Hai, Selesai. [55]

601 33 0
                                    

FOLLOW DAN VOTE SEBELUM MEMBACA!

HAPPY READING?

Disyaa menyeka air mata yang sedari tadi luruh tak terbendung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Disyaa menyeka air mata yang sedari tadi luruh tak terbendung. Gadis itu melirik, pada manik mata indah yang akhirnya bisa ia lihat lagi, usai setahun lamanya tak ada kata temu.

"Aku kehujanan di stasiun, dan hp aku lowbat, aku bingung harus isi daya di mana, tapi, yang lebih membingungkan lagi, kamu ke mana waktu itu?" Disyaa terisak, tak bisa ia sembunyikan rasa kecawanya pada laki-laki yang kini juga sama sendunya.

Arul menarik napas dalam, mengembuskannya dengan berat. Cowok itu menunduk sejenak, untuk kemudian selintas melirik pada Raka dan Rivai yang berdiri di belakangnya. Seolah mencari jawaban, melalui anggukan kedua temannya yang memberikan kode untuk dia menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi saat itu.

"Maaf, Syaa... Waktu itu—"

"Aku sadar, aku emang enggak pernah berarti apa-apa bagi kamu, Arul. Salah juga, ya, aku berharap kamu baik? Salah juga aku berharap kalau kamu itu cinta sama aku. Bahkan setelah lamanya kita enggak ketemu, aku tetep bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa bagi kamu." Disyaa memotong ucapan Arul.

Gadis itu memejamkan mata sejenak, merasakan sesak hatinya disertai sakit fisik sebab luka paru-parunya yang terlalu jahat semakin menjalar pada bagian dalam organ tubuh gadis itu.

"Maaf, ya, perasaan aku ke kamu belum habis, sampai sekarang. Bahkan di titik terlemah aku, yang selalu aku bayangin itu cuma wajah kamu. Aku berharap kamu ada, di setiap langkah aku, tapi, sialnya itu semua cuma halu aja," sambung Disyaa dengan nadanya yang bergetar.

Gadis itu melirik, menatap lebih dalam pada sosok Arul Genta Permana di sampingnya.

"Karena itu, aku jadi nulis tentang kamu. Agar nanti, kalau pun di dunia nyata aku dan kamu enggak abadi, setidaknya nama kamu, menetap kuat di karya yang aku buat," tutur gadis dengan senyum purau yang terlukis pada kedua sudut bibirnya.

Di tengah-tengah isakan tangisnya, Disyaa berusaha bersuara. Banyak kata dari isi hatinya selama ini yang ingin ia utarakan pada Arul. Namun, rasanya setiap helaan napas itu terlalu sesak, sulit menetralkan diri dengan berucap normal di keadaannya yang sudah lemah.

"Aku sayang kamu, enggak peduli seberapa bosen kamu denger ungkapan ini, tapi, aku bener-bener sayang kamu," ungkap Disyaa yang semakin lemah.

Arul sendiri kehabisan kata-kata, merutuki diri dalam hati pada perlakuannya selama ini ke Disyaa. Layaknya diiris sembilu, hatinya mencelos, pada setiap kata yang keluar dari mulut gadis pucat pasi itu. Netranya berkaca-kaca, ia mencium punggung tangan Disyaa yang kini bahkan hanya memperlihatkan sarat tulang yang semakin kurus. Keadaan Disyaa yang dilihatnya sekarang, benar-benar membuat hatinya ikut hancur.

"Maaf... Maafin aku...." pinta Arul.

Entah sudah berapa kali maaf yang terlontar, tapi, tentu saja hanya itu yang bisa Arul lakukan. Ia benar-benar tak bisa berkata banyak, sudah terlampau jauh rasanya menyakiti hati gadis itu, sampai kata maaf pun, sepertinya tak bisa membayar rasa sakit hati Disyaa olehnya selama ini.

Hai, Selesai.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang