Hai, Selesai. [05]

640 51 6
                                    

FOLLOW DAN VOTE SEBELUM MEMBACA!

{ HAPPY READING }
.
.


Segelas air putih itu Disyaa berikan pada Raka yang kini sedang terduduk santai di ruang tamu rumah Disyaa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Segelas air putih itu Disyaa berikan pada Raka yang kini sedang terduduk santai di ruang tamu rumah Disyaa. Disyaa mengambil duduk di samping laki-laki itu, usai menyimpan tasnya ke dalam kamar.

Saat Raka mengantarkannya pulang, Raka memutuskan untuk mampir sebentar ke rumah Disyaa. Meski awalnya raut wajah Disyaa tampak ragu untuk mengiyakan, tapi pada akhirnya Disyaa mengangguk setuju. Membawa Raka pada ruangan tamu yang sederhana itu.

Berkali-kali, netra Raka terekam jelas menyorot fokus ke arah Disyaa, membuat sang empunya kikuk, dengan segala pertanyaan yang menyelimuti pikirannya. Sorot mata itu tak mampu Disyaa artikan, yang jelas, tatapan teduh tersebut selalu menjadi ciri khas seorang Raka Dargana.

"Sendirian di rumah, Syaa?" Raka membuka suara, memecah keheningan antara keduanya.

"Kalau sekarang sih iya," ucap Disyaa.

"Emang biasanya rame?"

Disyaa mengangguk. "Rame, rame banget malahan! Abang gue ada dua, belum kakak cewek gue satu, belum mamah, belum ponakan gue, rame deh pokoknya!" jelas Disyaa dengan antusias.

"Terus sekarang mereka di mana?" Raka bertanya, sebab dari awal ia masuk ke rumah itu, dirinya sama sekali tak melihat siapapun selain dia dan Disyaa yang ada di sini.

"Mamah kerja, yang lainnya juga kerja, gak tau juga sih gue," jawab Disyaa simpul.

Raka mengangguk, cowok itu meneguk pelan segelas air putih yang sudah disuguhkan oleh Disyaa untuknya.

"Kalau bokap lo?" tanya Raka lagi, mencari sesuatu yang menurutnya ganjal sedari tadi.

Helaan napas Disyaa terdengar lesu. Gadis itu seperkian detik terdiam sebelum akhirnya menatap Raka dengan tenang.

"Papah udah meninggal," kata Disyaa.

Raka terkejut mendengar itu, ia kemudian mendekatkan duduknya pada Disyaa, mengusap pundak gadis itu cukup lembut dengan raut wajahnya yang tampak merasa bersalah.

"Sori, Syaa," lirih Raka.

"Santai, Ka. Udah lama juga kok," kata Disyaa dengan ulasan senyum tipisnya.

"Jadi lo tiap hari sendiri?"

Anggukan kecil yang Disyaa lakukan membuat Raka paham akan situasi gadis itu saat ini.

Hai, Selesai.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang