Hai, Selesai. [02]

1.1K 82 24
                                    

FOLLOW DAN VOTE SEBELUM MEMBACA!

{ HAPPY READING! }
.
.
.


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Disyaa memasuki kamarnya, merebahkan diri sambil menatap langit-langit kamar dengan pikiran yang terus berpusat pada kejadian tadi di sekolah. Perkenalan awal yang menurutnya terkesan menyakitkan.

Orientasi itu tak seindah yang Disyaa bayangkan. Jauh dari layaknya drama yang sudah banyak Disyaa tonton. Di mana saat seorang gadis menjadi murid baru, ia selalu diperlakukan layaknya ratu, bertemu dengan teman-teman yang sangat baik, juga pangeran sekolah yang mencintainya.

Namun, pada kenyataannya, apa? Disyaa justru hanya mendapat hinaan, hinaan yang dilontarkan dari para siswa di kelasnya, dan lebih buruknya, dari seorang yang sama sekali tak pernah ia sangka.

Pikiran Disyaa secara tiba-tiba terpusat pada seorang Arul Genta Permana. Laki-laki yang gerak tubuhnya sudah memperlihatkan penolakan untuk dekat dengannya. Disyaa mengedipkan matanya berkali-kali saat bayangan wajah Arul terus menerus muncul dalam pikirannya.

Entah karena apa, merasa ada yang salah dengan isi kepalanya, Disyaa memilih bangun dari tempat tidur, untuk kemudian mengambil duduk di meja belajarnya. Gadis itu mengambil buku catatan berukuran standar yang menjadi tempat cerita paling nyaman untuknya.

Disyaa membuka setiap lembar yang sudah dipenuhi tinta hitam melalui rangkaian-rangkaian kata yang ia buat.

Tangannya terulur, mengambil alat tulis di meja belajar tersebut. Kemudian, jemarinya dengan lihai menari di atas selembar kertas kosong yang kini sudah mulai dipenuhi kalimat-kalimat indah buatan Disyaa.

Netra Disyaa berbinar, saat salah satu nama muncul di pikirannya. Gadis itu kembali melanjutkan kegiatannya menulis, mendeskripsikan seseorang yang baru ia temukan, dengan perkenalan yang tanpa disengaja, juga perlakuan manisnya yang tak terduga. Melalui diksi-diksi yang tersusun rapih, Disyaa menjadikan paragraf demi paragraf itu sebagai puisi.

"Raka Dargana," ucap Disyaa saat puisi itu telah selesai ia buat.

Disyaa hendak menutup kembali buku catatan itu, tapi entah kenapa seperti ada yang menahan kegiatannya. Hatinya enggan membereskan buku itu. Ia malah membuka satu lembaran kosong lagi, kemudian melanjutkan menulis sebuah puisi dengan pendeskripsian seseorang yang mungkin ia kenal. Namun, kali ini, Disyaa sendiri juga tak paham siapa yang sedang ia deskripsikan.

Gadis itu mengikuti gerak tangan dan jemarinya, menumpahkan tinta hitam membentuk rangkaian kata yang cukup indah. Pendeskripsian yang sangat detail, sampai pada bagian terakhirnya, Disyaa dibuat termangu saat sadar bahwa semua yang ia tulis, justru tertuju pada seseorang yang baru saja ia temui di lapangan SMA TB tadi.

Hai, Selesai.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang