Eros memekik kaget, spontan menendang mayat dekat kakinya hingga terpelanting jauh. "Sinting!" Eros menatap sengit punggung Chester.
Chester sengaja melempar tergelak terhibur. "Di mana-mana pasien abis operasi itu istirahat, tapi ini lo malah berkeliaran," katanya.
Tidak memedulikan Chester yang terkesan mengusir, Eros berjalan maju, menyamakan langkah, meninggalkan Kaizar di belakang.
Chester tidak mengatakan apapun kemudian, melewati sisi ruangan lantai dua terdapat lorong sempit, justru sepi menyambut mereka.
"Jangan sentuh apapun," peringat Kaizar sudah berdiri di sisi Eros. "Dinding sama pintu udah di baluri krim racun kecuali lantai." Kaizar mengamati sekeliling.
Eros makin pucat, nyaris tangannya memegang kenop pintu yang terletak paling ujung, di mana sekarang Chester tiba-tiba berhenti di depan sebuah kamar.
"Setelah gue pikir-pikir, gue gak keberatan nyusul Vio." Cowok remaja bermata biru itu tersenyum pahit.
"Gue yang keberatan, lo masih punya hutang budi banyak ke gue!" Chester menyahut ketus, cengkeraman pada gagang pedang makin kuat hingga urat nadinya terlihat jelas.
"Udah cukup Datuk gue main-main, kita ditipu. Bangsat!" Detik itu juga Chester berbalik, berlari tergesa keluar lorong. Eros hendak menyusul, tapi keburu ditahan Kaizar.
"Chester yang bakal seret Tuan Arius ke sini, jadi tugas kita cuma nunggu." Koper mini sedari tadi Kaizar tenteng dia buka, mengeluarkan dua pasang sarung tangan.
"Semuanya harus selesai malam ini." Eros bergumam sembari menerima uluran Kaizar, tidak ingin membuang waktu, Eros memasangnya. "Gue udah cape banget, satu bulan nenangin diri kayaknya cukup ..." Dia berdiri lemas dengan mata tampak redup.
***
Chester bersiul riang, berjalan mondar-mandir di hadapan sang Kakek tengah duduk di kursi kayu.
"Pasti kaget, kan, kenapa aku bisa tau tempat persembunyian Datuk." Chester tersenyum lebar, sesekali membersihkan bilah pedangnya menggunakan kain putih yang dia temukan di bufet kamar mandi beberapa menit lalu.
"Cucu durhaka!" Arius membalas sarkas, tongkat dalam genggaman mengacung ke atas, berusaha menggapai wajah Chester. "Bisa-bisanya Sasmita melahirkan anak nggak bermoral kaya kamu."
"Bisi-bisinya sismiti milihirkin inik nigik birmiril kiyi kimi," balas Chester mencibir dengan bibir monyong.
Eros terbatuk kering sementara Kaizar berdecak lirih mendengarnya.
"Gue aja yang ngomong!" Eros menepis lengan berkeriput pihak lain tidak jauh berbeda dengan wajah tampak merona merah karena kesal.
"Apa salah Vio sama Datuk?" lanjutnya bertanya halus, tangan Eros perlahan menarik kerah depan mantel si pria tua. "Dua anjing itu udah mati dan kita semua tau sekarang giliran siapa." Eros tertawa mencemooh.
"Lepas. Bisa-bisanya kamu bertindak tidak sopan pada saya. Reliya akan bersujud di bawah kaki saya jika melihat kelakuanmu ini!" Arius membentak, kakinya mencoba menendangi lutut Eros meski selalu berakhir gagal.
"Untungnya Mama balik lagi ke kota, jadi nggak harus liat kelakuan saya pada tetua klan yang gila hormat seperti Anda ..." Eros menepuk-nepuk puncak kepala Arius. Iseng, Eros menarik segenggam rambut beruban itu, memaksa mendongak, tanpa peduli gumaman sumpah serapah menyemprotnya kemudian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gummy [END]
FantasyCessa dibuat kalang kabut usai menyadari keanehan menimpa dirinya. Alih-alih mati usai jatuh dari lantai jpo, Cessa malah memasuki tubuh anak balita berusia lima tahun, mana berada di tengah hutan lagi! **** Mulai : 29.09.2023 Akhir : 02.05.2024 ⚠D...