27. Retak

13.1K 1.5K 124
                                    

Sudah satu jam lalu Cessa terbangun, lagi-lagi yang menyambutnya Agas bersama Kaizar duduk di sebelah kanan-kiri brankar. Satu hal bikin Cessa kaget, Agas memegang tangannya tanpa memakai sarung seperti biasa.

Bibir mungil itu berdecak terpana untuk kesekian kali. Penasaran, dia memeluk lengan Agas setelah dibantu duduk oleh Kaizar.

"Jangan lancang!" Agas berujar ketus sambil berusaha melepaskan diri dari belitan Cessa.

"Aku bisa sentuh Kak Aga." Cessa terkikik geli, mata bulat tersebut berbinar riang menatap Agas yang menggeser mundur kursi.

"Kak Kai lihat, kan?" Cessa beralih mengamati Kaizar meletakkan meja berkaki pendek ke depan Cessa.

"Iya, anak kecil kayaknya pengecualian." Kaizar tersenyum tipis, melirik Agas memalingkan muka kemudian.

Cessa mesem-mesem merasa jadi bocah perempuan spesial.

"Buka mulutnya, mau gue suapin." Kaizar mencopot sendok di plastik bening lalu mengaduk sapo tahu di mangkuk, yang sebelumnya dibawa pelayan pribadi Chester bagian dapur, sengaja Chester ajak ke Sevilla. Mengingat sahabatnya itu selalu pilih-pilih soal masakan.

"Aku mau makan nasi bukan ini, boleh, kan?" tolak Cessa halus.

"Lo sempat demam, jadi makan kuah yang hangat dulu." Kaizar merapatkan posisi, mengelus pergelangan kaki Cessa biru lebam, Kaizar duga bekas cengkeraman. Sesaat tatapan itu berubah dingin melihatnya.

Sebagai jawaban Cessa membuka mulutnya patuh pada detik yang sama Kaizar tertawa terhibur. Begitu saja, Kaizar menyuapi Cessa dalam keheningan hingga sapo tahunya benar-benar tandas.

Selama itu pula perhatian sang balita lebih tertuju terhadap Agas yang begitu sibuk dengan ponsel, sementara yang ditatap tampak tidak terganggu di berikan pelototan.

"Permen coklatnya nanti," ujar Kaizar seolah tau isi benak Cessa dan benar saja muka bulat itu menunjukkan ekspresi cemberut kemudian.

Rasanya Cessa ingin mengecap makanan manis sekarang, sudah lima hari belakangan dia tidak menggigiti permen.

"Gue punya." Agas ikutan nimbrung, kali ini beranjak, kembali berdiri di sebelah brankar Cessa.

"Mana?" Cessa tersenyum lebar dengan telapak tangan menengadah.

Cowok remaja itu merogoh saku celana, sebelum memberikan, lebih dulu membuka kemasan permennya satu-satu.

"Yaudah, sekalian suapin..." Cessa beralih membuka mulut. Sejujurnya cuma iseng, tapi siapa yang menyangka Agas akan melakukan dengan menjejalkan permen mungil itu ke mulut Cessa lima sekaligus.

Cessa terkejut sementara Kaizar mendelik, riak khawatir terpampang jelas di muka Kaizar jika sewaktu-waktu nantinya Cessa bakal tersedak.

"Puas, kan, lo?" Agas menjawil gemas kening Cessa tanpa peduli Kaizar memanggilnya penuh peringatan.

Alih-alih kesal Cessa justru mengangguk cepat di sela kunyahan, ingin memastikan, untuk kedua kali Cessa memeluk lengan Agas, memaksanya menempel di atas meja.

"Kak Aga beneran bisa pegang aku." Cessa tergelak pelan, kepalanya mendongak memandangi Agas yang langsung berdiri tegang.

"Papa sama Mama mana?" sambungnya bertanya linglung. Satu jam terlewati belum ada tanda-tanda langkah kaki ribut yang datang seperti biasanya atau parfum khas Chester, padahal belum juga muncul batang hidungnya sudah dapat Cessa sadari, menjadi alasan Chester selalu gagal mengejutkan Cessa.

Agas bungkam rapat, diam-diam lega karena berhasil menenangkan diri, hampir saja dia mendorong kasar sosok kecil di sisinya.

"Kalau mau peluk Agas, lo harus ngomong dulu." Kaizar mengusap rambut tergerai Cessa, tentu Kaizar menangkap basah gerakan Agas sebelumnya.

Gummy [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang