Hai, Selesai. [25]

416 38 4
                                    

FOLLOW DAN VOTE SEBELUM MEMBACA!

HAPPY READING!

Mega mendung itu menghalangi cahaya mentari sebagai penerang siang pada bumi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mega mendung itu menghalangi cahaya mentari sebagai penerang siang pada bumi. Gemuruh yang berdatangan saling menyusul, bersama dengan hembusan angin yang cukup kencang, membuat beberapa murid memilih menepi pada koridor kelas karena terkaan hujan yang akan turun sepertinya.

Rintik demi rintik gerimis itu, kemudian mengundang derasnya hujan. Sang angin yang sibuk menghempas mega mendung, tak berhasil mengurungkan niat airnya jatuh pada bumi.

Menjelang senja yang seharusnya indah, sialnya justru malah mendatangkan hujan dengan gemuruh lantang.

Beberapa murid sibuk berlindung, memeluk teman terdekatnya, bersembunyi di balik jaket untuk menghilangkan rasa takut, juga ada yang memeluk diri untuk kembali tenang meski sebetulnya cemas tak karuan.

Suasana di koridor itu cukup menegangkan, dengan kilat yang berkali-kali menampakkan diri pada nuansa langit, diikuti gemuruhnya yang tak mau kalah. Sungguh, hujan disertai guntur itu tidak pernah indah.

Raut wajah resah dan gelisah itu tampak pada seorang gadis yang setia menguncir satu rambutnya. Menjelang bel pulang yang sebentar lagi akan berbunyi, mengapa harus didatangkan pada cuaca hujan dengan guntur yang lantang seperti ini? Gadis itu bahkan tak punya keberanian untuk menerobos derasnya hujan kali ini.

Alih-alih mendapat jawaban dari segala kegelisahannya, jantungnya kini dibuat berdetak begitu cepat, dengan tubuhnya yang mengerjap kaget karena suara guntur yang tiba-tiba kembali menyapa. Gadis itu duduk tertunduk, melipat kedua tangannya di atas meja, kemudian menyembunyikan wajahnya di balik tangan itu.

Disyaa, menggigit bibir bawahnya cukup kuat. Hujan ini tidak pernah ia inginkan. Sejujurnya, dirinya sangat takut akan kilat, guntur, gemuruh, yang memang sangat mengganggu keindahan hujan menurutnya.

Jika di rumah, mungkin di saat seperti ini ia akan memeluk Sang mama untuk menetralkan rasa takut, tapi, ini di sekolah, kepada siapa ia harus berlindung?

Belum lama pikirannya dibuat bingung tentang bagaimana cara pulang, bersamaan dengan itu juga bel pulang berbunyi dengan samar karena suara hujan.

Seluruh murid bersorak ria, tidak ada upaya lain yang mereka lakukan selain memilih menerobos hujan di siang ini. Namun, tidak dengan Disyaa yang justru dibuat semakin bingung, bagaimana bisa pulang? Jika awan saja tak menghentikan kegiatannya dalam menjatuhkan air ke bumi, dan langit, tak urung menghentikan kilat untuk mengundang guntur yang akhirnya menimbulkan gemuruh lantang pada bumi.

Disyaa terlalu takut, menerobos hujan dengan keadaan semesta yang tidak bisa diajak kerja sama olehnya saat ini. Jemarinya sibuk bertaut, sambil melirik beberapa siswa yang mulai berlarian untuk pulang. Memperhatikan kelas yang mulanya ramai hingga menjadi hampir hening.

Hai, Selesai.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang