pria paruh baya itu menyimpan banyak keberanian.

Alih-alih tersinggung Eros justru tergelak terhibur, bersiul sesekali, mengikuti kebiasaan Chester jika keadaan suasana hati yang baik sekaligus di mana moral mereka patut dipertanyakan.

"Jadi, Ditya beneran punya adik. Kami kira selama ini bajingan itu anak tunggal." Eros tersenyum menawan sembari menepuk paha sang lawan bicara yang berlutut di depannya.

Fakta itu mampu mengejutkan dia bersama yang lain. Seandainya salah satu anggota klub akuma tidak mencari tahu lebih jauh, kemungkinan besar semuanya akan tetap tertutup rapat.

Bibir pecah-pecah tersebut setia bungkam alhasil Eros mulai habis kesabaran, kembali menjambak segenggam rambut gondrong Tom, memaksa mendongak.

"Target kita cari masuk ke hutan percuma lo interogasi dia." Suara Chester menelan pertanyaan Eros yang hendak terlontar.

"Anda benar-benar setia dengan majikan anda, padahal udah mati." Chester terkekeh geli, mendekati keduanya lalu berdiri di sisi Eros, meliriknya. "Waktu berharga gue terbuang sia-sia karena tindakan lambat lo ini," kata Chester mencibir ketus.

Eros menunduk dengan berucap maaf sebagai balasan. Matanya spontan terpejam oleh cipratan darah yang makin tumpah ruah kemudian, setidaknya berhasil mengotori wajah Eros dan bagian depan kemejanya, jeritan kesakitan si pria paruh baya bagaikan ingin menulikan telinga.

"Kejar mereka, tinggalin gue sama cebong di sini!" Tidak ada alasan untuk Eros menentang Chester, apalagi sekarang dia sudah puas melihat tangan buntung pihak lain.








***







Cessa menarik ujung baju Eros. "Aku mau ikut!" Cessa berujar memelas, meraih lengan Tirta yang juga bersiap keluar dari pondokan di pinggir hutan ini. Sesekali Cessa menoleh ngeri ke bilik sempit di sudut ruangan.

"Hey, Kamu itu gak diajak!" sahut Tirta, mengikuti gaya bicara Cessa beberapa hari yang lalu, sengaja merapatkan diri pada sang kakak.

Raut wajah Cessa seketika masam. "Kita harus jadi bocah gaul bukan bocah sinting." Cessa lalu meloncat, berdiri di tengah keduanya, beralih memeluk lengan Eros yang dibuat terbatuk kering usai mendengar perkataan Cessa.

"Setengah jam lagi kita bakal ketemu, oke? Gue cuma pergi sebentar." Eros menepuk puncak kepala Cessa disusul cengkeraman jemari mungil itu terlepas.

Sepantasnya Tirta ketakutan menyaksikan adegan mengerikan di depan mata, bukan malah menyaksikan biasa-biasa saja aksi Eros.

Eros jelas dendam terhadap pria bernama panggilan Tom itu hingga berujung muka Tom babak belur, kedatangan Chester tambah memperparah.

"Cebong bubu." Tahu-tahu Chester memanggil, Cessa sedang meratapi nasibnya tertinggal bersama Chester, mau tak mau menghampiri.

"Jangan panggil aku bubu!" Tiba di hadapan Chester, sang balita berseru protes. "Aku pengen pulang, di sini gelap terus dingin, Papa." Cessa menggoyangkan pergelangan kanan Chester, berusaha tidak memedulikan noda darah mengotori kulit Chester di beberapa bagian.

"Itu panggilan spesial gue, cebong." Chester menoel gemas hidung si balita perempuan. "Hm, tapi urusan gue belum selesai." Chester tersenyum alhasil Cessa agak merinding kemudian.

Cessa mencoba tetap berdiri di tempat, namun tenaga tidak seberapa tentu Cessa kalah, saat Chester menuntun menuju jendela besar yang ada di ruangan.

"Dunia itu kejam, jadi kita harus sama kejamnya biar seimbang ...." Di sela langkah Chester menyempatkan diri berbisik, mengerling licik pada Tom yang telah terikat sempurna di kusen.

Gummy [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang