47. akhirnya kita berada di langit yang sama

4.9K 727 41
                                    

Valeria bagaikan terhipnotis sikap manis Chester yang membawanya jalan-jalan lalu makan bersama, menghabiskan waktu berjam-jam layaknya pasangan berkencan. Dia sangka, Chester berakhir mengantarnya pulang, namun siapa yang tau mereka justru berhenti di basemen hotel.

"Udah gue bilang kan diawal kita butuh bicara. Berdua." Chester tersenyum, menggenggam halus pergelangan Valeria.

"Gue nggak mau, kalau pengen bahas anak pungut kalian itu gue ogah. Intinya dia bersalah di sini. Penyebab kematian Violet!" Valeria menolak mentah-mentah.

Chester tertawa sambil bersandar di pintu mobil, pegangan sama sekali tak mengendur meskipun Valeria berusaha melepaskan.

"Jangan banyak gerak nanti cape sendiri, bukannya tadi lo sempat ngomong nggak bisa kelamaan berdiri." Tidak ada yang salah dalam nada tutur kata Chester, tapi entah mengapa Valeria merasa tersinggung kemudian.  Dia jadi menyesali memberitahu kesehatannya.

"Bajingan. Kita boleh saling bicara, tapi gue nolak tempatnya di hotel." Gadis berperawakan tinggi kurus itu bergidik. Bayangan buruk terlintas di benak.

Chester tertegun sesaat lalu tawanya tambah nyaring, sekonyong-konyong satu tangan Chester yang lain melingkar di pinggang Valeria, menarik maju. Menghapus jarak tercipta.

Valeria mendelik. "Apa-apaan?! Sial---"

"Tidur bareng terdengar menyenangkan, tapi gue menolaknya karena itu biadab. Kita harus nikah dulu, Vale." Chester menyela, terkekeh jail sontak pipi Valeria merona.




***





Valeria membenci di mana gampang luluh lalu bakal mendapati seringai puas Chester, bagi Valeria bagaikan mengolok-olok dirinya.

"Lo nggak bisa kabur." Chester mendorong Valeria, memasuki kamar suite lebih dalam, anehnya minim perabot.

Valeria menahan diri tak berteriak memaki, jika melakukan maka hanya berujung makin kelelahan. Tenaganya sudah terkuras habis.

Kesehatannya memang membaik bukan berarti penyakit leukemia ini sembuh total.

Ternyata ada orang lain selain mereka di ruangan, Valeria ketahui asisten pribadi Chester. Terakhir kali bertemu saat kelulusan SMP,  Valeria terperangah bertepatan pria di pojok itu berbalik badan.

Seingatnya dulu Maraka cupu yang selalu Chester dan Eros usili, tanpa peduli umur pria tersebut lebih tua beberapa tahun dari mereka, sosok berkarakter paling penyabar Valeria kenali.

"Udah siap, kan?" Suara Chester membuat Valeria tengah terpesona langsung sirna apalagi merasakan bahu kirinya diremas.

Maraka menghampiri. "Sudah, Tuan." Kepalanya tertunduk hormat, tanpa berlama-lama berjalan ke pintu setelah mendapatkan isyarat Chester.

"Dia punya tunangan." Chester berbisik sambil menyentil pelan daun telinga Valeria.

"Cih, sayang banget. Padahal gue butuh bendera hijau berjalan," sahutnya judes.

Chester berlagak tidak mendengarkan saat Valeria mulai mengoceh panjang membuka lembaran cerita mereka jaman putih biru. Sesekali nama Agas, Kaizar, Eros disebut, namun dari semua itu nama Violet lebih banyak.

Mencari kesempatan pihak lain lengah, Chester mendudukkan Valeria di sofa tunggal yang telah dimodifikasi berada di tengah ruangan.

"Mau ngapain?" Valeria tercekat, berkedip linglung, melirik kedua tangannya Chester lilit dengan tali.

"Kita nonton kejadian dua tahun lalu supaya lo sadar dan berhenti salahin cebong." Chester menyahut gamblang, tidak ada lagi senyum tengil di wajah rupawannya. Berdehem, Chester meralat. "Cessa maksudnya. Nah, kan, lo pasti berontak!"

Gummy [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang