12. Berang

14.9K 1.5K 51
                                    

"Bukannya kamu sakit?!" Tiba di hadapan Cessa, anak perempuan itu berbicara setengah berteriak, mata bulatnya menunjukkan keheranan.

Cessa membalas datar tatapan pihak lain dengan pikiran mulai menebak-nebak. Mungkin kah anak perempuan bersama Cessa sekarang, mengenalinya. Tepatnya mengenali raga ini.

Sejujurnya, tidak ada ingatan tertinggal dari raga balita Cessa tempati hampir sudah satu bulan lamanya. Ingatan Cessa hanya di kehidupan pertama sebagai remaja lima belas tahun.

"Aku sehat." Cessa menyahut acuh tak acuh lalu membuang muka. Perasaan tak nyaman muncul dan Cessa mengikuti instingnya.

"Ala---"

"Nona Aquila, Anda ke mana saja? Saya panik mencari Nona."

Anak perempuan itu belum sempat menyelesaikan ucapan, karena seorang wanita muda melangkah tergesa-gesa disusul tangan tersebut menarik tubuh si anak perempuan untuk dia peluk.

"Princessa, yuk kita pulang!" Derap sepatu bots Violet mendominasi toko yang mendadak senyap.

Violet berjalan ke arah Cessa membuat Cessa sepenuhnya kembali fokus pada gadis berambut pendek itu.

"Siapa?" Sudut mata Violet melirik dingin dua sosok asing di dekatnya sambil menggandeng tangan Cessa kemudian.

Tidak ada jawaban apapun, namun raut wajah wanita muda mengenakan pakaian serba putih layaknya suster itu memandangi Cessa terkejut.

Sementara Violet memicing beberapa detik, setelahnya melongos pergi dengan segera menuntun Cessa keluar toko.









***












Jika Violet dan Pak Amir sibuk memasukkan kantong belanja ke dalam bagasi mobil, maka Cessa di minta Violet berdiri menunggu.

Cessa tidak berani memasuki mobil untuk duduk beristirahat di sana karena ada Agas meskipun nanti selalu berjarak, posisinya yang jauh tetap saja Cessa canggung.

Seperti pernah Cessa tegaskan, lebih baik di keheningan berjam-jam bersama Kaizar daripada dengan Agas.

"Lo mau permen?"

Eh?

Cessa mendongak, menghentikan menggoyangkan kakinya yang terpasang sepatu baru, memastikan bahwa berbicara adalah Agas, sontak Cessa menoleh sambil menegakkan tubuh, mendapati cowok berambut cepak itu masih berada di tempat yang sama. Dekat jendela mobil.

Diajak berbicara Agas membuat Cessa tersenyum lebar dengan tatapan berbinar. "Mau!" Tangan Cessa terulur.

Agas sedikit bergeser lalu jari-jari tertutupi sarung tersebut meletakkan segenggam permen ke telapak tangan Cessa tanpa menyentuh kulitnya.

"Makan sampai habis," ucap Agas dibalas Cessa berupa anggukan setuju.

"Sekalian dibukain boleh, kan, Kak Aga?" Cessa mengerjap polos.

Agas memandangi lurus rupa bulat dan mata jernih pihak lain. "Ya." Agas mengambil. Membuka kemasan permen cokelatnya.

Cessa menyaksikan itu sejenak tertegun tak lama kemudian tertawa semringah, suasana hati Cessa semakin membaik.

Semoga ini awal mula Agas tidak lagi menampilkan muka judes, tiap bersemuka. Cessa membatin berdoa.

"Makasih, Kak Aga!" Disela mengunyah permen dimulut, Cessa berujar tulus.

Agas bergumam mengiyakan. Perhatian Agas kali ini tidak lagi tertuju pada Cessa. Cowok itu kembali sibuk dengan ipad dia pegang.

Cessa tidak keberatan sikap cuek Agas, justru sekarang Cessa penasaran bagian belakang mobil yang hening, tidak seperti sebelumnya berisik oleh suara Violet memerintah ini itu.

"Pak Amir, Mama man---"

Ucapan Cessa belum selesai karena tahu-tahu sebelah lengannya disambar cepat, seolah-olah tak diberikan kesempatan menoleh untuk melihat pelaku yang lancang mencengkeram kulitnya, sebelah pipi Cessa lebih dulu panas, pada detik yang sama tubuh Cessa menghantam lantai basemen.

Cessa lalu meludah darah. Kutukan panjang yang keluar dari Violet menjadi samar di telinga Cessa.









***









Violet sangat marah. Kepalan tangannya menonjok rahang wanita paruh baya yang barusan menampar Cessa, di depan matanya.

Benak Violet tertanam, sosok cecunguk bersanggul rendah ini harus mati. Mati. Mati. Mati.

"Beraninya, sialan!" Gadis berambut pendek itu mendesis dingin dengan menginjak berulang kali wajah di bawah kakinya, tanpa peduli jeritan tangisan minta ampun yang mampu memekakkan indra pendengar.

Violet berjongkok kasar. Muka memerah, ujung mata Violet melirik tubuh mungil tidak jauh dari tempatnya, posisi tengah membelakangi membuat Violet tidak tahu bagaimana wajah itu.

Menyaksikan sopir Chester tampak tegang dan pucat di sana, dia tahu ini akan menjadi momok bagi orang-orang tak becus.

"Nyonya Ayura, ibu Alula." Violet mencengkeram leher wanita berbaring menyedihkan dekat lututnya.

"Sekarang namanya Princessa, udah jadi anak saya, oke? Manusia setan kaya kalian, mana pantas punya anak baik dan seimut Cessa." Violet mengungkapkan terang-terangan, matanya berkilat cerah.

"Le... lepas, orang gila...." Saat lawan bicara membalas tergagap, lelehan merah mengalir membasahi dagunya.

Violet tertawa kencang, meraup rambut Ayura, menghentikan gerakan Ayura terus-terusan memberontak, tiga detik kemudian membenturkan kepala Ayura ke lantai.

"Orang-orang sedarah dengan Cessa harus dibantai karena gue nggak mau di masa depan jadi benalu," ujarnya berbisik sinting.







***









Agas menyaksikan itu, tapi tidak ada niatan sekedar menghampiri apalagi menghentikan. Dia berdiri diam, hingga asisten pribadi mengurusi keperluannya datang, Agas setia bungkam.

Keberingsan Violet teramat biasa di mata Agas. Atensi Agas lebih tertarik pada makhluk kecil tengah melangkah tertatih-tatih.

Agas tersenyum lurus. "Muka lo makin bengkak. Ingatin gue sama kue yang mengembang," ucapnya tanpa beban.

Dua orang statusnya cuma jadi pekerja berusaha tetap tenang, mencoba tidak terganggu dengan ucapan main-main Agas.

Cessa menyambut layu tatapan Agas, kedua tangan Cessa kemudian terentang. "Aku pengen dipeluk?"









****





Kalo part ini votenya bisa 75 atau 80 aku langsung update part selanjutnya :)

Tinggalkan vote dan komen. Vote udah bikin aku semangat lanjutin ceritanya. Jangan sider ya.

Terima kasih

Gummy [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang